NovelToon NovelToon
Sang Pewaris Tersembunyi

Sang Pewaris Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Identitas Tersembunyi / Elf
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Momoy Dandelion

Dalam bayang-bayang dendam, kebenaran menanti untuk diungkap.
Acalopsia—negeri para elf yang dulu damai—kini gemetar di ambang kehancuran. Serangan kaum orc tak hanya membakar ladang, tapi juga merobek sejarah, menghapus jejak-jejak darah kerajaan yang sah.
Revalant, satu-satunya keturunan Raja R’hu yang selamat dari pembantaian, tumbuh dalam penyamaran sebagai Sion—penjaga sunyi di perkebunan anggur Tallava. Ia menyembunyikan identitasnya, menunggu waktu, menahan dendam.
Hingga suatu hari, ia bertemu Pangeran Nieville—simbol harapan baru bagi Acalopsia. Melihat mahkota yang seharusnya menjadi miliknya, bara dendam Revalant menyala. Untuk merebut kembali tahta dan membuktikan kebenaran masa lalu, ia membutuhkan lebih dari sekadar nama. Ia membutuhkan kekuatan.
Dilatih oleh Krov, mantan prajurit istana, dan didorong tekad yang membara, Revalant menempuh jalan sunyi di bawah air terjun Lyinn—dan membangunkan Apalla, naga bersayap yang lama tertidur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil

Angin hangat pagi yang lembut melewati atap-atap berlumut Desa Syrren. Asap tipis mengepul dari bengkel Krov, bercampur wangi arang dan besi panas. Suara denting logam kembali terdengar teratur dan mantap. Seperti detak jantung desa yang pelan-pelan hidup kembali.

Sion duduk di ambang dinding, tangannya memutar sebilah pedang pendek yang baru saja dipoles Krov. Cahaya matahari menyentuh bilahnya, memperlihatkan pola ukiran berbentuk liukan angin di sepanjang sisi tengah. Pedang itu terasa ringan, namun tajam dan seimbang. Bukan senjata biasa.

“Setiap senjata yang kubuat,” ujar Krov sambil menyalakan api di bawah tungku, “harus punya dua hal: niat dan tujuan.”

Sion menoleh. “Apa bedanya?”

Krov mengambil pahat kecil, mulai mengukir pada bilah besi lain yang belum selesai. “Niat bisa berubah. Tapi tujuan harus tetap. Kalau kau membuat pedang hanya untuk bertarung, itu akan menuntunmu ke kematian. Tapi kalau kau membuat pedang untuk menjaga sesuatu... itu akan membawamu pulang.”

Sion menatap pedang di tangannya, kali ini dengan tatapan baru.

Sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, suara langkah cepat terdengar dari arah halaman depan. Seorang pemuda elf berambut hitam kusut dan tubuh kurus tinggi datang tergesa, membawa segulung kain di punggung dan wajah penuh harap.

“Krov!” serunya. “Benarkah... Sissel sudah pulang?”

Krov menoleh tanpa banyak ekspresi. “Mimbo.”

Sion berdiri otomatis, memperhatikan kedatangan pemuda itu.

Mimbo berhenti di ambang bengkel, kaget melihat Sion. Pandangannya berpindah cepat dari Krov ke pemuda asing itu. “Oh... aku kira hanya kau dan Sissel,” gumamnya ragu.

“Dia ke hutan, cari bahan makan,” jawab Krov datar.

Mimbo mengangguk, lalu menoleh pada Sion. “Dia siapa?”

Sion menjawab dengan sopan, “Namaku Sion. Kami bekerja bersama di Tallava.”

“Oh…” Mimbo menyipitkan mata, seolah sedang menilai.

“Apa yang kau bawa?” tanya Krov sambil menunjuk gulungan kain di punggungnya.

Mimbo meletakkannya di meja panjang. Saat dibuka, tampak sebilah tombak patah, sebilah belati tumpul, dan dua batang logam yang belum dibentuk.

“Puing-puing dari gudang tua dekat barat. Kupikir masih bisa dibuatkan sesuatu,” katanya sambil tersenyum. “Dan… yah, kalau Sissel benar pulang… aku sekalian ingin menyambutnya.”

