Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Dita merasa senang karena berhasil mendapat boneka incarannya. Ella sedang berjuang agar bisa mendapat boneka kucing lucunya itu.
Sedangkan di dalam salah satu rumah sederhana. Sendi yang baru saja pulang dari rumah sakit, kini sedang duduk di tepian ranjang sang Ayah. Sendi terlihat menatap sang Ayah yang berbaring lemas di atas tempat tidur. Sang Ayah sedang tertidur setelah kata mas Edi dia sempat pingsan.
"Mas, sebenarnya apa yang membuat ibu pingsan?" tanya Sendi pada mas Edi yang baru saja masuk ke kamar Ayah dengan membawa segelas air putih. Mas Edi meletakan minum itu di atas meja kecil samping ranjang Ayah.
"Harusnya kamu nannya sama mbakmu. Mas nggak tahu, soalnya tadi mas ke kebun. Mas pulang cepat karena mbak kamu yang nelpon, katanya ibu pingsan,"
"Aku sudah nannya sama mbak Haya tapi nggak di kasih tahu. Mbak Haya cuma diem aja pas aku nannya,"
"Kata mbak mu, tadi ibu baru aja makan. Habis itu Ibu pergi ke kamar mandi. Eh tiba-tiba ibu teriak, mbak mu kaget dan langsung ke kamar mandi dan di sana Ibu sudah keliatan lemas, terus pingsan. Mbak mu bilang begitu tadi," Edi bercerita dia juga ikut duduk di samping Sendi.
Sendi mengangguk paham. Kedua matanya menatap Ayah yang tertidur pulas. "Ibu yang pingsan Ayah jadi ikutan pingsan. Sesayang itu ya, Ayah sama Ibu,"
Mas Edi menghembus napas pelan. "Kita bicara di luar aja. Takut ganggu Bapak," katanya dia keluar kamar Ayah dan di ikuti oleh Sendi di belakangnya. Mereka duduk di ruang tamu yang cukup sederhana.
"Kamu masih pake baju sekolah. Ganti dulu sana besok masih di pake, kan?"
"Iya. Masih, Mas."
"Ya sudah ganti baju dulu aja,"
"Iya."
Sendi pergi ke kamarnya yang ukurannya kecil. Dia mulai mengganti seragam dengan baju rumahan. Kaos warna merah dan celana basket warna hitam. Setelahnya dia keluar kamar perutnya sudah minta di isi makanan lagi.
Sendi menuju dapur kecil ibunya yang di sana masih ada tungku. Sendi melihat meja yang biasanya ada nasi serta lauk pauknya. Sendi membuka tudung saji di sana terlihat hanya ada nasi, sambal terasi dan tempe goreng. Ada satu mangkuk lagi tapi sudah kosong terlihat dari bekasnya, di sana tadi ada sayur kacang.
Sendi mengambil piring dia mulai mengambil nasi bertepatan dengan Mas Edi yang muncul di dapur juga.
"Sayurnya habis, tadi udah mas makan. Tinggal tempe goreng sama sambalnya aja."
"Nggak apa-apa. Masih bisa di makan kok ini." Sendi mulai mengambil satu tempe goreng dan menuangkan sambal di atasnya.
"Bentar. Mas belikan telur aja ya. Tapi nanti kamu goreng sendiri,"
"Nggak usah mas. Ini udah cukup kok."
"Kasian, kamu pasti laper. Pokoknya tunggu, biar mas belikan telur dulu,"
"Ya udah, aku aja yang beli, Mas," Sendi tidak ingin membuat suami mbak Kiki itu repot. Biarlah Sendi yang beli dan menggorengnya sendiri. "Biar mas bisa jagain Ayah di rumah,"
"Ya udah. Nih," Mas Edi memberi Sendi uang lima puluh ribu. "Nanti kembaliannya buat kamu aja."
Sendi mengangguk. "Makasih Mas."
"Sama-sama."
Sendi berjalan keluar rumah dia menuju warung yang letaknya tidak jauh dari rumah. Paling hanya melewati enam rumah saja dan jarak rumah itu pun sangat dekat jadi tidak begitu memakan waktu dan tidak membuat Sendi semakin kelaparan.
