NovelToon NovelToon
Cafe Memory

Cafe Memory

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen Angst / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Karir / Persahabatan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nurul Fhadillah

​Kematian, tentu saja tidak ada seorang pun yang suka menghadapi kematian, namun hal ini dengan jelas tentu tak dapat terhindari. Namun bagaimana kamu akan menghadapi kematian tersebut? Terlebih kematian seseorang yang sangat berharga bagimu? Bagaimana kamu akan menghadapi kematian seseorang yang kamu harapkan tetap bersamamu untuk seluruh sisa hidupmu? ​Ethan tak pernah membayangkan dirinya akan berdiri di hadapan kuburan teman masa kecilnya yang juga merupakan cinta pertamanya, bahkan setelah bertahun-tahun kematian itu berlalu, Ethan masih tak percaya gadis itu telah pergi meninggalkannya sendirian disini. Satu hal yang selalu Ethan sesali bahkan setelah belasan tahun, dia menyesal tak bisa mengungkapkan perasaannya pada gadis itu, karena sikap pengecutnya, dia tak pernah bisa memberitahukan perasaannya yang sudah lama ia pendam pada gadis itu. ​“Papa!” Ethan tersadar dari lamunannya, dia berbalik dari batu nisan itu kearah asal suara. Gadis kecil berusia 7 tahun yang imut dalam balutan dres bunga-bunga pink nya berlari dengan susah payah mendekati pria itu. “Jangan lari, nanti kamu jatuh” pria dewasa itu mengangkat tubuh gadis kecil itu lalu mengendongnya dalam pelukannya. Dia pergi mendekati wanita yang berdiri tak jauh dari sana, mereka bertiga berjalan semakin jauh meninggalkan kuburan itu lagi, meninggalkan batu nisan dan penghuni di dalamnya lagi, mungkin Ethan akan kembali kesini atau mungkin ini akan menjadi kali terakhir dia berdiri di hadapan sahabatnya yang sudah tertidur bertahun-tahun itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Fhadillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 08

Ethan sedang mempertimbangkan penawaran coach Daniel tentang pertandingan bulu tangkis minggu depan, jika dia berminat pria itu bisa mendaftarkan dirinya. Jihan sudah mendaftar bahkan setelah mendengarnya untuk pertama kali beberapa minggu yang lalu. Tentang kondisi ibunya juga tidak ada kemajuan, yang ada hanya tubuhnya yang bertambah kurus dari hari ke hari. Ethan merasa sangat tertekan dan frustasi dengan keadaan ibunya, bukan masalah keuangan mereka yang semakin mendesak, tapi dia sungguh sangat merindukan ibunya karena wanita itu adalah satu-satunya keluarga yang Ethan miliki.

“jika kamu bisa menang, hadiahnya sangat besar, ini bisa meringankan sedikit masalah keuanganmu” kata coach Daniel saat itu, dia terus membujuk Ethan agar mencoba mengikuti pertandingan ini.

“jangan melamun, kata orang nanti bisa kesurupan” kata Jihan yang baru masuk ke dalam kamar perawatan ibu Ethan, gadis itu sedari tadi hanya memperhatikan Ethan menatap kosong pada selang infus yang berada di tangan ibunya, cowok itu bahkan tidak menyadari kehadiran Jihan disana. Ethan mengalihkan tatapannya pada Jihan, di tangan gadis itu ada dua bungkus nasi goreng, air mineral dan beberapa makanan ringan.

“udah daftar aja” kata Jihan sambil menarik Ethan untuk di sofa, sedikit menjauh dari ranjang ibunya agar bisa makan dengan lebih leluasa.

“entahlah aku tak begitu yakin” jawab Ethan lesu, Jihan menghela napas pelan. Apa yang dikhawatirkan bocah satu ini?!

“dengar ya Ethan, kalau kamu ikut pertandingan ini dan memenangkannya, saat mamamu nanti bangun bayangkan apa yang akan dia katakan saat melihat mendali emas itu, bayangkan seberapa bangga nya dia. Aku bahkan bisa membayangkannya saat ini” kata Jihan panjang lebar sambil membuka bungkusan nasi gorengnya tanpa sedikitpun berpaling melihat Ethan yang hanya duduk terdiam.

“kupikir kamu yang akan mendapatkannya” kata Ethan sedikit terkekeh.

“ouh iya, kalau begitu kamu yang peraknya, mamamu pasti juga akan bangga dengan perak itu” balas Jihan dengan senyuman cerahnya.

