Elara Vienne menyadari dirinya masuk ke dalam novel yang baru-baru ini ia baca. Tapi kenapa justru menjadi tokoh antagonis sampingan? Tokoh yang bahkan tidak bertahan lebih dari lima bab dalam cerita.
Tokoh antagonis ini benar-benar menyedihkan—tidak diakui oleh keluarga aslinya, dibenci oleh netizen, dan bahkan pacarnya direbut oleh sang putri asli.
Ketika bangun dia bahkan sudah kehilangan kesuciannya, sungguh Elara sangat terkejut. tapi kenapa laki-laki ini begitu mencintainya?
Let’s start the story.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly-Ra?, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Aku ingin membeli dua teh susu," permintaan seorang perempuan, yang membeli jualan terakhir Elara, dengan senang hati wanita itu menyajikan permintaan pembeli.
Setelah pembeli pergi dan mengucapkan terimakasih, Elara menoleh tersenyum bahagia kepada Arkan, "Aku gak tau, ternyata bisa secepat ini dagangan kita habis."
Tangan kanan Arkan terangkat, mengelus kepala istrinya penuh penghargaan dengan telapak tangan, "Kamu telah bekerja keras." ucapnya tenang.
Walaupun nada suaranya terdengar datar tidak ada emosi, Elara bisa melihat mata Arkan yang menunjukkan kebanggaan. Senyum Elara semakin melengkung dibuatnya.
"Terimakasih."
Penonton tidak bisa duduk diam melihat hal ini, mereka merasa baru saja meminum seteguk darah. Jelas tidak percaya!
"Apa-apaan! Baru jam 10 mereka sudah menjual semua teh susunya?"
"Komentar diatas, kamu tidak mengerti? Teh susu yang dibuat Elara sangat enak, aku baru saja mencobanya!"
"Benar, ini berbeda dari yang biasanya aku minum. Jadi tidak salah kalau terjual habis."
"Mereka bahkan berjualan keliling, lokasi ramai dan pekerja yang beristirahat menguntungkan mereka tau."
"Hei, aku baru kali ini melihat Tuan Arkan melakukan kontak fisik dengan lawan jenis."
"Sebenarnya tidak masalah melihat hal ini, tapi Elara sudah menikah bukan? Ini agak aneh."
"Ini adalah masalah yang dipikirkan semua orang."
"Semua orang? Tidak! Kamu saja, aku sedang memikirkan setelah makan siang nanti apakah mereka akan buat teh susu lagi."
Helaan nafas lega terdengar dari Elara, dia juga sedikit terkejut karena teh susu buatannya terjual begitu cepat, mungkin resepnya berbeda dari dunia ini. Bagaimanapun dia memang berasal dari dunia lain.
Elara mendongak dengan mata menyipit, matahari begitu panas padahal waktu masih tergolong pagi, keringat mulai menetes diantara pelipisnya, dia mengangkat satu tangannya guna melindungi matanya dari serangan ultraviolet.
Arkan melirik kearahnya, melihat rasa ketidaknyamanannya. dia tersenyum tipis mengangkat satu tangannya, melepaskan topi dan memakaikan kepada istrinya.
Kedua tangan besar Arkan menyentuh ubun-ubun kepala Elara, hangat dan ringan. Membuat wanita itu terpaku menatapnya.
Melihat profil suaminya dari bawah, Elara melihat jangkungnya naik turun. rahangnya yang tegas, mata hitam pekatnya begitu sabar menatap ubun-ubun kepalanya. Dan tangannya begitu terampil untuk membenarkan topi untuknya, agar merasa nyaman.
Aroma wangi mint memenuhi indra penciuman Elara, membuat pipi Elara memerah, setelah beberapa menit aroma itu menjauh membuat kepala Elara sedikit pusing. Dia merasa rakus untuk mencium aromanya lagi.
"Apakah nyaman? Tidak merasa panas lagi kan?" tanya Arkan dengan merendahkan suaranya, Elara dan penonton dibuat menjerit mendengar suara Arkan, sial telinga mereka merasa mau hamil!
Elara hanya bisa menjerit dalam hati sih, dia memegang topi itu dengan canggung, lalu mengarahkan pandangannya kearah lain, merasa malu, "Ini nyaman, terimakasih."
Rentetan siaran langsung dipenuhi dengan kesenangan penonton dalam berkomentar, sangat ramai.
"KYAAAA! aku iri kepada Elara!"
"Apa itu panas matahari? pemandangan di depan kamera ini lebih panas!"
"Mr A ternyata bisa gini juga, sial!"
"UNTUNG AKU MEREKAMNYA, aku akan membagikannya di akun ku!"
"AKHHH CPKU PASTI NYATAA."
"TUAN ARKAN, kamu terlalu manis!"
Melihat rasa malunya Arkan tidak berkata apa-apa, dia lalu membawa barang untuk tempat teh susu mereka, "Ayo pergi," pinta Arkan dengan pergi terlebih dahulu.
