Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Informasi
Sore itu, sesampainya di rumah, Anastasia, August, dan Hana langsung menuju ruang kerja Heinrich untuk memberikan laporan. Di balik meja kayu besar, sang kepala keluarga menatap ketiganya dengan tenang, menunggu penjelasan mereka.
Anastasia meletakkan kantong uang di atas meja. "Dari sepuluh koin emas yang Ayah berikan, kini tersisa tiga koin emas dan empat koin perak."
Heinrich mengangkat alis. "Ke mana sisanya digunakan?"
Anastasia menjelaskan dengan tenang. "Sebagian besar digunakan untuk membeli bubuk hasil eksperimen Cindy yang sudah kupesan sebelumnya. Selain itu, kami juga menggunakannya untuk makan siang dan keperluan lain selama di kota."
Ia lalu melanjutkan, "Karena Ayah menginstruksikan August untuk memiliki senjata sendiri, dia meminta kepada Tuan Albert senjata yang sama denganku. Dan karena membutuhkan bubuk itu sebagai bahan tambahannya, aku memesan tiga kantung lagi kepada Cindy."
Heinrich mendengarkan dengan saksama, lalu mengangguk kecil. "Baiklah, jadi sekarang August akan memiliki senjata yang sama denganmu? Senjata apa itu?" tanyanya.
Anastasia mengeluarkan Mauser C96 miliknya dan menyerahkannya kepada Heinrich. "Ini, Ayah. August juga menginginkannya, jadi kami memesan satu lagi untuknya."
Heinrich mengambil senjata itu, memutarnya di tangannya, lalu mengerutkan kening. "Benda ini cukup kecil... Apa ini benar-benar cukup untuk melindungi diri kalian?"
Anastasia tersenyum penuh keyakinan. "Tentu, Ayah! Justru ini adalah senjata terbaik yang bisa kumiliki."
Heinrich menghela napas ringan. "Baiklah. Kalau begitu, beri tahu Ayah jika kamu membutuhkan uang untuk mengambil pesanan senjata August nanti. Dan sekarang, pergilah mandi. Sebentar lagi waktunya makan malam."
"Dan Hana... tunggu sebentar," lanjutnya.
Anastasia dan August pun meninggalkan ruangan. "Kami duluan, Bibi Hana!" seru August sembari melambaikan tangan.
Setelah mempertimbangkan sejenak, Heinrich mengambil satu koin emas dari kantong yang Anastasia kembalikan dan menyerahkannya kepada Hana. "Hana, ini untukmu. Anggap saja sebagai bonus karena telah menemani dan memastikan Anastasia serta August kembali dengan selamat."
Mata Hana sedikit membelalak saat menerima koin itu. "Tuan… ini terlalu banyak."
Heinrich tersenyum tipis. "Satu koin emas itu setara dengan gajimu selama sebulan, bukan? Ini hadiah untuk kerja kerasmu."
Hana menatap koin emas di tangannya, lalu membungkuk hormat. "Terima kasih, Tuan Heinrich. Saya akan terus menjalankan tugas dengan baik."
Heinrich mengangguk, lalu kembali fokus pada dokumen di hadapannya.
Malam itu, setelah mandi dan makan malam, Anastasia dan August beristirahat di kamar mereka. August sudah lebih dulu terlelap di tempat tidurnya, napasnya teratur dalam tidur yang nyenyak. Sementara itu, Anastasia masih terjaga, duduk di tepi ranjang sambil termenung.
Hari ini cukup melelahkan… tapi juga menarik. Pikirnya.
Ia masih memikirkan berbagai hal yang terjadi hari ini—tentang perburuannya, mata uang, dan bagaimana dunia ini bekerja sejak dirinya bereinkarnasi ke dunia ini. Banyak hal yang awalnya terasa asing kini mulai dipahaminya sedikit demi sedikit.
