Aizha Adreena Hayva harus bertarung dengan hidupnya bahkan sebelum ia cukup dewasa, berhenti sekolah, mencari pekerjaan dan merawat adiknya karena orantuanya meninggal di malam yang sunyi dan tenang, bahkan ia tak menyadari apapun. bertahun-tahun sejak kejadian itu, tak ada hal apapun yang bisa dia jadikan jawaban atas meninggalnya mereka. ditengah hidupnya yang melelahkan dan patah hatinya karena sang pacar selingkuh, ia terlibat dalam one night stand. pertemuan dengan pria asing itu membawanya pada jawaban yang ia cari-cari namun tidak menjadi akhir yang ia inginkan.
selamat menikmati kehidupan berat Aizha!!
(karya comeback setelah sekian lama, please dont copy my story!)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 08
Aizha terduduk dengan lesu di salah satu bangku taman, tatapannya suram dan lesu. Hari ini tiba-tiba saja hal yang tak pernah Aizha bayangkan sebelumnya terjadi, atau setidaknya tak secepat ini, Aizha harus berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa dia kini sudah dipecat dari restoran tepatnya bekerja. Mereka tidak memberikan alasan yang jelas atas pemecatan Aizha, hanya mengatakan bahwa mereka dengan berat hati harus memberhentikan Aizha.
Hanya ada slip gaji terakhir di tangan gadis itu dan otaknya terus berputar mengingat-ingat apa yang pernah ia lakukan sampai-sampai dirinya harus berhenti bekerja dari restoran tersebut. Namun tak ada satu hal pun yang bisa Aizha pikirkan untuk membenarkan hal itu, minggu ini, bulan ini, ataupun dalam tahun ini, dirinya bekerja seperti biasa, datang tepat waktu, tidak memecahkan alat makan apapun maupun memiliki masalah apapun dengan para tamu mereka yang datang.
Aizha menghela napas berat lalu mengusap pipinya, tak ada waktu untuk menangis dan menangis bukan solusi yang bisa memecahkan permasalahannya saat ini. gadis itu tidak bisa hanya mengandalkan gaji dari toserba saja karena itu tidak mencukupi, ada berbagai kebutuhan Nuka yang harus dipenuhi oleh dirinya dan dia juga harus membayar uang sekolah adiknya itu. Aizha bertekad untuk mencari pekerjaan lain, pekerjaan yang lebih baik, walaupun dia sadar tanpa ijazah SMA apalagi sarjana dia akan sangat sulit untuk menemukan pekerjaan yang layak, namun Aizha tak ingin menyerah, ia ingin berusaha sekeras yang ia bisa untuk memberikan kehidupan yang layak bagi Nuka, Aizha sudah bertahan sejauh ini dengan semua tekanan yang ia hadapi hanya karena ingin memberikan Nuka kebahagiaan yang pantas ia miliki.
Tangan Aizha mulai bergetar, pandangannya menjadi tidak fokus dan dadanya sesak, serangan panik itu kembali, mulai menguasainya secara perlahan. Aizha merasakan tanah yang ia pijaki terasa seperti bergerak dan berputar-putar, kepalanya menjadi semakin pusing setiap saat. Aizha bangkit dari duduknya dan terhuyung-huyung berjalan, dirinya hampir saja jatuh ke tanah hingga sebuah tangan menahan tubuhnya. Aizha hanya menundukan kepalanya sambil mencoba untuk bernapas dengan normal, sedangkan orang yang menahan tubuhnya mulai mengangkat tubuh Aizha dan membawa gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Setelah duduk di mobil dan bergerak menjauh dari sana, Aizha baru menyadari bahwa orang itu adalah Caiden. Pria itu tidak mengatakan apapun dan hanya terus fokus mengemudi. Aizha memalingkan wajahnya keluar jendela dan tetap mencoba meredakan serangan paniknya, mengepalkan kedua tangannya yang basah oleh keringat erat-erat.
Setelah panik Aizha reda, mobil itu berhenti di suatu tempat, sebuah restoran asia. Caiden mengajak Aizha untuk turun. Aizha memesan seporsi ramen dan thai tea sedangkan Caiden memesan sushi dan macha. Aizha mulai bertanya-tanya bagaimana tiba-tiba dia bisa berakhir disini dengan pria ini. mereka hanya makan dalam diam tanpa ada satupun yang membuka percakapan hingga makanan masing-masing hampir habis, selama dalam diam tersebut, Aizha terus saja berpikir apa yang ada di dalam pikiran Caiden, pria itu terlihat sangat tenang.
