Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Dasi
"Oh, tidak apa-apa, Pak. Saya kebetulan sudah selesai duluan jadi Saya serahkan. Mengenai keputusan, tolong beritahu kami agar kami tahu apa kami bisa bekerja sama dengan Bapak atau tidak."
"Oh, ya. Akan kami beritahu. Oya, silakan diminum dulu tehnya." Adam tersenyum ke arah kedua tamunya. Dilihatnya Rendy kembali melirik Eva saat minum.
Tak lama kedua tamu itu pamit.
Saat kedua tamunya sudah pergi, Eva yang baru beranjak berdiri, tiba-tiba jatuh kembali ke sofa. "Ah!" Adam menahannya dan kini pria itu ada di hadapan.
"Eh, Bapak ...." Kedua mata Eva terbelalak.
Wajah Adam terlihat angker. Matanya tajam ke arah Eva. Pelan-pelan wajah pria itu mendekat membuat Eva bergerak mundur ke belakang. "Kenapa kamu membantunya?"
"Eh, apa?" Eva tampak bingung.
"Kenapa kamu membantu si Rendy itu!?" Terdengar deru napas Adam yang berusaha mengatur emosi.
"Bapak kenapa sih? Dia 'kan mau presentasi. Tiba-tiba bahan presentasinya hilang. Sebagai orang yang bisa membantu, kenapa tidak membantunya?" Eva menjawab dengan tenang.
"Kamu tidak dengar tadi!? Dia bilang dia bisa! Apa kamu tidak merasa sedang dimanfaatkan!?" Nada suara pria itu mulai naik.
"Pak ... kalau kita bisa menolong orang lain, kenapa tidak dilakukan? Perkara dimanfaatkan atau tidak itu tidak masalah, yang penting Tuhan tahu kita ikhlas melakukannya."
Adam tertegun mendengar jawaban Eva. Entah kenapa terdengar bijak untuk gadis seusianya. Sedikit lega tapi tidak sepenuhnya membuat Adam meraih tangan gadis itu dan menariknya agar berdiri. "Kalo gitu, ikut aku! Temani aku ke mal!"
"Eh?"
Benar saja. Adam membawa Eva ke mobil. Sepanjang perjalanan, pria itu terus saja menggenggam tangan gadis itu.
Eva sampai bingung melihatnya. "Bapak kenapa?" Diperhatikannya wajah Adam baik-baik dari samping.
Pria itu menoleh. "Kenapa apanya?" katanya balik bertanya. Wajahnya tampak bingung.
"Kayak orang cemburu ...." Eva mengernyit dahi.
Seketika Adam menghempas tangan gadis itu karena kesal. "Siapa yang cemburu!?" Wajahnya terlihat panik. Ia kembali melirik Eva. "Aku cuma ...." Ia bergumam sambil matanya tak tentu harus menoleh ke arah mana. "Aku cuma ... tidak mau kamu curangi aku!"
Mata Eva melebar. "Curangi? Curangi soalnya apa?"
"Kamu sudah menikah denganku, jadi jangan khianati aku!" Setelah itu Adam menatap ke arah depan karena bingung. "Sebenarnya aku maunya apa sih? Kenapa aku jadi bingung begini?"
Tentu saja Eva tak mengerti apa yang barusan pria itu katakan. Apa itu artinya cemburu? "Ah, tidak. Tidak mungkin. Itu pasti khayalanku saja. Tapi ... apa maksudnya ya?"
Diperhatikannya lagi wajah Adam yang masih kebingungan. "Kalau hanya untuk bayi ini harusnya dia tidak semarah itu padaku. Dia tidak mungkin cemburu pada Rendy 'kan?" Namun akhirnya Eva tak ambil pusing dan memilih duduk tenang.
Kembali tangan Adam meraih tangan gadis itu ketika bersandar. Ini membuat Eva kembali menoleh dan menatapnya. Pria itu berusaha menghindari tatapan Eva. "Aku hanya tidak mau kamu mengkhianatiku," gumamnya.
Eva membiarkan saja Adam melakukan itu agar masalahnya cepat selesai.
Saat jalan-jalan di mal, Adam mulai terlihat santai. Mereka berjalan sambil melihat toko dan keramaian. Ketika melewati sebuah toko pakaian untuk pria, Adam berhenti dan menatap Eva. "Aku ingin beli kemeja. Tolong bantu aku."
"Eh? Mmh." Eva mengangguk.
Gadis itu berusaha kooperatif. Ia mencarikan kemeja yang cocok yang sesuai dengan keinginan Adam.
Pria itu berdiri di depan cermin. Ia menatap ke arah cermin, pantulan pakaian yang baru dipilih Eva. Warnanya biru muda, dan sangat lembut. "Apa aku cocok pakai yang warna ini?"
"Bagus, Pak. Bapak jadi terlihat lebih ramah." Eva tersenyum lebar.
Adam memutar tubuhnya ke arah gadis itu. "Ramah? Apa selama ini aku terlihat galak?"
Eva malah tertawa. "Sering, Pak."
Adam tampak sebal. "Apa aku semenyeramkan itu?"
