NovelToon NovelToon
Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Saat Aku Bernafas Aku Berharap

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Konflik etika / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rurri

Mengejar mimpi, mencari kebahagiaan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, Raka harus menghadapi keadaan pahit atas dosa-dosa sosialnya, juga konflik kehidupan yang tak berkesudahan.

Meski ada luka dalam duka, ia harus tetap bersabar. Demi bertemu kemanfaatan juga kebahagiaannya yang jauh lebih besar dan panjang.

Raka rela mengulang kembali mimpi-mimpinya. Walaupun jalan yang akan dilaluinya semakin terjal. Mungkinkah semesta akan mengamini harapannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rurri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membeli Mimpi

"Tujuan kita mau ke mana?" tanya Tegar sembari menggunakan helm.

"Ke pusat kota," jawabku bersamaan dengan membonceng.

Tegar langsung tancap gas menuju pusat kota. "Apa yang mau kamu beli?" Tegar menengok ke belakang.

"Mobil. Separuh uang ini, mau aku gunakan untuk membayar uang muka membeli mobil," pekikku keras.

Tegar memperlambat laju motornya. "Serius kamu, Raka," tanyanya memastikannya padaku.

"Iya," responku singkat.

Tegar menghentikan laju motor di tepi jalan. "Memangnya kamu bisa mengendarai mobil! terus apa kata orang rumah nanti. kita, kan kerja baru satu hari, masa sudah bisa membeli mobil. Aku khawatir, nanti justru akan mengundang curiga." Tegar mencoba menghentikan keinginanku.

"Itu urusanku, apa kamu juga mau, aku berhenti melanjutkan proyek yang sedang kita jalankan ini." Aku menggertak.

"Iya sudah, terserah kamu saja deh. Aku ngikut apa katamu saja." Tegar menghidupkan kembali motornya, dan melanjutkan melaju di jalan raya menuju pusat kota.

Sesampainya di dealer mobil. Kami langsung masuk. Meski penampilan kami tidak mendukung. Bagiku itu tidak jadi soal, asal di kantong ada uang lebih. Aku yakin semua bisa terkendali.

Awalnya mereka, para marketing yang berjaga kurang bersahabat, culas dan tidak bersemangat, lama. Aku tetap melihat-lihat dan memilih salah satu kendaraan. Mereka menganjurkan supaya terlebih dahulu membayar uang SPK, surat pemesanan kendaraan. Setelah kami menyanggupi membayar, respon mereka jadi berubah seratus delapan puluh derajat.

"Maaf ... ada yang bisa kami bantu lagi." Tersenyum bersamaan mengantupnya kedua tangan ke dada. Senyum merekah nampak dipertahankan sebaik mungkin. Iya, angka adalah bahasa cinta, santapan mentalnya manusia modern.

"Besok saya kembali lagi ke sini, untuk membayar uang mukanya beserta persyaratan yang diperlukan."

"Baik, Pak. Kami tunggu kedatangan Bapak. Terima kasih, sudah mau datang ke sini." Senyumnya masih bertengger di wajah lelahnya.

Aku membalas senyum. Dan berlalu meninggalkan dealer mobil tersebut. Melanjutkan berjalan memutari pusat kota, melihat-lihat barang yang beraneka macam. Semua tersedia untuk dibeli. Aku, dia dan mereka semua ingin membeli. Dan aku ingin membeli cintaku kembali.

"Kamu mau bermalam di mana, Raka." tanya Tegar sambil mengendarai sepeda motornya.

"Di gudang saja," jawabku. "Tapi sekarang antarkan dulu aku ke rumah, ada yang mau aku ambil dan bicarakan dengan orang tuaku."

"Siap perintah ... ," celotehnya Tegar.

Lima belas menit kemudian, kita sampai di rumahku. Tegar menunggu di depan rumah.

"Sebentar aku mau berpamitan dengan kedua orang tuaku dulu, sekalian mau meminta izin bekerja di luar kota," ucapku pada Tegar.

Tegar menyeringai.

Aku masuk ke dalam rumah menemui kedua orang tuaku. Berbohong sudah mendapatkan pekerjaan di luar kota.