“so, what happen? You look not really good” setelah sekian lama akhirnya Caiden buka suara, memecahkan keheningan diantara mereka. Aizha mendongakkan kepalanya dan menatap lurus Caiden, pria itu telah selesai dengan urusan makannya dan bahkan sudah mengelap mulutnya dengan tisu.
“yeah eum… itu… gak ada, bukan apa-apa, I’m good” jawab Aizha dengan ragu-ragu lalu kembali menunduk.
“you sure?” tanya Caiden lagi dengan sebelah alis terangkat.
“yeah tentu” Aizha mengangguk beberapa kali.
Setelah makan mereka kembali ke dalam mobil, Caiden kembali melajukan mobilnya di jalanan dengan kecepatan sedang.
“kalau kamu punya masalah bicarakan saja denganku, akan ku bantu sebisaku” kata Caiden lembut bahkan tanpa menatap Aizha yang duduk dengan tenang disampingnya dengan tatapan kedepan.
“iya tentu, terima kasih, aku baik, tak ada masalah apapun” tentu saja bohong, namun apa gunanya berbicara dengan Caiden tentang betapa rumit kehidupannya pada pria itu, Aizha masih ingat bagaimana Rafy menghancurkannya dan semua masalah yang disebabkan oleh kerusakan itu dan tentu saja Aizha tak ingin itu terulang lagi dengan kembali percaya dan membuka diri pada orang baru walaupun dia merasa senang dan tenang berada di sekitar Caiden.
Malamnya Aizha duduk sendirian di ruang tamu setelah meniduri Nuka di kamar. Di depannya penuh dengan kertas dan koran-koran, handphonenya juga dari tadi sibuk, dia sedang mencari lowongan pekerjaan, namun sangat sulit menemukan yang pas. Beberapa kali Aizha menghubungi toko-toko yang ada di koran tersebut dan mereka selalu mengatakan lowongan sudah terisi atau mereka sudah menutupnya. Aizha merasa sangat frustasi dengan keadaannya saat ini hingga tiba-tiba lampu rumahnya padam, gelap langsung menguasai seluruh ruangan yang ada di rumah itu membuat Aizha tak bisa melihat apapun. Gadis itu hanya duduk diam sambil mendengarkan suara-suara disekitarnya hingga lama-lama matanya dapat beradaptasi dengan kegelapan tersebut. Gelap dan sepi itu terasa seperti melahap Aizha , menelannya sendirian dan meninggalkan sedikit ketakutan pada diri Aizha.
Sangat jarang lingkungan mereka terjadi pemadaman listrik, namun malam ini setiap rumah diselimuti kegelapan. Dengan senter dari handphonenya, Aizha bergerak ke kamarnya, Nuka bahkan tidak terbangun dari tidurnya hanya karena permasalahan listrik tersebut, dengan perlahan dan hati-hati Aizha membaringkan tubuhnya diatas ranjang tepat di samping tubuh adiknya, mematikan senter dan mulai tertidur sambil memeluk tubuh kecil anak itu.
Pagi-pagi sekali Aizha telah bersiap-siap dengan rapi, hari ini dia berencana untuk mencari pekerjaan sambil mengantar Nuka terlebih dahulu. Namun setelah sarapan dan saat keluar dari rumah sambil mengandeng Nuka, mereka melihat rumah tepat di seberang rumah mereka sangat ramai oleh warga-warga dan polisi, ada pembatas polisi yang terbentang mengelilingi pagar rumah tersebut dan beberapa mobil polisi juga ambulan terpakir disana. Apa yang terjadi?
Semua petugas terlihat sangat sibuk keluar masuk dari rumah tersebut, sedangkan warga ribut-ribut menonton dari balik pembatas polisi tersebut. Aizha berjalan mendekati kerumunan orang tersebut dan bertanya pada seorang wanita berumur 40 tahunan yang juga tinggal di lingkungan tersebut. Wanita itu menjelaskan bahwa 3 orang yang tinggal di rumah tersebut ditemukan meninggal tadi subuh oleh tetangga mereka. Aizha tentu saja sangat kaget mendengar hal tersebut, ini sudah yang kedua kalinya penemuan mayat terjadi di lingkungan ini, apa seorang pembunuh berantai sedang berlalu lalang dan beraksi dengan bebas di daerah ini atau semua ini hanya kebetulan saja.
