Afgans Radithia Zafran harus menikah dengan wanita bernama Alisya, gadis yang tidak dikenal dan merupakan calon pengantin dari adiknya sendiri. Sang adik yang bernama Vincent hilang entah kemana sehari sebelum seharusnya dia menikahi kekasihnya tersebut.
Karena keluarga Afgan sudah mengeluarkan banyak uang untuk acara pernikahan dan undangan pun sudah di sebar, maka terpaksa Afgan menggantikan sang adik.
Satu tahun pernikahan mereka, Vincent tiba-tiba kembali dan meminta kakaknya itu mengembalikan wanita yang seharusnya menjadi istrinya, sementara benih-benih cinta sudah terlanjur hadir di hatinya dan dia sudah bisa menerima Alisya sebagai istrinya.
Seperti apa kisahnya? Mampukan Afgan mempertahankan wanita yang bernama Alisya itu sebagai istrinya? dan apakah istrinya itu masih bisa setia setelah sang adik yang seharusnya menjadi suami gadis itu kembali dan menggoyahkan biduk rumah tangga yang sudah susah payah mereka bangun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mandi Bareng
Afgan tersenyum kecil, menatap tubuh sang istri yang tidur di sopa dengan meringkuk memeluk satu buah bantal, suara dengkuran kecil yang keluar dari bibir mungil Alisya pun entah mengapa terdengar merdu di telinganya, padahal selama ini dia tidak suka jika harus tidur mendengar suara dengkuran seseorang.
Sejenak, Afgan pun kembali mengingat momen tadi malam, saat dirinya berhasil membobol gawang milik istrinya yang begitu rapat hingga akhirnya robek tidak bersisa, membuat laki-laki yang masih dalam keadaan polos itu menarik napas panjang dan menghembuskan-nya secara perlahan, mencoba mengontrol gair*hnya yang saat ini mulai naik kembali kepermukaan.
''Hmm ... kenapa jadi mikirin kejadian tadi malam si? gila ...! Lebih baik aku bangun, bersihin diri, daripada senjataku ini minta kembali di masukkan ke dalam sana.'' Gerutu Afgan, bangkit dan duduk di atas tempat tidur.
Dia pun merentangkan kedua tangannya, lalu menguap. Setelah itu matanya nampak mencari sesuatu yang semalam di letakkan di atas tempat tidur.
''Ponsel ...? ponsel aku dimana?'' gumam Afgan menatap sekeliling.
Akhirnya dia pun tersadar bahwa, semalam dia melempar ponsel miliknya itu ke atas kursi dimana Alisya tidur sekarang, dan sepertinya ponsel itu berada tepat di belakang punggung istrinya tersebut.
''Sial, kenapa harus ada di sana si?'' Gerutu Afgan lagi.
Dia pun bangkit dan berdiri dengan melingkarkan selimut secara sembarang di bagian bawah tubuhnya. Dengan sangat hati-hati, dia mencoba mengambil ponsel tersebut, sedikit mendorong tubuh Alisya ke samping hingga istrinya itu hampir saja terjatuh.
''Fff ..." Arfan meraih tubuh Alisya yang hampir terjatuh, mencoba menaikannya kembali ke atas kursi.
'Hampir saja ...' ( Batin Afgan )
Matanya pun tertuju pada ponsel yang terletak sembarang di atas kursi, tepat di belakang punggung Al, dan dia pun membungkukkan badannya untuk meraih ponselnya tersebut.
Tiba-tiba saja, tangan Alisya melingkar di betis Afgan seketika membuat pria itu sontak memegangi selimut yang melingkar di pinggangnya, dan tentu saja dia mematung dengan menelan ludah kasar, karena tangan istrinya itu mendekap kedua betisnya itu kuat.
Meski tangannya berhasil meraih ponsel, namun, dirinya sama sekali tidak bisa beranjak sedikitpun.
'Duh, nih cewek tidurnya gini amat si ...' ( Batin Afgan )
Tangan Afgan masih mencengkeram kuat ikatan selimut di pinggangnya, dengan tangan lain memegang ponsel.
'Akh ... pelan-pelan, sakit ...'
Alisya mengigau di dalam tidurnya, membuat Afgan seketika terkekeh, menatap wajah Al yang terlihat begitu menggemaskan dengan air liur yang terlihat basah menetes di ujung bibirnya, dan anehnya dia sama sekali tidak merasa jijik, wajah istrinya malah terlihat semakin menggemaskan, ingin rasanya dia melahap buas bibir mungil istrinya itu.
'Tahan Afgan, tahan ...' ( Batin Afgan )
Pelan tapi pasti, tangan Afgan mulai melepaskan lingkaran tangan Alisya, dengan mata terpejam dan mengigit bibir bawahnya keras berusaha menahan tawa.
Akhirnya dia pun berhasil melepaskan lingkaran tangan istrinya, dan hendak memutar badan untuk kembali naik ke atas ranjang, namun, sekali lagi dia mendengar Alisya mengigau.