"Hati-hati di sana, jangan lupa belajar," tutur Ibu.

"Iya Ibu ... aku jalan dulu, yah. Temanku sudah nungguin di depan dari tadi." Mencium tangan Ibu.

Usai berpamitan, aku dan Tegar segera melaju di Jalan Raya Wahidin Sudirohusodo menuju gudang tempat kami mencetak uang palsu. Jalan Wahidin Sudirohusodo, kami lewati. Toko-toko sembako sudah banyak yang tutup digantikan dengan pedagang kaki lima yang berjejer di sepanjang jalan. Tempat-tempat karokean mulai ramai dikunjungi. Jalanan relatif ramai. Gelak tawa, musik juga suara knalpot bertalu-talu di langit Kota Bahari.

Tegar terus melaju.

"Apa rencana kamu selanjutnya?" tanya Tegar sambil melaju.

"Membeli mimpi dengan angka," celetukku.

"Mimpi apa yang mau kamu beli, Raka?" Menengok ke belakang.

"Nanti juga kamu akan tahu," sahutku.

Selang beberapa menit perjalanan, kami sudah sampai. Memasuki halaman gudang yang dijaga ketat oleh anak buahnya pak indra. Memarkirkan motor. Berjalan masuk ke dalam lorong yang sengaja di desain berliku-liku dan simpang siur.

"Lama sekali, dari mana saja kalian?" Melepas pipa rokok yang terjepit diantara dua bibirnya yang tebal dan hitam.

"Bingung menghabiskan uangnya, Bos. Jadi agak lama." Tegar menyeringai.

"Hahaha ... , iya-iya-iya." Menyemburkan asap putih. "Raka, malam ini bagaimana, apakah kamu masih bersemangat untuk menjadi orang kaya?" kelakarnya Pak Indra.

"Selalu ... ."

"Bagus-bagus." Pak Indra mengangguk-anggukkan kepalanya seperti aksesoris mainan di dalam mobil. "Malam ini, kamu harus cetak lebih banyak lagi. Karena malam ini, kita mendapatkan orderan banyak," lanjutnya.

"Seberapa banyak?" tanyaku.

Pak Indra menunjuk ke sudut ruangan.

"Kalau sebanyak itu, waktu satu-dua minggu belum tentu cukup untuk menyelesaikannya," ujarku.

"Satu bulan bagaimana, apakah cukup?"

"Oke, akan saya upayakan." Bergegas menuju depan komputer, sesekali mengecek mesin dan mencampurkan bahan-bahan.

Selain Tegar, ada juga orangnya Pak Indra yang ikut membantuku. Semua mempunyai bagiannya masing-masing sesuai yang sudah aku intruksikan.

Di sela kesibukan, Pak Indra berseru. "Berhenti dulu sebentar, mulai sekarang, Raka, Tegar dan yang lain, jangan ada yang keluar dulu dari sini. Kalau membutuhkan sesuatu, sementara kalian bisa menyampaikannya ke asisten pribadi Saya. Dua puluh empat jam, Ia siap melayani kalian."

Aku memprotes. "Loh, kok begitu."

"Demi keamanan kalian," ucapnya.

"Tapi ... ." Aku mendekat.

"Ada apa lagi, apa kamu keberatan?" tanyanya.

"Bukan begitu. Masalahnya tadi siang, saya sudah memesan mobil. Rencananya siang ini, saya mau membayar uang mukanya," ungkapku.

Pak Indra tertawa kecil seraya menepuk-nepuk pundakku dan berbisik. "Masalah itu gampang, biar saya yang mengaturnya. Kamu nggak perlu repot-repot membayar cicilan mobil. Selesaikan saja tugasmu ini, nanti kamu tinggal sebutkan saja mau mobil yang jenis apa?" Pak Indra berlalu pergi.

Seperti dongeng zaman kecil dulu. Roro Jonggrang menginginkan seribu candi dalam satu malam. Raden Bandung Bondowoso menuruti permintaan yang dicintainya. Konon ceritanya, ia memerintahkan pasukan jin untuk membangun candi tersebut dalam satu malam. Lain lagi dengan keadaanku, hanya butuh angka. Bukankah itu lebih mudah.