Sorenya saat Aizha kembali dari rumah, rumah seberang sana telah sepi, hanya pembatas polisi yang masih terpasang persis seperti tadi pagi, tak ada lagi satupun orang maupun petugas polisi yang berada di kawasan rumah tersebut. Dia belum menemukan pekerjaan apapun dan toserba tepatnya bekerja tutup hari ini. setelah mandi Aizha duduk di sofa depan TV, Nuka masih bermain di rumah Anne. Kini berita tentang insiden rumah seberang telah disiarkan.
Ditemukan mayat satu keluarga meninggal dirumah mereka pada pagi dini hari, ibu ditemukan mati di dapur dengan sejumlah luka tusukan, ayah ditemukan di kamar utama dengan keadaan tergantung, dan sang anak ditemukan tak jauh dari ayah dengan luka benturan alat tumpul di bagian kepala dan badan. Hasil otopsi ditemukan obat tidur dalam dosis tinggi di darah ketiga orang tersebut, ibu dan anak memiliki luka siksaan dan tanda-tanda perlawanan, sedangkan sang ayah diduga bunuh diri setelah membunuh sang istri dan anaknya.
Begitulah sang reporter melaporkan berita tersebut. Seingat Aizha saat terjadinya pemadaman listrik pada malam kejadian, tak ada suara ribut-ribut yang berasal dari rumah tersebut, tak ada suara orang bertengkar atau semacamnya, apa kejadian itu terjadi sebelum pemadaman listrik? Entahlah, dia tidak tau apapun.
Setelah penemuan mayat satu keluarga tersebut, Aizha menjadi semakin waspada, dia merasa takut walaupun hakim memutuskan sang ayah pelakunya karena semua bukti merujuk pada hal tersebut, tetap saja Aizha merasa cemas.
Entah karena tekanan yang ia hadapi setelah pemecatan dan tak bisa menemukan pekerjaan baru, atau karena shock yang ia alami dengan fakta ada satu keluarga yang meninggal tepat di seberang rumahnya membuat Aizha tak tenang, berkali-kali ia bangkit untuk melihat keluar jendela dan mendapati rumah tersebut gelap gulita tanpa ada satupun lampu yang menyala dan berkali-kali juga Aizha takut dan merasa seperti ribuan mata tengah menatapnya dengan lekat dari dalam rumah yang diselimuti kegelapan tersebut.
Setelah beberapa minggu mengalami tekanan berat, Aizha memutuskan untuk beristirahat sejenak, mengajak Nuka yang juga tengah libur karena telah lulus TK kembali ke kampung halaman mereka, kembali kerumah tempat mereka dilahirkan. Perjalanan mereka ditempuh beberapa jam dengan menaiki bus. Mereka berangkat sore dan baru sampai tengah malam. Dengan mata yang setengah terbuka menahan kantuk, Nuka berjalan dengan tertatih-tatih sambil digandeng oleh Aizha. Jalan setapak yang mereka lalui masih sama seperti yang ada di ingatan Aizha. Ini pertama kalinya mereka kembali ke sini setelah kejadian itu terjadi dan tentu saja ini terasa sangat baru bagi Nuka yang tak memiliki ingatan apapun tentang tempat ini.
Mereka tak sempat melihat-lihat tempat tersebut karena terlalu lelah dengan perjalanan panjang yang baru saja mereka lakukan. Mereka berdua memutuskan untuk langsung tidur saja dan melakukan ini itu besok pagi. Aizha membiarkan lampu kamar tetap menyala karena setelah bertahun-tahun ini pertama kalinya mereka kembali kesini, tentu saja ada rasa cemas dan takut. Mereka tidur di kamar Aizha dulu, kamar itu tidak banyak berubah selain semua hal telah menjadi usang dan memudar. Boneka-boneka favoritnya dulu bahkan sudah tak jelas lagi bentuknya, semua hal dalam rentan waktu beberapa tahun semenjak ia keluar dan meninggalkan rumah tersebut, rumah yang dibangun kedua orangtuanya dengan jerih payah mereka, rumah impian mereka kini tidak berarti apapun lagi selain bangunan usang yang ditinggalkan.
betul2 akhir yg maniis
turut berbahagia untukmu Aizha semoga yg tersisa tinggal bahagia sj ya Zha