NovelToon NovelToon
JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Dosen / Poligami / Mafia
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Withlove9897_1

kumpulan fic Jaewoo

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[Hoc Est Homo] Parte 004

...* * *...

"Jaehyun~" Jungwoo memeluk Jaehyun yang sedang duduk disalah satu kursi di kantin sekolah dari belakang.

Pemuda yang sedang memakan Ramyeon pesanannya menengok lalu melanjutkan makannya seperti tidak pernah terjadi apapun ketika menemukan siapa yang barusan memeluknya.

Jungwoo terkekeh puas. Puas melihat ekspresi Jaehyun yang tidak berubah. Puas melihat seberapa heboh kantin sekolahnya sekarang. Dan puas karena-

"Dikejar Lucas lagi?" Tanya Jaehyun membuat Jungwoo mengedipkan matanya tidak percaya. Dia melepaskan pelukannya dan duduk didepan Jaehyun dengan sorot mata penasaran.

"Bagaimana kau tahu?" Tanya Jungwoo.

"Bukan kau kalau tiba-tiba memelukku ditengah kantin ramai seperti ini tanpa alasan." Jaehyun mendorong mangkuk Ramyeon-nya, menawarkan pada Jungwoo yang dibalas gelengan.

"Lagipula," Jaehyun berhenti lagi, kali ini untuk menyumpit udonnya,

"Aku sempat melihat wajah kesal mantanmu yang berbalik keluar dari kantin ketika kau memelukku tadi."

Jaehyun bukannya tidak sadar, hampir seluruh pengunjung kantin sekarang tengah curi-curi menatap kearahnya yang duduk semeja dengan Jungwoo, menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka.

"Maaf" Jungwoo melihat sekitar, lalu menyatukan dua telapak tangannya didepan dahi

"Sepertinya, aku sudah melakukan hal yang tidak perlu."

"Kau memang selalu melakukan hal yang tidak perlu," tambah Jaehyun membuat Jungwoo menggaruk kepalanya.

"Contohnya?"

"Berkencan dan bermain-main dengan semua laki-laki yang bahkan tidak kau sukai, misalnya?" Jaehyun mengatakannya tepat ketika dia menyelesaikan satu sumpitan terakhir, jadi setelah itu dia berdiri, sama sekali tidak menyadari perubahan ekspresi Jungwoo.

"Mulai ramai, aku mau kekelas. Kau tidak ikut?" ajak Jaehyun, Jungwoo hanya mengangguk.

Mereka berjalan berdua, sama sekali tidak menghiraukan tatapan aneh teman-teman satu sekolah mereka. Jungwoo merasa sedikit bersalah, awalnya. Tapi melihat Jaehyun yang terlihat santai, ia jadi merasa kekhawatirannya itu tidak perlu. Dia tahu, Jaehyun itu berbeda.

Dalam kamus hidup Jungwoo, kalau seorang laki-laki tidak menjauhinya, pasti laki-laki itu menginginkan dirinya-oh, tubuhnya maksud Jungwoo. Tapi kalian tahu, Jaehyun satu-satunya laki-laki yang berhasil mematahkan itu. Dia tidak menginginkannya, tapi dia tidak keberatan untuk berada disampingnya seperti sekarang.

"Hei, ngomong-ngomong, aku belum tahu nomor ponselmu. Bisakah kau memberikannya padaku?" Jaehyun membuka suaranya.

"Hah?" Jungwoo hanya bisa membuka mulutnya, terlalu terkejut.

"Untuk?"

"Kita tidak akan pernah tahu, bisa saja tiba-tiba aku ingin meneleponmu di tengah malam." Ujarnya masih terus berjalan, meninggalkan Jungwoo yang diam ditempat.

Jungwoo lupa, terkadang Jaehyun bisa sangat diluar dugaannya. Seperti sekarang.

...* * * ...

Seumur hidupnya, Jaehyun tidak pernah berpikir lama tentang sesuatu. Dia pintar, itu yang dia tahu. Jadi dia selalu bisa menyelesaikan semuanya sebelum menjadi semakin rumit. Termasuk masalah yang satu ini.

