"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Hani Bertemu Rani
"Apa?" tanya Hani sedikit terkejut, "kakakku menyelamatkan buruh perkebunan? itu mustahil, heh... dia itu orang yang paling tidak perduli pada orang lain..." tapi Hani menjeda ucapannya.
'Tunggu, dia sepertinya hanya tidak perduli padaku dan orang-orang yang ada di dekatku. Hah siall! kenapa buruh itu bahkan lebih penting dariku!' omelnya dalam hati.
"Maaf nona, aku akan pergi dulu ke perkebunan. Tadi aku dapat kabar, kalau tuan muda ada di klinik. Aku harus pergi kesana!"
"Eh, tunggu pak Kusni. Kak Alarik ada di klinik, aku ikut!"
**
Lalu, di klinik. Rani sudah di pasang perban dan sudah di obati juga. Kakinya terluka, bengkak dan mungkin sementara ini tidak bisa dulu berjalan.
"Bagaimana Rani, dok?" tanya Putra yang begitu terlihat cemas.
"Luka lain cukup ringan, hanya di beri salep saja sudah akan baikan dalam 2 atau 3 hari. Namun kakinya bengkak, mungkin tidak bisa berjalan dulu 2 atau 3 hari. Harus istirahat. Aku akan buatkan resep dan beberapa obat yang ada di klinik, selebihnya sepertinya harus di beli di kota" jelas dokter di klinik.
Putra segera mengangguk. Dan setelah dokter itu pergi, Putra segera menghampiri Rani.
"Kamu dengar itu. Setelah dokter meresepkan obatnya, aku akan membawamu pulang. Aku akan merawat mu!" kata Putra mengusap lengan Rani.
Rani merasa sangat tidak enak, apalagi tadi dia juga sempat membuat beberapa buruh sampai datang ke klinik karena khawatir padanya.
"Maafkan aku Putra..."
Putra meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Rani.
Deg
Dan itu membuat Raja yang mengawasi dari celah pintu menjadi geram.
Rani menepis tangan putra.
"Ck, tanganmu bau!" keluh Rani.
"Hei, kamu ini! tangan ini yang sudah berkontribusi besar tadi. Kamu ini tidak bisa menghargai sama sekali" protes Putra.
Meskipun terkesan protes, tapi sesungguhnya Putra hanya bercanda. Dan itu berhasil, Rani tersenyum mendengar apa yang Putra katakan.
"Jangan tersenyum begitu, aku bisa diabetes"
"Diam!"
"Tidak percaya?"
Rani menggelengkan kepalanya perlahan.
"Bagaimana kamu bisa terluka, apa Raja itu mencelakai mu?" tanya Putra.
Rani segera mengangkat tangannya lalu melambaikan tangannya beberapa kali.
"Tidak... tidak! kak Raja..." Rani menjeda ucapannya.
Raja yang mendengar ucapan Rani, memanggilnya dengan panggilan saat mereka kecil segera menoleh kembali ke arah Rani dari celah pintu.
"Maksudku tuan Raja justru menolongku. Aku mau... mau ambil apel yang cukup tinggi. Tapi terpeleset, dan hampir jatuh ke kubang. Untung ada tuan Raja..."
"Oh, begitu. Baiklah. Mulai sekarang, aku akan pangkas pohon apel itu menjadi pendek. Supaya kamu tidak perlu terjatuh saat mengambilnya di jarak yang tinggi"
"Kenapa begitu. Ini salahku" kata Rani.
"Tidak, ini salah pohon apelnya!"
"Putra"
"Rani"
"Kak Alarik!"
Rani menoleh, dia mendengar suara yang juga sangat familiar dan pastinya sangat tidak dia senang untuk dengar.
"Kak Alarik, apa yang terjadi? kenapa kamu bisa di klinik? apa kamu terluka?"
Hani datang dengan berondongan pertanyaan sambil memperhatikan Putra. Tanpa dia sadari, Rani tengah menatapnya dengan mata merah dan berkaca-kaca.
'Hani, ternyata benar dia. Dia yang akan menjadi calon istri Putra. Dia bukan wanita baik, aku harus bagaimana? Jika Putra menikah dengannya, apa Putra akan bahagia?' batin Rani.
Putra sangat baik, hanya itu alasannya. Rani yang sudah tahu Hani sangat licik. Tidak rela saja kalau sampai orang sebaik Putra menikah dengan Hani. Seumur hidup itu lama.
Meski Hani berusaha menunjukkan perhatiannya pada Putra. Putra terus menerus menepis tangan Hani.
"Diam! tangan kamu ini geratilan sekali! risih tahu!" protes Putra.
"Hani, cukup!" kata Raja sedikit menarik tangan Hani ke arahnya.
"Lagian bukan aku yang terluka. Tapi pacarku!" kata Putra.
Dan apa yang di katakan Putra itu, tidak hanya membuat Hani terkejut. Tapi Rani dan Raja juga.
Putra bahkan segera mendekati Rani dan merangkul Rani.
"Ini Rani, pacarku!"
Mata Hani melotot, apalagi dia merasa familiar dengan wanita yang di rangkul Putra itu.
"Kamu!" pekik Hani sambil menunjuk Rani dengan jari telunjuknya dan melotot ke arahnya.
Putra menoleh ke arah Rani dan Hani.
"Kalian saling kenal!"
"Tidak!" jawab Raja dengan cepat.
"Kakak, dia..." Hani baru mau bicara, tapi Raja menarik tangan Hani dan keluar dari tempat itu.
"Kakak, lepaskan!" kata Hani menghentakkan tangannya.
"Katakan saja kita tidak mengenalnya. Alarik sudah tidak tertarik padamu, kalau kamu ganggu Rani, dia akan semakin membencimu!" peringatan Raja pada Hani.
Hani merasa tidak terima. Kenapa terkesan dia akan mengganggu Rani. Ya, meskipun itu pasti terjadi karena dia menyukai Alarik. Tapi kenapa dia merasa Raja terkesan melindungi Rani.
"Kakak, apa yang kamu katakan? kita jelas mengenalnya. Dia wanita jahat berhati licik. Kak Alarik harus tahu..."
"Dan dia akan semakin membencimu! apa kamu mau seperti itu?" tanya Raja menyela ucapan Hani.
"Kakak..."
"Terserah, kalau kamu tidak percaya. Masuk dan katakan semua tentang Rani pada Alarik. Lihat! dia akan percaya kamu atau Rani?" tanya Raja.
Hani mendengus kesal. Dia menghentakkan kakinya ke lantai klinik. Tanpa harus di praktekkan, dia rasa sudah tahu jawabannya. Alarik pasti akan bela Rani. Karena kemarin bahkan Alarik mengatakan dengan jelas pada Hani, kalau dia tidak setuju menikah dan tidak tertarik sama sekali pada Hani.
"Menyebalkan!" keluh Hani yang langsung pergi dari tempat itu.
Sementara di dalam ruangan, Putra masih menjaga Rani.
"Kamu tidak mau tahu, apa aku benar-benar mengenal mereka atau tidak?" tanya Rani.
Putra menggelengkan kepalanya.
"Aku selalu percaya padamu. Jika kamu bilang tidak kenal pada mereka pun. Aku akan percaya!"
Rani menghela nafasnya.
'Kamu terlalu baik Putra. Aku bahkan semakin merasa tidak pantas untukmu' batin Rani.
***
Bersambung...