Dari sistem ekonomi, cara bertahan hidup, hingga hierarki kekuasaan, semuanya perlahan mulai masuk akal. Dunia ini memiliki strukturnya sendiri, di mana seorang dwarf bekerja sebagai pandai besi, seorang alkemis berusaha menemukan penemuan baru, dan para bangsawan mengatur wilayah mereka sesuai dengan gelar yang mereka miliki.
Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Para dwarf terkenal sebagai pandai besi, menempa senjata dan alat-alat yang digunakan banyak orang. Para alkemis seperti Cindy terus melakukan eksperimen dan menemukan hal-hal baru. Para bangsawan mengatur wilayah mereka sesuai dengan gelar yang mereka miliki.
Anastasia lalu mengingat struktur hierarki bangsawan yang pernah Bibi Louisiana dijelaskan kepadanya:
Baron → Peringkat terendah, biasanya mengatur desa kecil.
Viscount → Setingkat lebih tinggi, mengatur wilayah yang lebih luas.
Earl / Count → Bangsawan tingkat menengah yang mengatur kota atau wilayah besar.
Marquess → Bertanggung jawab atas perbatasan atau wilayah strategis.
Duke → Salah satu peringkat tertinggi, biasanya memerintah provinsi atau wilayah luas.
Grand Duke → Hampir setara dengan raja, tapi masih di bawahnya.
Raja → Penguasa utama sebuah kerajaan.
Kaisar → Peringkat tertinggi, pemimpin dari beberapa kerajaan.
Ia mengingat kembali status ayahnya, Heinrich von Siegfried, yang menyandang gelar Count—penguasa wilayah kecil bernama Drachenburg. Meskipun bukan wilayah terbesar, tempat ini tetap memiliki peran penting dalam kerajaan.
Anastasia tersenyum tipis. "Ayah memiliki gelar Count… jadi dia adalah seorang penguasa wilayah ini."
Drachenburg mungkin tidak sebesar ibu kota, tetapi tetap memiliki pengaruhnya sendiri. Kehidupan di sini berjalan dengan tertib, dan meskipun tidak semegah kota-kota besar, tempat ini memiliki daya tariknya sendiri.
Anastasia menatap langit-langit kamarnya, menghela napas pelan. "Suatu hari nanti, aku ingin melihat dunia yang lebih luas… bukan hanya Drachenburg."
Pikiran itu terus menggelayut di benaknya—keinginan untuk keluar dari batas wilayah ini, menjelajahi tempat-tempat baru, dan mencari tahu lebih banyak tentang dunia yang kini menjadi rumah barunya.
Dengan ambisi yang mulai tumbuh dalam hatinya, Anastasia akhirnya memejamkan mata, membiarkan kantuk perlahan membawanya menuju hari esok yang penuh kemungkinan.
Keesokan paginya, setelah mandi dan sarapan, Anastasia dan August kembali berlatih berburu. Seperti biasa, Edward, ahli pedang yang tegas, dan Jessica, pemanah yang cekatan, sudah menunggu mereka.
"Jadi, apa yang akan kita buru hari ini, Tuan Edward?" tanya August.
"Hari ini kita akan berburu rusa," kata Edward sambil memeriksa pedangnya.
Anastasia menatapnya dengan penasaran. "Rusa? Bukankah mereka sangat cepat? Bagaimana cara terbaik untuk mendekati mereka?"
Jessica tersenyum tipis. "Rusa memang lincah, jadi kalian harus bekerja sama dengan baik. Kita akan menggunakan teknik penggiringan untuk mengarahkan mereka ke posisi yang menguntungkan."
August mengangguk setuju. "Dan apa strategi kita kali ini? Apakah kita akan memburu mereka dengan perangkap atau mengandalkan kecepatan?"
Edward menyarungkan pedangnya lalu menatap mereka dengan serius. "Kalian akan mengetahuinya saat di hutan. Ingat, berburu bukan hanya soal kekuatan, tapi juga strategi dan kesabaran."