Jaehyun duduk disebuah sudut di taman belakang tempat dia biasa menghabiskan waktu bersama Jungwoo, sambil memainkan kalung berliontin mawar ditangannya, menunggu seseorang.

Lihat mata Jaehyun, menatap lurus tanpa keraguan. Seolah menunggu Jungwoo ditempat ini, untuk memberikan kalungnya, untuk mengakui bahwa bertahun-tahun ini dia tidak bisa melupakan gadis kecil bergaun maroon, adalah hal yang paling wajar didunia.

Jaehyun baru mengembalikan kalung itu kekantong celananya ketika sebuah tangan tiba-tiba membungkus kedua matanya, membuat pandangannya berubah menjadi hitam.

"Tebak siapa?" suara lembut seseorang membuat telinga Jaehyun berdesir.

Jungwoo, tanpa sadar Jaehyun mengeja namanya dalam hati. Dan tanpa perlu menjawab, dia melepaskan tangan lembut Jungwoo dari matanya dan membuat Jungwoo tertawa sejenak, kemudian duduk tepat disebelah Jaehyun.

Jungwoo selalu muncul dari belakang. Kenapa?

"Jadi ada apa? Tidak biasanya kau berkata ada perlu denganku." Mata Jungwoo berkilat penasaran sambil tersenyum kearah Jaehyun yang balik menatapnya.

"Lain kali jangan muncul dari belakang." Katanya.

Jungwoo mengernyit, membuat Jaehyun menyempatkan diri untuk mengamati wajah Jungwoo dari dekat.

Wajahnya cantik untuk ukuran lelaki. Terlampau cantik malah. Jaehyun bahkan bisa menerka seberapa halus kulit Jungwoo walaupun dia tidak menyentuhnya. Juga bibirnya yang... ah sudahlah.

"Kau tidak berkedip," ujar Jungwoo membuat Jaehyun tersadar.

Benar, dia sama sekali tidak berkedip melihat Jungwoo. Dan Jaehyun rasa, dia tahu kenapa. Ia pembenci kerumitan, dia tidak suka berpikir terlalu panjang.

Melihat Jungwoo sekarang, dia tahu. Dia menyukai Kim Jungwoo, dia suka gadis maroon-nya dulu. Gadis yang selama bertahun-tahun ini tidak bisa dia lupakan-oke, mungkin bukan gadis. Jungwoo itu laki-laki. Dan sekedar informasi, ia tidak peduli. Dia tidak peduli walaupun itu artinya dia gay, homo, atau apapun namanya. Jadi ketika Jungwoo sudah ada dihadapannya sekarang, dia tidak mau menunggu terlalu lama lagi.

"Jungwoo," Jaehyun menyebut namanya. Ada jeda yang panjang setelah Jungwoo bergumam menjawabnya.

"Kau mau janji padaku, tidak?"

"Janji apa?" Tanya Jungwoo yang daridulu tidak cukup pintar menyembunyikan wajah penasarannya.

"Janji untuk meninggalkan semua laki-laki yang tidak kau sukai. Jangan pernah biarkan mereka menyentuhmu lagi."

Jungwoo melebarkan matanya.

"Kenapa?" tanyanya tidak mengerti.

"Karena aku ingin kau begitu."

"Itu tidak menjawab pertanyaanku. Kenapa kau ingin aku begitu?" Kejar Jungwoo. Ekpresi Jaehyun masih tidak berubah. Masih setenang tadi.

"Kau sekarang punya aku. Aku disampingmu. Jadi jangan mendekati laki-laki lain karena aku tidak suka." Jawab Jaehyun, sekarang cukup untuk membuat Jungwoo terdiam. Sepenuhnya mematung.

Jungwoo tidak tahu apa yang membuatnya tidak bisa bicara. Mungkin kata-kata Jaehyun. Mungkin ekspresi Jaehyun. Atau mungkin karena ilusinya yang merangkai semua hal konyol ini menjadi satu kesimpulan.

Apa Jaehyun menyukainya? Dan untuk kesimpulan itu, Jungwoo merasa takut.

"Kau mengerti?" Jungwoo mendengar suara Jaehyun lagi, tanpa sadar dia menggeleng.

