Namanya Gadis. Namun sifat dan tingkah lakunya yang bar-bar dan urakan sangat jauh berbeda dengan namanya yang jauh lebih menyerupai laki-laki. Hobinya berkelahi, balapan, main bola dan segala kegiatan yang biasa dilakukan oleh pria. Para pria pun takut berhadapan dengannya. Bahkan penjara adalah rumah keduanya.
Kelakuannya membuat orang tuanya pusing. Berbagai cara dilakukan oleh sang ayah agar sang putri kembali ke kodratnya sebagai gadis feminim dan anggun. Namun tidak ada satupun cara yang mempan.
Lalu bagaimanakah saat cinta hadir dalam hidupnya?
Akankah cinta itu mampu mengubah perilaku Gadis sesuai dengan keinginan orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8- Sosok Yang Tidak Tergantikan
HAPPY READING
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
"Apaan sih? Jangan kurang ajar deh!” seru gadis cantik itu mulai tersulut emosi.
Perdebatan mereka tidak luput dari perhatian Gadis yang sedari tadi mengawasi. Tingkah tidak sopan mereka membuat jiwa preman dalam diri Gadis menggebu-gebu. Tangannya terasa gatal ingin menghajar mereka.
Gadis akhirnya menghampiri mereka dan mendamprat ketiga pemuda itu.
“Heh, lho bertiga ngapain bikin rusuh disini? Pakek acara tebar-tebar pesona segala lagi? Sok kecakapan lho. Muka udah kayak gorengan, pakai acara godain cewek.”
Para pria itu menanggapi makian Gadis dengan senyum sinis.
“Urusan lho apaan? Suka-suka gue dong mau ngapain. Emang lho siapa?”
“Oh, jadi lho nantangin gue? Kebetulan nih, badan gue lagi pegal. Udah beberapa hari nggak ngehajar orang,” ucap Gadis yang merasa senang dan tertantang.
Perdebatan mereka menarik perhatian para tamu yang berada disekitar sana, termasuk keluarganya juga keluarga Rebecca. Karena penasaran, mereka semua mendekati sumber keriuhan itu. Tepat saat orang tua, nenek dan adiknya mendekat, Gadis melayangkan tinjunya kewajah pria itu satu persatu
BUUK!!
Mereka semua terpental karena serangan itu. Orang yang berada didekat sana memilih menjauh dan menjadi penonton.
Vanno, Najwa, Rebecca dan orang tuanya sangat terkejut melihat aksi Gadis yang kemudian dibalas oleh ketiga pemuda yang baru saja menerima bogem mentah darinya.
“Ya Tuhan! Gadis, berhenti!” teriak Vanno antara malu dan marah melihat putrinya saling baku hantam dengan ketiga pemuda itu.
Semua orang takjub melihat Gadis yang mampu mengimbangi tenaga ketiga pria berbadan kekar itu. Dan, dia tidak tampak kualahan menghadapi setiap serangan mereka. Namun, Gadis justru tampak sangat menikmati aksi adu otot yang sedang dilakukannya.
“Security!” teriak Vanno yang membuat beberapa petugas keamanan berlari tergopoh-gopoh memenuhi panggilan tuan besarnya.
Vanno memerintahkan mereka untuk melerai pertarungan yang sedang berlangsung. Para petugas keamanan itu sedikit kualahan melerai keempat anak muda dengan emosi yang sedang membara dan seperti elang yang sedang asik menerkam mangsanya itu.
Sedangkan para penonton, tampak sangat menikmati pertarungan yang menurut mereka semakin seru itu. Bagaimana tidak? Mereka menyaksikan seorang wanita melawan tiga orang pria. Namun, kekuatan mereka nyaris seimbang.
Hingga beberapa saat kemudian, Gadis berhasil memenangkan pertarungan itu tanpa terluka sedikitpun. Bahkan dia juga menjatuhkan ketiga pemuda itu kedalam kolam renang.
“Kalian ini apa-apaan sih? Bikin malu saja!” damprat orang tua dari salah satu pemuda itu yang merasa malu dan marah dengan kelakuan anaknya. Apalagi penampilan mereka yang sekarang sudah basah kuyup.
“Dia nih, Pah, yang nyerang duluan.” pemuda itu menunjuk Gadis karena memang kenyataannya dialah yang menyerang duluan, bukan mereka.
“Salah lho sendiri, ngapain pakek acara goda-godain mereka? Udah dibilang mereka pada nggak mau. Sekarang gue minta, lho semua cabut dari sini sebelum gue patahin tulang leher lho! Cabut nggak?”
Ancaman Gadis membuat mereka ketakutan. Pasalnya, mereka sudah menyaksikan sendiri kemampuan wanita preman itu yang bahkan mampu membuat mereka semua keok dengan begitu mudahnya.
“Gadis!” desis Vanno menatap putrinya tajam.
