NovelToon NovelToon
Suamiku Calon Mertuaku

Suamiku Calon Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia
Popularitas:14.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rodiah Karpiah

Ini kisah Riana , gadis muda yang memiliki kekasih bernama Nathan . Dan mereka sudah menjalin hubungan cukup lama , dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan .
Namun kejadian tak terduga pun terjadi , Riana memelihat Nathan sedang bermesraan dengan teman masa kecilnya sendiri. Riana yang marah pun memutuskan untuk pergi ke salah satu klub yang ada di kotanya .Naasnya ada salah satu pengunjung yang tertarik hanya dengan melihat Riana dan memberikannya obat perangsang dalam minumannya .
Dan Riana yang tidak tahu apa-apa pun meminum minuman itu dan membuatnya hilang kendali atas tubuhnya. Dan saat laki - laki tadi yang memasukan obat akan beraksi , tiba-tiba ada seorang pria dewasa yang menolongnya. Namun sayangnya obat yang di kasi memiliki dosis yang tinggi sehingga harus membuat Riana dan laki - laki yang menolongnya itu terkena imbasnya .
Dan saat sudah sadar , betapa terkejutnya Riana saat tahu kalau laki-laki yang menidurinya adalah calon ayah mertuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiah Karpiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takdir dibawah cahaya bintang

Angin malam terus berhembus lembut, membawa aroma wangi rempah dari dapur belakang bercampur dengan harum bunga sedap malam yang menghiasi seluruh pelaminan. Rania mengusap air matanya pelan, tak ingin menangis di depan sepupunya. Ia menarik napas dalam, mencoba menstabilkan hati yang masih berdebar.

Mira yang duduk di sampingnya pun memeluk bahu Rania perlahan, tanpa kata-kata lagi. Mereka hanya diam, menikmati suasana hangat yang sudah jarang mereka rasakan bersama. Di kejauhan, suara gelak tawa anak-anak yang bermain petasan kecil terdengar riang, memecah keheningan malam.

Rania memandang ke arah jalan kecil di depan rumahnya. Lampu jalan yang kuning temaram menyoroti deretan sepeda motor dan mobil yang mulai terparkir. Satu per satu tamu dari desa sebelah mulai datang, membawa bahan-bahan tambahan untuk memasak besok. Ada yang datang membawa beras, ayam potong, bahkan beberapa nampan kue tradisional. Semua dilakukan dengan tulus, tanpa pamrih, hanya demi kebahagiaan keluarga Rania.

Rania kadang bersyukur hidup di desa yang masih kental kekeluargaannya, namun bukan berarti ia bebas dari omongan nyinyir para tetangga yang kurang kerjaan.

Dari jauh, Rania melihat sosok ayahnya, Pak Rudi, sedang menurunkan kotak-kotak besar berisi gelas dan piring dari mobil pickup yang dikemudikan oleh salah satu pamannya. Keringat membasahi pelipisnya, tetapi senyum tak pernah lepas dari bibir ayahnya itu. Sesekali, ayahnya melambaikan tangan ke arah para tetangga yang datang membantu, dan mereka membalas dengan canda tawa.

Mau semarah apa pun ayahnya itu, tetap saja ia mempersiapkan acara ini dengan senyumannya. Mungkin pak Rudi sudah mulai menerima takdir yang harus putrinya lalui itu.

Perlahan, Rania berdiri. Ia ingin membantu, tetapi Mira langsung menahan pergelangan tangannya.

“Nggak usah, Nia. Kamu pengantin. Duduk aja, biar yang lain yang kerja,” ucap Mira sambil tersenyum lembut.

“Tapi aku nggak enak, Mir. Semua orang kerja keras, aku cuma duduk-duduk di sini,” sahut Rania pelan, matanya menatap penuh rasa bersalah.

Mira menggeleng sambil menggenggam kedua tangan Rania. “Justru karena kamu pengantin, kamu harus istirahat. Besok kamu butuh tenaga. Semua orang melakukan ini karena mereka sayang sama kamu. Jangan khawatir.” ucapnya lagi dengan senyuman.

Rania yang mendengar perkataan sepupunya itu pun hanya mengangguk pelan. Namun, rasa haru kembali menggenang di matanya. Ia tak pernah menyangka, dalam situasi serumit ini, ia tetap dikelilingi oleh orang-orang yang tulus, yang tidak menilai masa lalunya, tidak menghakimi keputusannya.

Malam terus bergulir. Para pemuda mulai menyalakan lampu-lampu hias yang digantungkan melintang di antara pohon mangga dan rambutan di halaman depan. Bola-bola lampu kecil berkelap-kelip, menciptakan nuansa hangat dan syahdu. Beberapa ibu-ibu mulai membuat adonan untuk kue-kue basah yang akan disajikan di pagi hari sebelum akad dimulai. Di dapur, aroma daun pandan dan santan mulai tercium.