Benar, dia tidak mengerti. Bahkan ketika Jungwoo mencoba menatap balik Jaehyun tepat di manik mata. Ia tetap tidak bisa mengerti apapun. Tatapan Jaehyun sama sekali tidak menjelaskannya.

"Aku memang cukup pandai menebak jalan pikiran orang. Tapi bukan jalan pikiranmu." Ucap Jungwoo akhirnya, menyerah. Ia berharap Jaehyun segera menghentikan semua permainan tebak-tebakan yang menyesakkan ini.

"Kau... tidak ingat padaku, huh?" Tanya satu-satunya orang disamping Jungwoo saat ini, membuat Jungwoo menghela nafasnya lelah. Orang ini tetap tidak mau menyudahinya.

"Tentu saja aku ingat. Kau Jaehyun, anak baru yang aneh. Yang tiba-tiba mengikutiku kesini dihari pertamamu sekolah walaupun kau tahu siapa aku. Kau tidak menginginkan tubuhku, tapi kau tetap berada disampingku. Jadi katakan, apa maumu, tuan Jung yang aneh?"

"Aku mau kau."

Jungwoo tersedak ludahnya sendiri mendengar kata-kata tegas laki-laki didepannya. The heck?

"Tubuhku?"

"Kau." Kata Jaehyun, masih menatap lurus kearah Jungwoo. Oke, Ia harus menanyakan satu hal lagi, apa lagi yang bisa dia simpulkan dari semua ini, huh?

"Kau... menyukaiku?" Tanya Jungwoo pada akhirnya.

"Ya." Dan jawaban singkat itu membuat Jungwoo menghela nafas. Laki-laki didepannya, menyukainya. Dia sudah gila? Maksudnya, kenapa harus dia?

"Dengar Jaehyun, kau tahu siapa aku kan? Aku laki-laki yang bisa tidur dengan siapapun, karena aku-" Jungwoo terdiam saat tiba-tiba dia merasa Jaehyun mencengkeram lengannya.

"Beri aku waktu satu hari saat aku bisa membawamu kemanapun. Aku akan membuatmu menyukaiku. Aku janji." Kata-katanya tegas, seperti biasa. Tidak menyisakan ruang bagi Jungwoo untuk menolak.

Sejak kapan laki-laki didepannya merasakan sesuatu terhadapnya?

Jungwoo sadar, ini bukan masalah perasaannya. Kalau mau membicarakan perasaannya, dia sebenarnya sudah lama tertarik dengan laki-laki didepannya ini, bahkan saat mereka pertama kali bertemu. Tapi ia cukup tahu diri, dia tahu dengan siapa laki-laki seperti Jaehyun harusnya bersama. Dan itu bukan dengan dirinya, tentu saja.

"Besok minggu jam setengah empat sore, didepan jembatan. Kau dengar aku?" Jaehyun menyadarkan Jungwoo yang masih separuh tenggelam dengan pikirannya.

"Tunggu-"

BRUK!!

Bunyi bedebum yang parah membuat keduanya menoleh ke sumber suara.

Jungwoo melongo, Jaehyun menyipitkan mata, dan satu orang lainnya buru-buru berdiri dan menggeleng panik.

"Tidak, aku tidak mendengar apapun sumpah! Aku tidak dengar bagian dia mengajakmu kencan... eh," laki-laki itu lantas menunduk, tahu tidak bisa mengelak lagi. Dan Jungwoo terlalu syok untuk mengatakan apapun, lagi-lagi. Apalagi sedetik kemudian anak laki-laki itu berbalik pergi dengan cepat.

"Siapa?" Jaehyun menatap punggung anak laki-laki itu dengan tatapan intens, Jungwoo berbisik

'Huang Renjun' pada Jaehyun dan dia makin menyipitkan matanya. Masih tidak kenal.

"Anak laki-laki yang disukai Lucas."

"Oh... dia." Jaehyun mengangguk singkat kemudian kembali menatap Jungwoo.

"Aku tidak tahu urusannya disini, tapi kita sudah sepakat tadi. Jadi besok minggu, jam setengah empat sore."