"Tanya saja pegawai Bapak yang lain, pasti setuju dengan ucapanku. Makanya ubah penampilannya biar terkesan ramah."
"Kalau aku terlihat galak, kenapa kamu tidak takut?" Adam mengernyit dahi.
"Mmh? Segalak-galaknya orang tetapi 'kan dia manusia."
Adam memicingkan mata saat menatap ke arah gadis itu. "Apa maksud itu?"
"Mmh? Jangan takut sama manusia, takutnya sama Allah saja. Karena sehebat-hebatnya manusia, hanya Allah yang bisa menghentikannya."
Adam kembali kagum dengan gadis ini. Betapa bijaksana ia dalam berpikir. Ternyata dewasa bukan soal umur, tapi pikiran. Tanpa sadar, Adam mendekat dan mengeccup dahi Eva.
Eva terkejut, begitu juga Adam.
Pria itu terlihat salah tingkah. "Eh ... kemeja ini cocok dengan dasi apa?" Ia mengalihkan pembicaraan.
"Bapak 'kan tidak pernah pakai dasi?"
"Eh, sekarang aku mau."
"Mau dasi?"
"Iya, tolong carikan."
"Ok, sebentar."
Selagi Eva mencari dasi, Adam kembali memandangi dirinya di cermin. Ia memandangi wajahnya lekat-lekat. "Adam ada apa denganmu? Kamu jatuh cinta dengan Eva?" Adam menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Tidak, bukan begitu. Aku merasa dia teman hidupku yang selama ini sepi. Ya, teman hidup. Tidak mungkin aku jatuh cinta padanya. Gadis itu masih anak-anak dan dia juga bukan tipeku. Aku hanya ingin bayinya saja dan ... kalau bisa, ia menemaniku di sisa hidupku." Tiba-tiba Adam mengernyit dahi. "Eh, tapi yang terakhir, bukankah itu pernyataan cinta? Eh, tidak. Tidak mungkin! Aku dan dia hanya punya hubungan bisnis. Ya, hubungan bisnis. Jadi setelah anak itu lahir, kita akan membesarkannya bersama. Aku tidak punya perasaan apa pun padanya."
"Pak, yang ini?" Eva datang membawa sebuah dasi berwarna biru tua ke hadapan Adam.
"Coba tolong pasangkan."
"Apa? Aku tidak tahu cara pasang dasi, Pak," ujar Eva berterus terang.
"Ck, masa gak bisa sih?" Adam mengambil dan melingkarkan dasi itu di lehernya. Ia memperagakan bagaimana cara memasang dasi itu di hadapan Eva. "Nih, lihat ya." Jemari kokoh pria itu dengan cekatan memutar sisi yang satu ke sisi yang lain beberapa kali, lalu membuat ikatan. "Seperti ini. Nanti tinggal dirapikan saja." Sesekali ia melirik Eva memastikan gadis itu menyimaknya. "Bisa 'kan?"
"Eh, iya," jawab Eva ragu.
"Coba kamu bikin!" Adam melepas kembali ikatan itu seperti semula. "Mmh." Ia kembali menatap Eva.
"Sekarang?" tanya gadis itu tak percaya.
"Iya!"
Melihat Adam bersikeras, Eva mulai meraih dua sisi dasi itu dan mulai membuat simpul.
Adam kini bisa memperhatikan wajah gadis itu dari dekat tanpa gangguan. "Sebenarnya dia masih anak-anak tapi wajahnya dewasa juga. Mmh ... manis. Tidak jelek-jelek amat, bahkan mantan pacarnya juga ganteng. Dia harusnya merasa beruntung bertemu aku yang mau menerima bayinya tanpa peduli dengan siapa dan bagaimana kisahnya. Mmh." Adam tersenyum miring setelah memuji diri sendiri.
"Begini, Pak?"
Adam seketika tersadar. Ia menunduk dan mengangkat simpul yang dibuat Eva. Tidak buruk. "Ok, aku beli yang ini ya. Tolong carikan lagi warna lain, karena aku akan pakai dasi ke kantor mulai sekarang."
"Apa?"
"Kamu yang pasangkan ya."
"Eh?"
Adam mendorong kening Eva dengan telunjuknya. "Kok bengong? Ayo kerjakan!"
"Eh, iya, Pak." Eva segera membalik tubuhnya dan bergerak ke arah rak dasi. Mulutnya mulai merengut. "Kenapa tiba-tiba dia jadi pengen pake dasi? Merepotkan saja," gumamnya kesal.
***
Adam baru saja keluar dari kamar ketika ia tak sengaja melihat dari lantai atas, Eva yang berdiri di depan ruang kerjanya. Gadis itu menengok kanan kiri seperti pencuri sambil memegang ganggang pintu. "Mau apa dia di sana? Apa yang dicarinya?" Adam bergegas turun dengan hati-hati agar langkah kakinya tak terdengar. Ia mendekati Eva yang sudah membuka pintu dan melongok ke dalam. "Kamu mau apa?"
Gadis itu seketika berbalik dengan mata terbelalak karena ketahuan. "Eh, Pak ...."
Bersambung ....
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