Tak kenal hari dan jam, aku terus berpacu dengan dentum mesin. Setiap detik sudah menjadi hitam. Lembaran-lembaran kertas membentuk pola para pahlawan. Satu dua pahlawan terus berjatuhan, bertumpuk. Terpotong dan terkemas masuk ke dalam pusaran.

Tiga minggu lebih empat hari. Tugasku sudah selesai. Sesuai yang sudah di janjikan. Sebuah mobil baru terparkir di halaman gudang. Aku terkejut. Terkejut bukan karena telah mendapatkan sebuah hadiah kendaraan baru. Tapi terkejut karena hatiku tidak merasa senang sedikitpun.

"Selamat yah, Raka." Tegar menjabat tanganku.

"Makasih sudah ikut membantuku," jawabku datar.

"Raka, ke sini sebentar," Pak Indra memanggil. "Ini jatah kalian sementara." Menyodorkan amplop coklat besar. Sudah bisa ditebak isinya adalah uang asli. "Sisanya nunggu seluruh hasil karya kamu sampai di tangan para pembeli," janjinya Pak Indra.

"Oke," sahutku.

"Oh, ya. Ini kunci mobilnya beserta surat-suratnya." Menyerahkan padaku.

Aku menerimanya tanpa ekspresi.

"Jangan khawatir, ini asli," ucapnya Pak Indra.

Aku menyeringai

"Hahaha ... hahaha ... ." Seperti biasa Pak Indra tertawa.

"Apakah saya sudah boleh pergi," tanyaku.

"Tunggu dulu sebentar. Ingat jangan pernah bercerita kepada siapapun kalau kita saling mengenal, dan jangan pernah membawa siapapun datang ke sini," pesannya Pak Indra.

"Iya, saya tahu itu," pungkasku.

Kita berjabat tangan. "Selamat menikmati dunia barumu. Tunggu kabar selanjutnya dari saya." Pak Indra meninggalkanku dan berjalan masuk ke dalam mobilnya.

Tegar menghampiriku. "Hebat kamu, Raka."

Aku meringis sembari menunjukan isi amplopnya pada Tegar. "Ini jatah kita."

Tegar selebrasi. "Yes ... ."

Aku tertawa lepas.

"Ayo, kita rayakan keberhasilan kita, Raka." Tegar merangkulku sembari tertawa senang. "Hahaha ... hahaha... ."

1
sean hayati
ceritanyq bagus,jadi ingat masa dulu nunggu kiriman lagu dari seseorang
sean hayati
Setiap ketikan kata author sangat bagus,2 jempol untuk author ya
Rurri: Selamat menunaikan ibadah membaca kak.. 😊☕
total 1 replies
sean hayati
Saya mampir thour,salam kenal dari saya
sean hayati: terima kasih sudah mau membalas salam saya,saling dukung kita ya
Rurri: salam knl juga kak 😊
total 2 replies
tongky's team
Luar biasa
tongky's team
Lumayan
tongky's team
mantap saya suka kata katanya tentang senja dan sepasang merpati
tongky's team
lanjut seru /Good/
Santi Chyntia
Ceritanya mengalir ringan dan pesan moral nya jg dapet, keren kak/Good//Heart/
Choi Jaeyi
cieeee juga nih wkwkk
Amelia
👍👍👍👍👍👍❤️❤️
Rurri
makasih kak, atas pujiannya 😊

karya² kk juga sama bagus²🌷🌷🌷
Amelia
aku suka sekali cerita nya... seperti air mengalir dan tanpa karekter yg di paksa kan👍👍👍
Jecko
Aku tersentuh/Sob/
Amelia
😚😚😚😘😘😘😘
Amelia
mantap...👍👍👍👍
Amelia
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Amelia
wkwkwk...
😅😅
Amelia
hahahaha...🤭🤭
Choi Jaeyi
selalu suka bgt sama kata tiap katanya author😭
Amelia
bagus Thor....👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!