"Hei... hei. Aku belum bilang setuju! Hei, tunggu!" Jungwoo berteriak kesal pada Jaehyun yang sudah berdiri dan meninggalkannya, tidak mau mendengar jawaban apapun darinya.

Seenaknya!

"Jangan salahkan aku kalau aku tidak datang!" teriak Jungwoo penuh ancaman.

"Aku akan menunggu. Lagipula, kau pasti datang." Jaehyun mengatakan itu dengan penuh percaya diri, tidak memalingkan wajahnya dari depan, membuat Jungwoo makin kesal.

Oh lihat saja, dia tidak akan datang!

Jungwoo sudah bersumpah tidak akan datang, tidak akan! Tapi-kenapa seharian ini dia berdiri didepan lemarinya dan menatap semua bajunya dengan depresi? Ia mengacak rambutnya putus asa.

Dua jam lagi sampai waktu yag dijanjikan, harusnya Jungwoo tidak perlu repot-repot memikirkan mau pakai baju apa karna dia sudah memutuskan untuk tidak datang. Tapi mata, tangan dan pikirannya tidak bisa diajak kompromi. Dari tadi terus menerus mencari baju untuk dipakai nanti. Dan sejujurnya, itu membuatnya frustasi.

Hari ini dia kencan dengan Jaehyun. Memikirkannya saja membuat perut Jungwoo mulas. Maksudnya, ini kencan normal. Kencan normal pertama dalam hidupnya. Kencan dimana dia dan teman kencannya hanya akan jalan-jalan dan menghabiskan waktu.

Jungwoo tidak pernah tahu bagaimana rasanya, dan itu membuat jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya selama seharian ini.

...* * *...

Jaehyun melirik jam tangannya sekilas. Telat lima belas menit.

Disisi lain Jungwoo tidur-tiduran di kamarnya, menahan mati-matian keinginannya untuk berganti baju. Sebagai gantinya, dia malah memencet-mencet remote televisi tanpa tujuan sambil memakan beberapa apel yang tadi dia kupas. Tetap saja, kadang-kadang ia tidak tahan untuk menatap jam dinding dan gelisah.

Sudah 30 menit berlalu sejak setengah empat.

...* * *...

Banyak kendaraan yang berlalu lalang di jembatan ini, Jaehyun tahu. Jembatan ini adalah jembatan terbesar di kotanya, jembatan dengan konstruksi baja yang dibangun diatas sungai. Jembatan yang kuat, jembatan yang megah. Jembatan yang ingin ia tunjukkan pada seseorang.

Jaehyun kembali melihat jam tangannya. Setengah lima. Dan belum datang.

...* * *...

Sejak kapan kamarnya menjadi seberantahkan ini? Hari ini Jungwoo sangat sensitif.

Sudah sejak satu jam lalu dia tidak berhenti membersihkan kamarnya. Lihatlah, debu dimana-mana. Televisinya bahkan sudah tidak dilap selama dua bulan. Dan oh, cucian menumpuk di pojok kamar. Ia harus membereskannya.

Dia membuat dirinya menjadi sibuk, Jungwoo tahu itu yang sedang dilakukannya. Dia menghela nafas. Angka yang dia lihat pertama kali saat dia melirik jam dinding adalah angka lima. Jam lima.

...* * *...

Jaehyun mulai khawatir. 30 menit berikutnya sudah akan habis, dan Jungwoo belum datang. Ada sesuatu yang ingin dia perlihatkan pada pemuda itu. Kalau dia tidak segera datang-

Jaehyun tidak punya pilihan lain, dia merogoh ponselnya dari saku dan mengetikkan sesuatu. Setelah memastikan pesannya terkirim, dia memasukkan ponselnya kembali di saku celana.

Sudah hampir setengah enam.

Kim Jungwoo, dimana kau?

...* * *...

Jungwoo tertawa-tawa sampai perutnya sakit, dia sedang menonton acara televisi kesukannya. Matanya sampai berair karena terlalu banyak tertawa, dan ketika itu dia menyadari sesuatu tengah bergetar.

Ponselnya. Sebuah pesan masuk.

Jungwoo refleks mencari ponselnya dan membukanya. Matanya melebar. Dari nomor tidak dikenal.

