Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Hanya aku
"Terima kasih ya Fa," ucap Yasna.
"Sama-sama, gue balik dulu, baik-baik ya lo," ucap Fazilah.
Yasna hanya mengacungkangkan jempol sambil tersenyum, tanda mengiyakan ucapan Fazilah.
"Assalamualaikum," pamit Fazilah.
"Waalaikumsalam," sahut Yasna.
Mobil yang dikendarai Fazilah meninggalkan rumah Yasna, setelah tak terlihat lagi segera Yasna memasuki rumahnya, entah kenapa saat ia memasuki rumahnya semua terasa berbeda, rasa hangat dan penuh cinta yang ia rasakan dulu semua hilang tak berbekas, Yasna mengamati setiap sudut rumah ini, rumah yang sudah lima tahun ini mereka tempati, begitu banyak kenangan yang sudah tercipta di rumah ini dan mungkin akan sangat sulit melupakannya, setetes air mata tanpa dikehendaki akhirnya meluncur dan mengalir semakin deras.
"Astaga Non! Bibik khawatir sama Non, tadi Tuan telphon menanyakan keberadaan Non Yasna," ujar Bih Rahmi.
Yasna mengusap air matanya mencoba untuk terlihat baik-baik saja, setelah beberapa menit terdiam Yasna bertanya pada Bik Rahmi.
"Aku ingin bertanya sama Bibik dan aku harap Bibik berkata jujur," ucap Yasna yang diangguki Bik Rahmi.
"Sejak kapan Bibik mengetahuinya?" tanya Yasna tersenyum miris.
Deg
"A apa maksud Non Yasna?" tanya Bik Rahmi.
"Tanpa aku jelaskan Bibik sudah tahu maksudku, yang sangat tepat dengan apa yang Bibik pikirkan," ucap Yasna.
Yasna bertanya seperti itu bukan tanpa alasan, karena Bik Rahmi yang ia kenal selalu bertanya apa yang terjadi padanya jika merasa ada sesuatu yang aneh pada Yasna, tapi sekarang melihat Yasna yang sudah jelas tidak baik-baik saja, Bik Rahmi tak bertanya apapun, malah lebih sibuk menjelaskan jika Zahran mencarinya.
"Sejak kapan Bik?" tanya Yasna lagi.
"Lima tahun yang lalu," jawab Bik Rahmi pelan dan menunduk.
Deg
Lima tahun? jadi sudah sejak lama semua ini Zahran lakukan dan dengan bodohnya ia tak tahu apapun, Bahkan Bik Rahmi saja tahu, kenapa dia tidak tahu? Sepertinya hanya dia yang bodoh disini.
"Jadi sejak awal Bibik sudah tahu? Apakah itu juga alasannya kenapa aku tidak boleh pergi kemanapun? Dan selalu dikawal jika harus pergi? Ah, aku jadi teringat kejadian waktu di Mall dulu, berarti yang aku lihat itu benar Abang? Apa Bibik yang memberitahunya bahwa aku disana?" tanya Yasna beruntun.
"Maaf Non," jawab Bik Rahmi menundukkan kepalanya, sunggih Bik Rahmi juga merasa bersalah pada Yasna, karena selama ini Yasna memperlakukannya seperti Ibunya sendiri.
Duarrr
Bagai petir yang menyambar, Yasna sudah tidak mampu lagi berdiri tegak, dua kata yang Bik Rahmi ucapkan mampu meruntuhkan pertahanan yang sedari tadi ia coba dirikan sebelum memasuki rumah ini.
"Apa Pak Zaki juga mengetahuinya?" tanya Yasna, Pak Zaki adalah Satpam di rumah Yasna saat ini.
"Tidak karena Pak Zaki baru dua tahun disini, Pak Udin yang mengetahuinya," jawab Bik Sari, Pak Udin adalah Satpam lama di rumah Yasna.
Dengan langkah gontai dan pandangan yang kosong ia berjalan memasuki kamarnya, begitu sampai didalam kamar Yasna mengunci pintu, tubuhnya bersandar pada pintu yang sudah tertutup, air mata yang sedari tadi hanya menetes kini semakin deras, Bik Rahmi yang berada didepan kamarnya pun menutup mulutnya agar tangisannya tak terdengar kedalam.