🌻🌻🌻🌻🌻
Setelah acara meriah yang berujung dengan kekacauan itu berakhir, para tamu satu persatu meninggalkan arena pesta tersebut, begitu juga dengan Rebecca dan kedua orang tuanya yang langsung kembali kerumah mewah mereka.
Rebecca yang malas nimbrung dengan pembicaraan kedua orang tuanya yang sedang membahas tentang keluarga Gadis serta kelakuan bar-barnya.
Ibunya berpendapat, kalau dia merasa risih dengan karakter Gadis yang menurutnya tidak beretika. Dan, tidak mungkin ada pria yang akan berani mendekati Gadis untuk menjadi pendamping hidupnya.
Entahlah, Rebecca sendiri tidak tau bagaimana harus menanggapi pendapat ibunya tentang temannya itu. Dia juga tidak mau ikut campur atau memberikan pendapatnya.
Lagipula, hubungannya dengan Gadis baik-baik saja terlepas dari seperti apa karakternya. Tidak merugikannya sama sekali.
Rebecca meraih ponselnya. Membuka galeri dan melihat gambar-gambar cantiknya. Hingga tanpa sengaja dia membuka foto yang tiba-tiba saja membuat perasaannya jadi mello.
Sebuah fotonya dengan seorang pria tampan yang sangat berarti dalam hatinya. Pria yang sampai saat ini belum tergantikan dihatinya. Pria yang selalu memberinya mimpi-mimpi indah. Rebecca kembali terkenang pada masa dua tahun silam, saat pertama kali dia bertemu dengan pria pujaan hatinya itu.
Flashback on
Saat itu dia baru kembali dari Canada. Orang tuanya mengirimnya untuk kuliah disana begitu dia lulus SMA. Namun, dia tidak betah disana dan selalu merengek meminta kembali ke Indonesia. Rengekannya akhirnya dikabulkan oleh orang tuanya, dan dia diijinkan untuk melanjutkan kuliahnya di Jakarta.
“Bro, ada anak baru kayaknya,” bisik salah seorang dari keempat pemuda yang merupakan genk mahasiswa di kampus barunya, begitu Rebecca turun dari mobilnya dan menginjakkan kakinya dihalaman kampus barunya.
“Iya benar. Cantik banget. Barang bagus nih,” timpal yang lainnya dengan tatapan nakal yang ditujukan untuk Rebecca yang tidak menyadari keberadaan genk yang selalu menjadi biang onar di kampus itu, karena posisi mereka yang lumayan jauh.
Rebecca masih merasa risih dan malu karena belum terbiasa dengan lingkungan universitas barunya itu.
“Kita cobain aja yuk. Lumayan, dapat mangsa.”
“Ide bagus.”
Genk berandal yang telah berdiskusi itu akhirnya membuat keputusan untuk bersenang-senang dengan mahasiswi baru itu.
“Hey, anak baru ya?” sapa salah seorang dari mereka begitu menghampiri Rebecca yang menatap mereka dengan gugup dan risih. Tatapan dan senyuman keempat mahasiswa itu membuatnya merasa tidak nyaman.
“Iya, saya baru pindah dari universitas Canada,” jawab Rebecca yang berusaha mengabaikan feeling-nya. Mungkin, itu hanya perasaannya saja karena baru hari pertama menginjakkan kakinya disana dan belum terbiasa dengan suasananya.
“Oh, pantas saja belum pernah lihat."
“Jadi, sekarang mau kemana nih? Mau langsung ke kelas?”
“Saya mau ketemu dengan rektor dulu. Kira-kira, kalian tau tidak ya ruangannya dimana?” tanya Rebecca gugup.
“Oh, mau ketemu rektor? Jalan ke ruangan rektor terlalu berbelok-belok. Takutnya kamu nyasar kalau kesana sendirian. Gimana, kalau kamu temani saja?”
“Mmm…” Rebecca merasa ragu harus menerima tawaran para pemuda itu atau tidak. Dia merasa mereka bukan orang baik.
“Sudah, tidak usah takut. Kami bukan orang jahat, kok. Mau ketemu rektor, kan?”
Keempat pemuda itu akhirnya berhasil merayu dan membujuk Rebecca sampai gadis yang baru berusia 19 tahun itu akhirnya mengikuti mereka.
“Maaf, ruangan rektornya dimana, ya? Kok, kita malah kebelakang gedung? Dan, ini seperti gudang,” tanya Rebecca yang mulai merasa aneh dan was-was.
Celingukan kesana kemari, dia tidak melihat adanya ruangan rektor disana. Yang ada hanyalah bangunan kumuh yang bertuliskan gudang. Keadaan tempat itu yang sepi membuatnya mulai takut.
“Sudah, cantik. Ketemu rektornya nanti saja. Lebih baik, sekarang kita bersenang-senang dulu.” salah seorang dari mereka berjalan mendekatinya perlahan-lahan. Senyum menyeringai tersungging di bibir pria itu.
BERSAMBUNG