Elara menyentuh ujung hidungnya yang tidak terasa gatal, lalu mengikuti langkah Arkan dengan kikuk. Penonton dibuat tertawa melihat Elara yang masih merasa malu.
Di bawah teriknya sinar matahari, ada sepasang manusia yang bayangannya tumpang tindih, yang satu tinggi dan tegap, yang lainnya tinggi dan ramping. Bayangan itu kadang membuat siluet yang terlihat menyatu.
Topi hitam yang bertengger diatas kepala Elara terlihat menyatu, dengan rambut hitamnya yang tergerai, Arkan memasukkan satu tangannya ke dalam saku. Sesekali melirik kearah Elara, antisipasi jika istrinya akan jatuh dalam langkahnya, sejuknya angin membuat keduanya merasa segar kembali.
Tak ada kata, tak ada suara, suasana mereka terasa hangat bukan karena matahari, tapi karena jalan berdampingan begitu dekat. Dan tidak terasa jauh dalam jaraknya.
**
"Panas sekali! Aku sudah tidak tahan memakai kostum ini," ucap Ayla dengan nada mengeluh kepada Alira. Dia melepas kostum kepala beruang, dan dengan cepat dia meminum air putih membuat Alira menatap datar.
"Emangnya cuman kau doang yang kepanasan? Aku juga kepanasan! kita baru mengumpulkan uang 200 ribu, kurang 50 ribu lagi untuk mendapatkan makan siang," Ayla sudah tersulut emosi yang mendengar Ayla terus-menerus mengeluh.
Padahal tugasnya cuman mengenakan kostum boneka, dan kalau lelah menari dia boleh berdiri diam. Sedangkan Alira langsung terkena teriknya sinar matahari. Mulutnya sudah serak dan kebas untuk bernyanyi maupun memainkan harmonika kecil.
Kali ini mereka istirahat sebentar dibawah pohon, menikmati angin sepoi-sepoi yang membuat tubuh Alira merasa nyaman, duduk dengan alas kardus bukanlah masalah bagi Alira, sedangkan Ayla berdiri diam merasa jijik.
"Aku cuman mengeluh saja, bukannya tidak mau bekerja," ujar Ayla dengan nada gemetar, dia menundukkan kepalanya seakan ingin menangis.
Mendengar nada kepura-puraan itu, Alira menahan untuk tidak memutar bola matanya, baru kali ini dia berurusan dengan orang yang tidak tahu malu!
"Aku muak mendengar nada mengeluh mu berkali-kali! jangan sok sedih disini, aku tidak butuh tangisan mu! Jika ingin cepat selesai sebaiknya kau lebih aktif lagi untuk membuat penonton senang."
Jari-jari Ayla terkepal gemetar dalam kostum bonekanya, dia tidak berkata apa-apa dan diam-diam mengeluh dalam hatinya.
Menyebalkan sekali Alira! cepat atau lambat aku akan membalas mu!
Penonton menggelengkan kepalanya, merasa kecewa dengan perilaku Ayla.
"Perkataan Alira tidaklah salah, akupun berkali-kali mendengar Ayla mengeluh terus sudah merasa muak."
"Mengeluh kan manusiawi! Apa salahnya mengeluh?"
"Dasar tidak masuk akal! kau tidak melihat Ayla terus mengeluh, dan kerjanya asal-asalan? Kalau aku jadi Alira juga udh marah."
"Alira saja yang terlalu emosional, padahal cuaca gini panas dia mengusulkan untuk memakai kostum!"
"Hei jangan salah, dengan idenya dia. Idolamu yg malas-malasan itu bisa mengumpulkan uang tau? Lihat siapa yang bekerja keras dari tadi?"
"Bro, jangan berbicara dengan fans-nya Ayla. Semuanya adalah orang gila."
"Aku kecewa dengan Ayla, ternyata karakternya seperti itu."
"Jangan menghina Dewi kami! Dia seperti itu karena memang manusiawi kok! kayak kalian tidak pernah mengeluh saja."
Sutradara Bayu menggelengkan kepalanya melihat komentar di siaran langsung Alira dan Ayla, dia mengangkat tangannya, dan berkomunikasi lewat walkie talkie dengan juru kamera, "Lebih sedikit kamera untuk Ayla, perbanyak untuk Alira, ambil close up untuk Alira saat menikmati angin sejuk."
Para staf mengikuti instruksi Sutradara Bayu, tanpa banyak bertanya. mereka juga mengerti kebencian sutradara Bayu kepada Ayla.
Kamera menyoroti wajah Alira yang duduk bersandar dibawah pohon rindang, rambutnya berayun pelan mengikuti hembusan angin sejuk, beberapa helai menempel di pipinya. Dia duduk diatas kardus yang terlihat sederhana. Dengan mata setengah terpejam menikmati semilir angin, bibirnya tersenyum samar terlihat menawan, komentar seketika hening ketika melihat betapa damainya dan lembutnya wajah Alira saat ini. Yang terlihat sangat kontras saat membuka mata sepenuhnya.
Sutradara Bayu mengangguk puas melihat efeknya, dia akan menaikkan gaji juru kamera satu ini.
...----------------...