Mereka pun memasuki hutan utara, kali ini dengan bantuan langsung dari guru mereka. Anastasia dan Edward bergerak di garis depan, sementara August dan Jessica bertugas memberikan dukungan dari belakang.
Saat mereka menemukan seekor rusa, Anastasia langsung menerjang. Namun, rusa itu dengan lincah menghindar. August segera merapal sihir angin untuk memperlambat pergerakannya.
Melihat celah, Edward dengan cepat maju dan mengayunkan pedangnya untuk menghalangi arah lari rusa. Namun, hewan itu masih berhasil berkelit ke samping.
Jessica segera mengangkat busurnya dan melepaskan anak panah, membidik kaki rusa untuk memperlambatnya. Sayangnya, rusa itu masih cukup cepat untuk melompat menghindar, meski gerakannya mulai melambat.
Anastasia tak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan gesit, ia kembali mengayunkan pedangnya, mencoba menebas sebelum rusa sempat kabur lebih jauh.
"Kau terlalu terburu-buru, Anastasia!" seru Edward mengingatkan.
Anastasia menggeram pelan. "Aku tahu! Tapi dia terlalu gesit!"
Jessica, yang memperhatikan dari kejauhan, menaikkan busurnya dan melepaskan anak panah. Tepat mengenai kaki rusa, memperlambat gerakannya. Melihat kesempatan itu, Anastasia langsung melompat dan memberikan tebasan terakhir.
"Huff… akhirnya," gumamnya sambil menghela napas.
August menepuk pundak Anastasia dengan semangat. "Kita dapat satu, Kak Ana! Tapi sepertinya masih ada banyak rusa lagi di sekitar sini."
Edward mengangguk sambil mengamati sekeliling. "Bagus. Tapi jangan lengah. Rusa biasanya bergerak dalam kelompok, jadi mungkin yang lain masih bersembunyi di dekat sini."
Jessica menyiapkan busurnya. "Kita bisa memanfaatkan ini. Jika kita cukup tenang, mungkin bisa menangkap lebih dari satu."
Anastasia menghela napas, lalu tersenyum. "Kalau begitu, ayo lanjutkan perburuan kita."
Mereka melanjutkan berburu dan akhirnya berhasil mendapatkan dua ekor rusa dalam satu sesi latihan.
Saat melihat hasil buruan mereka, Anastasia merasa sedikit kecewa karena belum sempat menggunakan Mauser C96 miliknya.
"Aku ingin tahu seberapa kuatnya senjata ini dalam berburu," gumamnya sambil menatap pistol yang terselip di pinggangnya.
Mereka akhirnya kembali ke kediaman keluarga von Siegfried. Saat rusa hasil buruan mereka diserahkan kepada kepala pelayan, Clausewitz, pria itu dengan cermat menghitung dan menilai harganya.
"Untuk dua ekor rusa ini, kalian bisa mendapatkan masing-masing satu koin emas dan dua koin perak," ujarnya setelah mempertimbangkan ukuran dan kondisi hewan tersebut.
Anastasia dan August saling berpandangan, cukup terkejut dengan harga yang cukup tinggi untuk hasil berburu mereka.
Edward tersenyum tipis. "Berburu bukan hanya soal keterampilan, tapi juga nilai dari hasil tangkapan kalian. Kalian sudah melakukan pekerjaan yang baik hari ini."
Jessica menepuk bahu August. "Jangan puas dulu, masih banyak hal yang bisa kalian pelajari."
August terkekeh. "Tentu saja! Kalau begini, aku jadi semakin bersemangat untuk berburu lagi."
Anastasia mengangguk setuju, semangat baru terpancar di matanya.
"Hasil yang bagus," puji Edward. "Jika kalian bisa mempertahankan kecepatan ini, tak lama lagi kalian akan bisa berburu lebih banyak sekaligus."
Anastasia dan August saling berpandangan sebelum tersenyum. Mereka merasa puas dengan pencapaian mereka hari ini.