Krov menahan senyum tipis yang tak sempat jadi. “Kau belum berubah, bocah.”

Mimbo tertawa. “Kalau tidak ke sini, aku bisa gila. Ayahku menyuruhku mengawasi gudang anggur sepanjang hari. Padahal aku lebih suka mengasah belati.”

Lalu, ia menoleh lagi ke arah Sion, kali ini dengan alis sedikit terangkat. “Kau siapa sebenarnya? Kenapa ada di sini?”

Sion tetap tenang, suaranya datar namun sopan. “Aku datang untuk belajar pedang dari Krov.”

“Belajar?” ulang Mimbo, suaranya setengah ragu. Ia melirik Krov. “Jadi... sekarang kau menerima murid baru begitu saja?”

Krov menatap Mimbo datar. “Dia datang dengan niat yang kuat. Aku memutuskan untuk melatihnya.”

Mimbo menyilangkan tangan di dada. “Aku sudah lama berlatih di sini. Kalau kau ingin aku jadi teman latihannya… aku ingin tahu apakah dia pantas.”

Sion mengangkat kepalanya. Ia tidak tersinggung, justru ia mengangguk. “Kalau itu perlu untuk membuktikan diriku, aku setuju.”

Krov mengangkat tangan, menghentikan keduanya sejenak. “Tak perlu drama. Kalau ingin saling mengukur, gunakan pedang latihan.” Ia berjalan ke sudut bengkel, mengambil dua bilah pedang kayu yang masih utuh namun berat dan kuat. Ia melemparkan satu ke arah Sion, dan satunya lagi pada Mimbo.

“Jangan hancurkan barangku,” ujarnya pelan.

Keduanya melangkah ke tanah lapang di sisi bengkel. Tak ada sorakan, tak ada penonton. Hanya derik serangga dan nyala tungku yang menjadi latar.

Mimbo mengambil posisi, ringan di kaki, matanya tajam. “Ayo, pekerja Tallava. Tunjukkan apa yang bisa kau lakukan.”

Sion tak membalas ejekan itu. Ia hanya menunduk sedikit, lalu bersiap.

Krov berdiri di antara mereka. “Sampai satu dari kalian menjatuhkan senjata lawannya. Jangan sampai berdarah.”

Ia mundur. “Mulai.”

Mimbo langsung menyerang lebih dulu, cepat dan agresif. Pedangnya menebas ke arah samping—Sion menangkis dengan ayunan halus, lalu berputar ke belakang. Mereka saling menguji dalam gerakan cepat: Mimbo menyerang dari atas, Sion menangkis lalu mencoba menusuk dari samping. Suara kayu beradu memenuhi udara.

Krov mengamati dengan seksama. Gerakan Sion tidak liar. Ia tenang, tak tergesa, namun jelas bukan pemula.

Setelah beberapa menit, Mimbo melompat ke belakang, terengah. “Kau… tidak buruk.”

Sion hanya diam, masih memegang pedang dengan posisi stabil.

Krov melangkah maju. “Cukup. Kau sudah melihatnya sendiri, Mimbo.”

Mimbo mendesah, lalu menyerahkan pedangnya kembali ke Krov. “Baiklah. Tapi jangan harap aku mempermudahmu.”

Sion tersenyum samar. “Aku tidak berharap itu.”

Krov mengangguk puas. “Besok pagi, kita mulai latihan serius. Dan sore ini, kalian bantu aku menyiapkan cetakan besi.”

“Ayah!”

Terdegar suara riang dari kejauhan. Ketiganya menoleh hampir bersamaan.

Sissel muncul dari balik pepohonan dengan rambut merahnya yang tergerai sebagian, pipi memerah karena udara hutan dan peluh kerja. Di tangannya tergantung dua ekor kelinci hutan yang masih segar, bulunya bersih dan tubuhnya gemuk.

“Aku berhasil menangkap dua!” serunya sambil mengayun sedikit tangkapan itu. “Kita bisa makan enak hari ini!”

Tak ada yang langsung menyambut. Ketiga lelaki itu hanya berdiri terpaku, seolah waktu sempat berhenti sejenak.