Aku masih disini, ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu. Jungwoo, aku masih tetap yakin kau akan datang hari ini. Jadi, apa kau benar-benar tidak akan memberiku kesempatan? - Jaehyun.

Dari Jaehyun. Dan, Tuhan, Jungwoo menyerah.

...* * * ...

Matahari sudah akan tenggelam, Jaehyun memaki pelan. Sudah tidak ada waktu lagi, Ia berbalik, sudah akan pergi ketika dia melihat laki-laki berlari kearahnya dengan terengah-engah.

Jaehyun mengangkat sudut bibirnya. Ketika jarak mereka sudah cukup dekat, Ia menarik lengan laki-laki itu, lalu mengajaknya ke satu titik. Mengarahkan wajah mereka berdua ke matahari yang sudah akan tenggelam.

"A... Apa-"

"Ssst." Jaehyun menutup mulut Jungwoo.

"Tunggulah beberapa menit lagi." Kata Jaehyun.

"Aku menemukannya beberapa hari yang lalu."

Dan Jungwoo menunggu, tidak memalingkan matanya dari matahari yang bergerak pelan. Berwarna jingga yang indah. Mereka berdua tidak mengucapkan satu katapun, saling terdiam. Dan beberapa menit setelah itu, mata Jungwoo melebar, mengagumi sesuatu.

Indah. Matahari tenggelam ini berwarna merah.

Sangat indah.

"Itu kau." Kata Jaehyun, Jungwoo tidak mengerti.

"Matahari itu kau. Indah, dan menghilang. Tapi sebenarnya kau tetap ada disana, tidak kemana-mana. Dan ketika pagi datang, kau akan muncul kembali."

Jungwoo tidak mau tahu apapun lagi. Dia ingin waktu berhenti saat ini. Saat ini disaat dia merasa hatinya dibanjiri oleh perasaan yang aneh.

"Kau tidak adil." Jungwoo menunduk, mati-matian menahan air matanya.

Jaehyun tersenyum sangat tipis melihat Jungwoo didepannya. Semuanya masih belum selesai. Jungwoo belum mengingatnya.

Jaehyun merogoh sakunya untuk mengambil kalung dengan liontin mawar itu.

"Aku... suka padamu." Kata Jaehyun, memakaikan kalung yang baru dia keluarkan dari saku.

Jungwoo mengangkat wajahnya dan mundur perlahan saat melihat kalung itu terpasang dilehernya.

"Kau, darimana kau dapat kalung ini?" nada suara Jungwoo ketakutan, tubuhnya gemetar.

Jaehyun sudah akan menjelaskan ketika Jungwoo memijat kepalanya, matanya melebar, bibirnya bergetar. Tampak benar-benar ketakutan.

"Jungwoo, kau tidak apa-apa?"

Tapi Jungwoo tidak menjawabnya. Ia sedang tidak baik-baik saja.

Kenapa? Kenapa kalung ini ada pada Jaehyun? Siapa sebenarnya Jaehyun? Siapa orang ini?

Jaehyun heran, harusnya Jungwoo sudah mengingatnya didetik dia melihat kalungnya. Tapi? Kenapa?

"Siapa kau?" Jungwoo berkata, dengan nada yang amat tajam dan penuh ketakutan. Orang didepannya seperti bukan Kim Jungwoo, Jaehyun tidak mengenalnya.

Tolong siapapun, jelaskan ini. Apa yang sebenarnya terjadi?

...TBC...

1
🌸 Airyein 🌸
Buset bang 😭
🌸 Airyein 🌸
Heleh nanti juga kau suka. Banyak pula cerita kau woo
🌸 Airyein 🌸
Bisa bisanya aku ketinggalan notif ini
Novita Handriyani
masak iya tiap kali selesai baca harus ninggalin jejak, Thor. saya hadir ✋️
Novita Handriyani
ngga suka cerita sedih
Novita Handriyani
kayaknya pernah baca nih cerita
kebikusi
astaga cerita ini mau dibaca berapa kali kok tetep bikin berkaca-kaca ya, untung banget punya otak pikunan jadi setiap baca selalu ngerasa kaya buat yang pertama kalinya.. NANGIS
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!