Tangisan pilu nan menyayat hati semakin terdengar, Bik Rahmi yang sudah tidak tahan pun menghubungi Zahran agar segera pulang, tanpa Bik Rahmi tahu bahwa saat ini Zahran tengah mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, ia ingin secepatnya sampai di rumah.
*****
"Yah, perasaan Ibu kok nggak enak ya!" ujar Alina, yang saat ini tengah gelisah, entah kenapa sedari tadi siang perasaannya gelisah dan semakin malam semakin tak menentu.
"Maksud Ibu apa?" tanya Hilman.
"Entahlah, tiba-tiba perasaan Ibu tidak tenang, Ibu kepikiran Yasna," jawab Alina.
"Ibu tadi kan sudah dengar dari Fazilah kalau Yasna baik-baik saja, Yasna juga sudah kirim pesan kan sama Ibu kalau dia pulang ke rumahnya," ucap Hilman mencoba menenangkan sang istri..
"Justru itu membuat Ibu semakin yakin terjadi sesuatu sama Yasna, setelah mengirim pesan ponsel Yasna nggak aktif, waktu Ibu telpon ke ponselnya dia nggak angkat sama sekali, padahal Ibu tahu kalau saat Yasna tidur, dia mudah sekali dibangunkan," tutur Alina.
"Bu, sebaiknya kita berdo'a saja mudah-mudahan semua baik-baik saja, sekarang Ibu ambil wudhu lalu sholat biar perasaan Ibu tenang, jangan lupa do'akan Yasna juga," ujar Hilman.
"Iya Yah," sahut Alina berlalu memasuki kamarnya.
Setelah kepergian Alina, Hilman menghela nafas panjang, Hilman juga sama seperti Alina yang saat ini sedang mengkhawatirkan Yasna, ia tahu jika Yasna tidak mau mengangkat telpon berarti ada dua kemungkinan, yang pertama dia sedang marah dan yang kedua karena dia sedang bersedih, pilihan yang pertama sudah pasti tidak mungkin jadi hanya tinggal satu jawabannya yaitu dia sedang bersedih, masalahnya dia bersedih kenapa? Ingin sekali Hilman mendatangi Rumah anaknya tapi ini sudah sangat larut, tidak mungkin ia bertamu malam-malam.
Hilman berdo'a dalam hati, apapun yang terjadi pada putrinya saat ini semoga putrinya bisa melewatinya dengan baik.
*****
Suara mobil memasuki halaman rumah saat menjelang pagi, seorang laki-laki dengan tampilan yang sudah berantakan turun dari mobil dan segera berlari memasuki rumah.
Ceklek
"Bik, dimana Yasna?" tanya Zahran.
"Ada di kamar Den," jawab Bik Rahmi.
Segera Zahran menuju dimana letak kamarnya, tak ia perdulikan bagaimana kacaunya penampilannya kini.
Tok tok tok
"Sayang tolong buka pintunya, Abang akan jelasin semuanya, kamu mau tanya apa saja akan Abang jawab, ayo Sayang buka!" pinta Zahran.
Tok tok tok
"Sayang, jangan seperti ini, ayo kita bicara," lanjut Zahran, namun sepertinya Yasna enggan menanggapinya, tak ada sahutan apapun dari dalam kamar.
"Bik, tolong ambil kunci serepnya!" pinta Zahran.
"Kuncinya sudah diambil Non Yasna Tuan," sahut Bik Rahmi.
Zahran mengacak rambutnya kasar, ia tidak punya pilihan lain selain menunggu Yasna membuka pintu, akhirnya ia memilih tidur disofa depan kamar mereka.
Langit masih gelap seperti suasana hati Yasna kali ini, Yasna terbangun dari tidur diliriknya jam diatas meja yang menunjuk angka tiga, karena terlalu lama menangis mata Yasna jadi bengkak suaranya pun serak.
Yasna keluar dari kamar dilihatnya laki-laki yang tidak ingin ia lihat tengah tertidur diatas sofa, Yasna berlalu tanpa membangunkan Zahran menuju dapur dan segera membuat dua gelas teh hangat, Yasna membawa dua gelas teh keluar rumah menuju pos Satpam, disana nampak Pak Zaki yang masih terlelap, Yasna duduk di kursi depan pos satpam tanpa membangunkan Pak Zaki karena sepertinya Pak Zaki juga kelelahan, ia meletakkan gelas diatas meja tanpa sengaja membangunkan Pak Zaki.
.
.
.
.
.