Rania menatap semua pemandangan itu dengan mata berkaca-kaca. Pelan, ia menyentuh perutnya yang mulai membuncit, mengelus lembut dengan ujung jarinya.

“Kamu tahu, Nak… Mama nggak pernah menyangka akan sampai di titik ini. Tapi sekarang… Mama berjanji akan jadi ibu yang kuat untukmu,” bisiknya lirih, begitu pelan hingga hanya ia dan angin malam yang mendengarnya.

Di balik keramaian itu, tak jauh dari tempat Rania duduk, Bagaskara tiba dengan mobil hitamnya. Ia turun dengan setelan kasual: kemeja putih dan celana panjang kain berwarna abu-abu. Langkahnya tegap namun terlihat sedikit lelah. Begitu matanya menemukan Rania yang duduk di teras, ia menghela napas lega.

Bagaskara berjalan pelan ke arah Pak Rudi yang sedang sibuk menata gelas. Mereka berbicara sebentar, lalu menoleh ke arah Rania. Pandangan Bagaskara dan Rania bertemu dalam diam. Tak ada senyum, tak ada sapaan. Hanya saling menatap dalam diam.

Bagaskara kemudian menghampiri teras dan menyapa Mira. “Malam, Mira.”ucapnya pada sepupu calon istrinya itu. Mereka sudah saling kenal karena begitu keluarga besar Rania tahu tentang keadaan mereka, Bagaskara langsung dipanggil untuk segera bertemu keluarga besar.

“Malam, Mas,” jawab Mira sopan, mau bagaimanapun calon suami Rania ini bukan orang sembarangan. Bisa dibilang meskipun usia mereka yang terpaut lumayan jauh, namun Bagaskara mempunyai kelebihan di wajah dan hartanya.

Setelah itu Bagaskara menatap Rania yang masih terdiam. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya berat namun lembut.

Rania yang mendengar itu pun mengangguk pelan. “Baik. Mas Bagas bagaimana?” ucap Rania yang balik bertanya karena ia dapat melihat raut lelah dari wajah calon suaminya itu.

“Aku baru selesai mengurus beberapa dokumen… dan membeli cincin,” jawabnya lirih. Tangannya merogoh saku dan menunjukkan sebuah kotak kecil berbalut beludru biru.

"Tapi, cincin yang kemarin kita beli masih ada Mas! Kenapa harus beli lagi ?" Tanya Rania sambil menatap Bagaskara yang kini tersenyum kecil begitu mendengar perkataan Rania itu.

"Itu kan cincin pertunangan. Kalau yang saat ini aku beli cincin nikah kita!" Ucap Bagaskara dengan senyuman dan Rania yang mendengar itu pun menunduk malu.

Sesaat Rania menatap kotak itu dengan perasaan campur aduk. Ia tidak tahu apakah hatinya sudah siap menerima semuanya. Tapi melihat kesungguhan Bagaskara malam itu, ia tahu, pria ini berusaha sebaik mungkin.

“Besok… semua akan berubah, Nia,” ucap Bagaskara pelan, sambil menatap Rania dalam.

Rania yang mendengar perkataan Bagaskara pun menunduk kembali. “Aku tahu. Dan aku… akan berusaha menerima semuanya.” ucapnya dengan lirih.

Mereka kembali terdiam.

Mira, merasa mulai menjadi orang ketiga yang tidak perlu, perlahan pamit dan meninggalkan mereka berdua.

Suasana menjadi sunyi di antara mereka, hanya terdengar suara jangkrik dan sesekali tawa dari dapur belakang.

“Aku tahu, aku bukan pilihanmu… Aku bahkan bukan orang yang pernah kamu bayangkan,” ujar Bagaskara pelan, ia tidak ingin orang yang bukan keluarga inti tahu apa yang mereka bicarakan.

Rania yang mendengar perkataan Bagaskara pun menelan ludah, menatap tangannya yang masih dipenuhi henna putih.

“Tapi aku janji, aku akan menjagamu… menjaga kalian berdua.” ucap Bagaskara dengan lirih, dan Rania pun mengangkat kepalanya perlahan. Matanya bertemu dengan mata Bagaskara. Ia tidak melihat kebohongan di sana. Tidak ada ambisi, tidak ada nafsu, hanya rasa tanggung jawab yang begitu dalam.

Malam itu, bintang-bintang bersinar terang di langit. Dan di bawah langit yang penuh cahaya itu, dua orang yang tadinya hanyalah orang asing, kini perlahan sedang belajar saling menerima takdir mereka.