'Arhg ... sakit ...'
Lirih Al masih memejamkan mata.
"Apakah sesakit itu? Hmm ... Aku harus bagaimana? Apa aku harus bangga atau merasa bersalah karena telah membuat kamu kesakitan, Alisya ..." gumam Afgan.
Kini, dia berjongkok tepat di samping kursi, menatap wajah istrinya lebih dekat, memperhatikan setiap lekuk bentuk wajah wanita itu dengan tersenyum.
Dia pun mengulurkan tangannya lalu mengusap ujung bibir Al yang terlihat basah. Dan terkejut seketika saat kelopak sama istrinya itu mulai terbuka sempurna.
"Kamu lagi apa?" tanya Al, mengerutkan keningnya.
"Eu ... Anu, aku habis ngambil ponsel, tadi ponsel aku ketindih sama punggung kamu, lagian kamu tidurnya berisik banget si, aku sampe gak bisa tidur tau ...!" jawab Afgan berdalih.
"Bohong ... Kamu gak nyuri-nyuri kesempatan 'kan?" tanya Al, menutup bagian depan tubuhnya dengan kedua telapak tangannya.
"Ha ... ha ... ha ...! Curi-curi kesempatan gimana? Lagian, gak usah di tutup segala, apa kamu lupa, aku liat semua yang tersembunyi di balik baju kamu itu," ledek Afgan yang langsung mendapatkan pukulan di dadanya keras.
"Argh ... sakit tau?"
"Lebih sakit lagi aku, tau ...!"
"Mau lagi ...? katanya, kalau kita ngelakuin itu berulang kali, lama-lama gak sakit lagi, lho ..."
Plak ...
Satu pukulan lagi, mendarat di dada bidang Afgan, kali ini lebih kuat dan lebih bertenaga membuat pria itu, sontak meringis kesakitan.
"Argh ... Kamu pikir gak sakit apa di pukul kayak gitu, hah ...? Lagian tangan kamu ini kecil, tapi tenaganya kuat banget sih?"
"Mau lagi ...?"
"Mau apa? Mah anu-anu lagi?"
"Maksudnya, mau aku pukul lagi kamu, hah ..." Al melayangkan tinjunya ke udara hendak memukul.
"Fff ..."
Afgan meraih pergelangan tangan istrinya, menatap wajahnya dengan tatapan me*um membuat Alisya gugup, dan menundukkan kepalanya.
"Lepasin ..." Lirih Al dengan suara lemah.
"Apa? lepasin? Nggak ... Kalau kamu mukul aku lagi, aku akan laporin kamu atas tuduhan KDRT ..." tegas Afgan.
"Ha ... ha ... ha ... KDRT ...? Gak lucu ..."
"Siapa yang lagi ngelucu, tadi kamu mukul aku dua kali lho, Al. Apa namanya itu kalau bukan KDRT?"
Alisya terdiam, dia berusaha melepaskan cengkraman tangan suaminya itu dengan sekuat tenaga.
"Lepasin, sakit tau?" rengek Al, membuat Afgan sontak melepaskan cengkraman tangannya kasar.
Keheningan pun seketika tercipta, Alisya menatap pergelangan tanggaannya yang kini terasa sakit, dan terdapat bercak merah yang melingkar di pergelangan tangan mungilnya itu.
Afgan pun berdiri tepat di depan Al yang masih meringkuk di atas kursi, membuat mata bulatnya kini tertuju pada bagian bawah suaminya yang tertutup sembarang oleh selimut.
"Kamu masih polos?" tanya Al membulatkan bola matanya.
"Iya, kenapa? Mau lagi ...?" jawab Afgan mengedipkan satu matanya.
Al hampir saja mengangkat tangannya kembali ke udara, namun, segera dia tahan dan akhirnya dia hanya mendengus kesal, dengan memalingkan wajahnya.
"Cepat bangun dan mandi. Kita pulang, aku harus bekerja," pinta Afgan berlalu dari hadapan Al.
"Pulang kemana?"
"Ke rumah aku 'lah. Kamu istriku jadi kamu harus ikut kemanapun aku pergi, ALISYA ...!" tegas Afgan, masuk ke dalam kamar mandi.
"Tunggu, rumah kamu di mana? apa di rumah yang sama dengan Vincent? terus pekerjaan kamu apa?" teriak Al berjalan dan berdiri di depan pintu kamar mandi.
Afgan membuka pintu kamar mandi mengeluarkan kepalanya, dan sontak Al pun segera melangkah mundur seketika.
"Aku punya rumah sendiri, dan pekerjaan aku adalah pengacara, puas ...!" jawab Afgan kembali menutup pintu, lalu seketika kembali membukanya.
"Biar lebih menghemat waktu, gimana kalau kita mandi bareng."
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Aku suka sikap tegas Alisya,semoga tetap seperti itu,jngn smpe aja orng tuanya Vinsen ikutan memohon,mengiba sm Alisya demi Vinsen 😏😏😏😏😏😏😏