*"Ah ... ampun, Kak. U-udah! Naya ngakuh, Naya salah."*
Masa remaja yang seharusnya dilalui dengan ceria dan bahagia, mungkin tidak akan pernah dialami dengan gadis yang bernama Hanaya Humairah. Gadis cantik yang lemah lembut itu, harus terpaksa menikah dengan Tuan muda dingin nan kejam.
Demi menyelamatkan ibunya dari tuduhan penyebab kematian mama dari sang tuan muda, ia rela mengorbankan kebahagiaannya.
Akankah Gadis itu bisa menjalani hari-harinya yang penuh penderitaan.
Dan akankah ada pelangi yang turun setelah Badai di kehidupannya.
Penasaran ...?
Yuk ikuti kisahnya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggraini 27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8
Di dalam kamar, Naya terus mondar mandir seperti gosokan. Sekali-kali dia melihat keluar dari atas balkon.
Menunggu Malik yang tak kunjung pulang. Ingin ditelfon, tapi tak tau Nomornya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun, belum ada tanda-tanda Malik pulang.
Naya yang sudah lelah menunggu pun. Memilih tidur duluan. Tidur di atas lantai, karena tak berani tidur di atas kasur atau pun sofa. Takut si empunya akan Marah nantinya. Kalau tidak atas persetujuannya.
Jam terus berputar hingga semakin larut. Sampai detik kemudian.
Ceklek ...
Terdengar suara pintu yang dibuka.
Menampakkan seseorang yang masuk dan terus berjalan kesatu arah. Hingga ...
"Bughhkk ...." Malik menendang Naya.
Hingga si empunya pun langsung bangun, karena kaget dengan tendangan Malik yang tidak terlalu keras..
"Kak ... kak Malik?" ucap Naya yang baru tersadar sepenuhnya dari tidur.
"Siapa yang suruh lo tidur di bawah, hah!" bentak Malik.
"I-itu ... anu, Kak. Gak-gak ada. Ini, inisiatif Naya sendiri," ucap Naya yang gugup karena takut.
Malik membuang Nafasnya kasar. " Pergi! Tidur di sofa. Gue gak mau liat lo mati duluan sebelum gue puas," seru Malik menunjuk sofa yang ada di kamarnya.
Naya hanya bisa mengigit bibir bawahnya menahan tangis. "I-iya, Kak." Dia pun berjalan menuju sofa.
"Nah, pakek ini!" Malik meleparkan selimut di wajah Naya, setelah Naya sampai di sofa..
"Makasih, Kak." Naya pun langsung menutupi badannya dengan selimut itu.
****
Seperti biasa. Subuh-subuh sekali Naya sudah terbangun. Seperti ada bisikan alaram yang membangunkannya. Entahlah ... Mungkin sudah jadi kebiasaannya.
Saat bangun, dia langsung menuju kamar mandi. Untuk membersihkan diri tidak lupa juga dia mengambil wudhu. Untuk melaksanakan kewajibannya, kepada sang Pencipta.
Setelah selesai. Naya pun turun ke bawah. Rupanya sudah ada bik Nanik di sana, yang sedang bergulat di dapur, untuk menyiapkan sarapan.
"Pagi, Bik," sapa Naya yang menghampiri pembantunya.
"Eh, Non. Pagi juga, Non."
"Lagi masak apa ni, Bik? Kayaknya enak ni. Naya bantuin ya?" Naya pun ingin mengambil ahli memasak, tapi belum sempat. Bik Nanik sudah mencegah.
"Gak usah, Non. Biar bibik aja. Lagian ini juga udah mau siap kok, Non," terang bik Nanik memberi senyuman.
"Oh, yaudah kalo gitu, Bik. Naya keatas dulu ya? Mau nyiapi air buat mandi kak Malik," balas Naya kemudian kembali ke kamar lagi.
***
Setelah menyiapkan air hangat untuk Malik. Naya pun membuka kain jendela. Agar sinar-sinar mentari pagi dapat masuk ke dalam kamarnya.
Malik yang merasa silau dengan cahaya mentari pun terbangun.
Merenggangkan otot-ototnya.
"Kak Malik udah bangun. Itu Naya udah siapkan air hangat buat mandi, Kakak," jelas Naya, tanpa berani melihat kearah Malik. Karena apa? Karena penampilan Malik saat bangun tidur cukup menggemaskan.
"Hmm." Tanpa banyak berkata Malik pun bergerak menuju kamar mandi. Tapi belum sempat dia masuk. Malik membalikkan badannya.
"Siapkan baju sekolah gue!" Setelah mengucapkan itu dia kembali masuk kekamar mandi.
"I-iya, Kak," guman Naya yang tak dapat didengar Malik. Karena si empunya sudah berada di dalam kamar mandi.
Naya pun segera menuju di mana letak lemari Malik berada. Dan dia siapkan segala keperluannya Malik..
Malik yang baru selesai mandi, langsung menuju ruang ganti. Dan di sana sudah ada seragam lengkap yang disiapkan Naya.
Setelah selesai dia pun keluar, dan langsung duduk di atas sofa.
"Pakaikan sepatu!" seru Malik yang menaikan kakinya di atas meja. Menyuruh Naya yang masih setia menunggu di sana.
"I-iya , Kak." Naya pun langsung mengambil sepatu Malik yang berada di rak sepatu. Dan secepat mungkin berjalan kearah Malik untuk memakaikan sepatunya.
Pelan-pelan Naya menurunkan kaki Malik ke bawah. Agar dia mudah untuk memakaikan sepatu di kaki si empunya.
Setelah selesai yang satu. Naya berganti kesebelahnya. Namun belum siap Naya mengikat talinya. Tiba-tiba ....
Bughhhkk ...
"Aw ...," pekik Naya yang terjemberat ke belakang. Karena tendangan Malik.
Malik pun berdiri. Sebelumnya dia sudah merapikan tali sepatunya. Kemudian dia menghampiri Naya, dan memegang dagunya.
"Makanya, lain kali jangan lelet (lambat)." Malik menghempaskan wajah Naya dengan kasar.
Lagi-lagi Naya hanya bisa menahan tangisnya, dengan cara mengigit b*bir bawahnya.
"Ma-maaf, Kak." Suaranya terdengar serak dan gemetar.
Malik membuang nafasnya kasar. Dan ingin pergi meninggalkan Naya. Tapi, belum sempat dia melangkah. Naya menghentikannya.
"Kak, tunggu ...!" panggil Naya dan langsung berdiri menghampiri Malik.
Malik hanya memberikan tatapan datar tanpa berkata.
"Plak ...." Malik memukul tangan Naya saat ingin menyentuhnya.
"Ah ... Maaf, Kak. Naya cuma mau benerin dasi kakak yang sedikit miring," jelas Naya yang memenggangi tangannya.
Malik pun langsung membenarkan dasinya sendiri . "Gak perlu," ucapnya yang dingin. Kemudian keluar dari kamar.
Naya yang melihat Malik keluar. Segera ia ikut turun ke bawah. Tidak lupa juga membawakan tasnya Malik.
****
Di meja makan. Naya hanya berdiri tanpa berani melihat apalagi berkata. Takut akan kejadian tadi terulang lagi. Sedangkan bik Nanik yang baru saja meletakkan Nasi goreng ke meja makan pun, tak berani bertanya tentang Nonanya.
"Ngapain masih berdiri di situ? Duduk!"
"Eh. i-iya, Kak."
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak and komen bawelnya, ya.