Sinar matahari pagi menembus sela dedaunan dan jatuh tepat ke wajah Sissel. Rambutnya berkilau seperti helaian api, kulitnya tampak lebih bercahaya dari biasanya. Ada sesuatu yang berbeda dari senyumnya. Bahkan bintik-bintik tanah di pipinya pun tampak seperti hiasan yang tak mengganggu kecantikannya.

Sissel mengernyit. “Kenapa kalian semua menatapku seperti itu?”

Krov, yang menyadari suasana mulai tak terkendali, segera melangkah maju dan menepuk kepala dua pemuda itu dengan cepat.

“Cukup! Turunkan pandangan kalian, dasar bocah,” desisnya sambil menutup mata Sion dengan tangan kiri dan menyodok pelipis Mimbo dengan siku kanan.

“Aduh!” keluh Mimbo.

“Apa-apaan ini?” Sissel melangkah lebih dekat, masih kebingungan.

Krov hanya menggeleng, lalu mengambil kelinci dari tangan putrinya. “Kau dapat ini di mana?”

“Di balik bukit timur. Ada semak berry besar di sana… dan jebakan yang aku pasang ternyata bekerja,” jelas Sissel, masih belum mengerti kenapa suasana menjadi aneh.

Sion memalingkan wajah dan menggaruk tengkuknya. Sementara Mimbo batuk-batuk kecil, berusaha menutupi wajahnya yang memerah.

Krov berdehem. “Kalian bantu bersihkan kelinci ini!” katanya seraya memberikan kelinci hasil buruan itu kepada Sion dan Mimbo.

“Sissel, kau masuk dan siapkan air. Dan tutuplah rambutmu... sebelum satu dari dua bocah ini pingsan.” Ucapnya lagi seraya berbalik dan berjalan menuju ke arah rumah.

Sissel menghela napas panjang. “Astaga… kalian aneh sekali,” gerutunya. Ia pun melenggang masuk ke dalam rumah, namun tak menyadari dua pasang mata tetap diam-diam mencuri pandang di balik bahu.

Mimbo menarik napas pelan, matanya sempat melirik Sion sebelum kembali tertuju pada Sissel. Senyum tipisnya sedikit pudar, ia tak menyangka Sissel akan pulang... bersama orang lain.

1
vj'z tri
ish ish ish rauk kurang jelas brifing nya 🤭🤭🤭 dah tau yang di bawa orc otak nya cuma 1/2 🤣🤣🤣🤣🤣lagian bawa anak orang gak di kasih makan kan jadi lapar 🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
serangan orc tiba tiba ..pasti ada dalang nya ini 😤😡😤😡😤
vj'z tri
kalian salah matahari yang asli masih bersembunyi dia adalah Sion
vj'z tri
pangeran sadar lah akan hati mu sebelum ia pergi dan menghilang 🥹🥹🥹
vj'z tri
semoga Sion di pinjami kitab nya 🤭😁🥳
vj'z tri
naga kah 🤔🤔🤔
vj'z tri
dasar pemuda kurang kerjaan ,😤😤😤😤
vj'z tri
duarrrrr sekarang terbuka sudah biang Lala nya 😱😱😱😤😤😤😤
vj'z tri
pasti ada mata mata 🤔🤔🤔
vj'z tri
iyeee tar lu yang di masak mimbo 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
vj'z tri
terpesonaaaaaa aku terpesonaaaaaa memandang memandang wajah mu yang manissss 💃💃💃
vj'z tri
semangat Thor up nya 🥳🥳🥳
vj'z tri
waktu nya belajar pedang semangat Sion 🎉🎉🎉
vj'z tri
ayo Sion beritahu paman mu 😁😁😁
vj'z tri
aura putra mahkota terlihat cuyyyy 🤩🤩🤩🤩 lanjuttt guysss
vj'z tri
pencuri 😤😤😤😤😤😤
vj'z tri
merindukan paman 😁😁😁
vj'z tri
Sion semoga kau kembali dengan selamat ....petualangan di mulai 🎉🎉🎉
vj'z tri
jangan sampai sissel di tuduh mencuri 🤨🤨🤨🤨🤨
vj'z tri
dukun u gak mempan bro 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 nieville gak tertarik 🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!