"Lagian ibu dulu juga jualan telur dan buka warung kecil-kecilan tapi kok bisa ya mulai dari gue kelas dua SD ibu nggak jualan lagi?" sambil berjalan menuju warung Sendi menggumam sendiri. "Apa mungkin jualan ibu kalah sama warung baru ya? Yaaa bisa jadi sih,"
Tidak sampai bermenit-menit Sendi sampai di warung mbah Sutar. Dia menekan bel khusus. Bertepatan dengan ponsel yang di saku celana basketnya berdering. Sendi mengambil ponselnya layarnya menyala menampilkan nama kontak mbak Haya di layar itu. Dan saat itu pula Sendi baru menyadari bahwa mbak Haya belum sampai di rumah.
"Hallo, mbak? Kenapa?"
"Ibu mau di bawa pulang. Ibu meninggal,"
"APA..?!!! Ibu meninggal?" saat itu juga Sendi merasa hatinya di remas, terasa sakit, terasa hancur, perasaannya terasa bercampur aduk.
"Iya. Kasih tahu orang rumah ya,"
...----------------...
Waktu telah berlalu malam minggu sudah berganti hari senin. Artinya hari ini sudah waktunya sekolah lagi.
Ella sudah selesai sarapan sudah pamitan pada orangtuanya. Sekarang dia sudah ada di atas motornya. Siap laju ke sekolah.
Begitu sampai di sekolah Ella bisa melihat Dita yang berlari ke arahnya. "Kenapa lo?" tanya Ella sambil melepas helm yang dia pakai, helm baru yang di beli kemarin bersama Dita. Saat Dita sudah berdiri didepannya.
"Gue nungguin elo lah."
"Nungguin gue?" Ella turun dari motor dia menatap Dita tak percaya. "Tumben banget nggak sih? Biasanya lo nggak segitunya deh sampe nyamperin gue ke parkiran, kenapa?"
"Temenin gue ngasih helm-nya dong. Gue takut nih,"
"Lah, lo nakutin apaan? Kan kemarin tuh cowok biasa aja, nggak ada tuh dia marah ke kita,"
Ella mendorong bahu Dita pelan supaya berjalan menuju ke kelas mereka. Dita dan Ella memang satu kelas. Satu meja juga.
"Iya sih."
...----------------...
Hari sudah siang waktu sudah menunjukkan pukul 02:15 menit. Artinya kelas Dita dan Ella sudah selesai. Bukan hanya kelas Dita. Tapi satu sekolahan sudah waktunya pulang.
Dita dan Ella berencana akan memberikan helm yang di beli pas malam minggu kemarin sekarang ini. Dita meminta Ella untuk menemaninya menunggu cowok itu di parkiran.
"Sumpah, mata gue pegel dari tadi lo suruh gue buat nyari muka tuh cowok di antara siswa sebanyak ini. Gi.la lo, Dit.."
"Bukan cuma mata lo, El. Mata gue juga nih," Dita juga ikutan mengeluh. "Apa gue titip di pak satpam aja ya,"
"Lo ngomongnya gimana?"
"Tinggal bilang gini. Pak, saya nitip helm ini ya buat cowok yang kemarin jatuh di parkiran pas hari sabtu,"
Ella mengangguk dia setuju dengan ide Dita. "Boleh juga ide lo."
"Ya udah, gue ke satpam dulu. Lo cukup nunggu di sini aja."
Ella mengangguk. Sambil menunggu Dita, Ella naik ke atas motornya dia akan menunggu Dita di sana. Biar kakinya nggak capek berdiri. Supaya tidak bosan Ella mengeluarkan ponsel, dia ingin scroll tik-tok-nya sebentar.
"El...!"
Baru melihat satu video suara Dita yang memanggilnya terdengar. Ella menoleh. Ella masih bisa melihat Dita yang kembali masih dengan helmnya yang tadi. Satu alis Ella terangkat.
"Lho? Helm-nya?"
"Pak satpam nggak inget kejadian kemarin. Dia nyuruh gue ngasih sendiri. Ah, nyebelin banget nggak sih?"
"Hahahaaa... keknya dia jodoh lo Dit,"
Dita mende.lik. "Jodoh lo. Cowok itu jodoh lo. Gue yakin banget..!" sewotnya.
"Idiiihhh... Apaan sih?" Ella tak terima. "Masih SMP juga, malah ngomongin jodoh. Mau nikah muda ya lo?"
"Ya kan lo yang mulai, ya berarti lo yang mau nikah muda dong, hahahaaa..."
"Ih, apaan sih? Nggak ya..!" giliran Ella yang sewot.