“Aku pulang dulu. Besok pagi aku datang.” ucap Bagaskara sambil tersenyum kecil, dan Rania yang mendengar itu pun mengangguk pelan.

“Hati-hati di jalan, Mas.” ucap Rania dengan pelan, namun dapat didengar oleh Bagaskara. Namun, belum sempat Bagaskara melangkah dari sana tiba-tiba ada suara yang mampu membuat Bagaskara terdiam.

"Calon pengantinnya nggak sabar banget kayaknya, padahal tinggal tunggu beberapa jam lagi sudah sah!" Ucap pak Anton yang merupakan adik dari ibunya Rania.

Dan Rania yang mendengar celetukan pamannya itu pun menundukkan kepalanya, berbeda dengan Bagaskara yang malah tersenyum tipis mendengar perkataan paman Rania itu.

Setelah itu Bagaskara pun berpamitan pada pak Rudi, yang merupakan calon mertuanya. Sebelum benar-benar pergi, Bagaskara menatap kembali Rania yang masih memandangnya.

Setelah memastikan mobil yang dikendarai Bagaskara tidak terlihat lagi, baru lah Mira menemani Rania lagi.

Malam semakin larut. Satu per satu saudara dan tetangga mulai pulang untuk beristirahat. Dapur mulai sepi, hanya tersisa beberapa orang yang membereskan sisa-sisa masakan.

Rania yang tidak melakukan apa-apa tapi badannya terasa lelah, mungkin karena anaknya ini ingin mengingatkan ibunya jika ia tumbuh sehat didalam rahimnya. Rania pun memutuskan masuk ke kamarnya. Ia menutup pintu perlahan, menyalakan lampu meja, dan duduk di depan cermin. Tangannya menyentuh wajahnya sendiri.

“Besok… aku benar-benar akan jadi istri orang.” ucapnya sambil menatap pantulan dirinya di cermin. Air matanya menetes, jatuh perlahan di atas kedua tangannya yang sudah dihias cantik.

Namun, di balik tangisan kecil itu, hatinya perlahan mulai pasrah. Mungkin benar kata Mira, tidak semua rencana hidup berjalan sesuai keinginan. Tapi… mungkin ini adalah rencana Tuhan yang lebih indah.

Rania menyeka air matanya, menunduk dan kembali berdoa dalam hati, “Ya Allah… tuntunlah aku. Jadikan aku istri yang baik, ibu yang kuat, dan wanita yang tetap mampu menjaga kehormatan dan keluargaku.”

Pelan-pelan, rasa damai mulai menyelimuti hatinya. Dan malam itu… Rania pun tertidur dengan senyum tipis di wajahnya, menantikan fajar yang akan membawanya pada babak baru kehidupannya.

.

.

Bersambung....

Hallo semuanya, selamat menikmati karya aku 🤭🤗

Jangan lupa like dan komennya , agar aku semangat untuk selalu update cerita Rania dan Bagaskara.

Terimakasih 🤗🥰😍

1
hasatsk
so sweet...
hasatsk
ceritanya bagus,tapi sepi like'.semangat Thor💪
Hitam_Putih: Terimakasih dukungannya 🤭🥰
total 1 replies
Lauren Florin Lesusien
𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚜𝚎𝚝𝚒𝚊𝚙 𝚋𝚊𝚌𝚊 𝚗𝚘𝚟𝚎𝚕 𝚙𝚞𝚝𝚞𝚜 𝚌𝚒𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚘𝚎𝚗𝚐𝚑𝚒𝚊𝚗𝚊𝚊𝚝𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚕𝚞 𝚔𝚎 𝚌𝚕𝚞𝚋 𝚢𝚊 🤣😂😂😂😂𝚞𝚍𝚑 𝚓𝚍 𝚌𝚒𝚛𝚒 𝚔𝚑𝚊𝚜 𝚔𝚊𝚕𝚒 ya
Hitam_Putih: sepertinya sudah hukum alam kak 🤭😅
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
lah..apa hubungannya dengan rania? rania tau atau tdk pun kesenangan nathan ttp berjalan kan.
ollyooliver🍌🥒🍆
lah kan cuman mainan..tapi gak masuk akal juga sih kalau mainan...kan dia gak bisa ngapa"in pacaranya..jadi mainnya dimana?
ollyooliver🍌🥒🍆
bukan anak sambung tapi anak angkat
Krh15
seru novelnya , wajib dibaca 🤩
Reni Anjarwani
lanjut thor
Hitam_Putih
Selamat menikmati cerita aku 🤗🥰

Dimohon untuk tidak menjadi silent reader ya , aku menunggu keritik dan saran dari kalian 🤭🤗😍
Satsuki Kitaoji
Got me hooked, dari awal sampe akhir!
Yoi Lindra
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Desi Natalia
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!