sinopsis:
Nama Kania Abygail tiba tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional.
Awalnya Kania mensyukuri itu karna Liam Sangkara, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kini Kania bisa menikmati senyuman Liam dari dekat.
Namun saat setiap kejanggalan Olimpiade ini mulai terkuak, Kania sadar, fisika bukan satu - satunya pelajaran yang ia dapatkan di ruang belajarnya. Akan kah Kania mampu melewati masa karantina pra - OSN fisikanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zuy Shimizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Chapter 8: Semerah Surainya
"Aku hanya ingin mencintai satu orang, tak peduli orang itu membalasnya atau tidak. Yang kuingin hanya menikmati senyumnya dalam diam."
###
"Kania Sakit."
Evan langsung menoleh mendengar kalimat pertama Renatta sebagai teman kamar Kania begitu gadis itu masuk ke ruang belajar. Bahkan Galen yang tak pernah terlalu peduli akan rekan timnya ikut melirik ke arah gadis bersurai hitam itu.
"Kok bisa?" Liam langsung berdiri dari kursinya. "Padahal tadi malam masih keliatan baik-baik aja, kok."
Renatta menoleh pada Liam. Gadis itu menolakkan pinggang dengan mulut yang menganga seolah tak percaya. "Lo? Jadi lo yang bikin Kania gadang semalem?"
"Hah?" Evan menyahut heran. "Kalian kemana aja semalem?"
"Belajar doang, njir. Apa sih lu," Liam mendesis sebal.
"Kania mungkin emang lagi drop, terus banyak pikiran juga. Jadinya kek gini." jelas Renatta secara lebih logis.
"Ya udah, nanti kita jenguk." usul Liam santai.
Evan pun menoleh sembari mengerutkan dahinya. "Kalian pacaran, ya?"
Liam tersentak kecil. Reflek pemuda itu menggigit bibir bawahnya. Merasa pipinya memanas, Liam pun mengalihkan wajahnya dari Evan. "Enggak kok. Gue cuma khawatir, sebagai leader tim ini."
"Iya, sekarang sih enggak. Nggak tau besok," sindir Galen sebelum pemuda itu kembali menenggelamkan kepalanya untuk tidur hingga pengajar datang.
Sejurus usai Galen mengusaikan kalimatnya, wajah Liam kian memerah. Kini bisa ia rasakan dengan jelas debaran yang sama dengan semalam. Ah, sumpah. Liam jadi begitu kacau hanya dengan kalimat orang lain.
Di saat yang sama, Renatta dan Evan pun menyoraki pemuda itu dan membuat Liam kian salah tingkah. Kini hancur sudah wibawa sang Leader di hadapan teman-temannya.
Evan memasang senyumnya yang paling lebar. Kali ini bukan karena ia benar-benar senang, namun untuk menutupi hatinya yang serasa patah.
---- Olimpiade -----
"Aku baik-baik aja kok, Teh. Beneran."
"Kamu kira kita baru tinggal satu atap satu-dua tahun, gitu, sampe Teteh nggak tau bedanya waktu kamu sakit sama enggak?"
Kania menggigit bibir bawahnya. Menang telak sudah si Sabiru itu dengan kalimatnya. Kini hanya tersisa Kania yang terus meneguk ludahnya seiring detik yang bergulir.
"Hati-hati sama yang kamu makan. Inget, itu bukan masakan Bunda. Terus istirahat, jangan sampe kurang tidur. Jangan terlalu banyak mikirin hal nggak penting."
"Iya, Teh." sahut Kania lirih.
Sabiru tak langsung berujar lagi. Sehingga ada keheningan cukup lama diantara keduanya. Sabiru sendiri tidak tahu mengapa ia terus merasa khawatir pada adiknya itu. Jujur, rumah terasa cukup sepi tanpanya.
"Teteh khawatir sama kamu,"
Butuh beberapa detik bagi Kania untuk memahami ucapan Sabiru. Ah, tidak, bukan memahami. Maksudnya percaya. Percaya bahwa kalimat semanis itu bisa keluar dari mulut seorang Sabiru Adhiyaksa.
"Teh-"
"Udah dulu. Teteh capek abis latihan."
Pip.
Kania hanya bisa terdiam untuk beberapa saat. Namun sejurus kemudian, gadis itu dapat merasakan seluruh hormon bahagianya yang meletup-letup di dada. Kini Kania menemukan dirinya. Dan tuntas sudah. Ia merasa hidup kini.
Mata Kania mulai terasa hangat, tak sepanas suhu tubuhnya. Ada bahagia dalam genangan di ekor matanya. Dan disaat yang sama, gagang pintu kamarnya pun berbunyi.
Ceklek
Kania segera saja bangkit dan menuju keluar. Ia ingin memeluk seseorang kini, dan mengungkapkan betapa hidupnya jiwanya sekarang.
Dan Renatta Claudine adalah satu sosok yang terlintas saat ini dipikirannya. Gadis itu punya kepribadian yang begitu dewasa. Tak peduli meski mereka baru kenal, Renatta sudah seperti kakak dan tempat bercerita bagi Kania.
Saat pintu terbuka, sosok Renatta langsung hadir dihadapan Kania. Namun saat gadis itu hendak menghampirinya, Renatta justru reflek menatap seseorang di belakangnya justru membuat Kania malah mengarahkan dekapannya ke orang lain.
Merasa menubruk tubuh orang lain, Kania pun segera meluruskan padangannya. Dan saat ia mendapati seorang pemuda dengan surai merah, ikut memerah juga wajahnya.
Kini Kania merasa harga dirinya telah hancur.
✩₊̣̇. To Be Continue