​Dengan dorongan dari orang-orang akhirnya Ethan setuju dan mendaftar pada pertandingan bulu tangkis itu. dia akan bermain solo, seharusnya menjadi ganda campuran namun sudah dihapus dari kompetisi itu karena beberapa alasan dan Ethan tak begitu tertarik dengan ganda putra. Dia hanya senang saat bermain bersama Jihan, saat harus latihan dengan orang lain, mereka akan menjadi lawannya bukan partnernya jadi dia tak begitu keberatan. Ethan tak pernah berpasangan dengan orang lain selain Jihan. Sebelum hari pertandingan, Jihan dan Ethan berlatih dengan lebih keras dari biasanya. Terkadang Viola dan Jacob akan membantunya menjaga ibu Ethan. Di pertandingan ini hanya ada Viola dan Jacob yang menonton mereka, walaupun usia kehamilan Viola sudah 6 bulan, dia tetap memaksa untuk menonton mereka dan memberikan dukungan yang banyak untuk anak-anak itu, Jacob tentu saja tak bisa melawan kemauan Viola, dia terlalu mencintai istrinya hingga menuruti semua perkataan wanita itu. Jacob hanya bisa memperketat keamanan dan pengawasannya pada Viola. Beberapa saat sebelum pertandingan di mulai, Ethan duduk di ruang ganti sendirian sambil memperhatikan raketnya, raket biru yang sudah lumayan lama ia gunakan bahkan semenjak dia belajar bulu tangkis, raket pertama dan satu-satunya yang ia miliki. Ethan mempertimbangkan apa harus menggantinya karena senarnya sudah terlihat tua, namun apa pentingnya itu bagi Ethan?! Tangannya sedikit bergetar karena gugup, dalam diri Ethan dia yakin tidak akan memenangkan pertandingan ini sekeras apapun dia berlatih, dia memang seperti itu, anak yang tak percaya diri.

​Setelah mendengar pengumuman, Ethan berjalan keluar dari ruang ganti menuju lapangan, dia bisa melihat Jihan yang berdiri di samping lapangan karena sesinya belum tiba, gadis itu tersenyum lebar dengan tangan terkepal di depan dadanya, mengatakan semangat tanpa suara, Ethan menganguk pelan lalu berdiri di posisinya. Di sisi lain lapangan, sudah bersiap seorang pria yang sepertinya anak SMA atau anak kuliahan, tubuhnya lebih besar dan tinggi di bandingkan Ethan.

​Ethan tidak pernah menyangka pertandingan bulu tangkis bisa semelelahkan ini dan sorakan para penonton sedikit membebankannya, namun dia menemukan dirinya merasa puas pada pencampaiannya. Selelah apapun dan sesulit apapun dia tetap bisa bertahan sejauh ini. dia sudah mengalahkan tiga orang dan akan masuk ke semi final dengan orang lain yang juga berhasil bertahan. Kini dia tengah beristirahat dan menyaksikan pertandingan putri, yang artinya kini giliran Jihan yang bertanding. Cowok itu dengan fokus memperhatikan Jihan, dia selalu kagum pada gadis itu, pada permainannya, pada pesonanya, pada tekadnya.

“hebat sekali anak ini” kata Jihan sambil merangkul leher Ethan saat mereka semua tengah beristirahat, beberapa menit lagi akan dimulai pertandingan semi final.

“tentu saja” balas Ethan, setelahnya dia merasakan Jihan mengacak-acak rambutnya dengan sedikit kasar. Selama waktu istirahat, mereka berbicara dengan coach Daniel, pria dewasa itu memberikan beberapa tips pada mereka agar bisa mempertahankan energi mereka dan menyelesaikan pertandingan itu dengan baik, dia juga menjelaskan apa yang seharusnya mereka lakukan agar terhindar dari cedera.

​Dalam pertandingan kali ini ada dua kategori, putri dan putra, mereka tidak di campur lagi, jadi akan ada pemenang. Ethan juga tidak yakin dia bisa menang jika melawan Jihan. Ethan menyelesaikan pertandingannya terlebih dahulu, pemenang akan diumumkan saat seluruh pertandingan selesai, Ethan kembali ke sisi lapangan setelah selesai bertanding dan bersiap menyaksikan pertandingan terakhir Jihan. Awalnya terlihat sangat mulus seperti biasanya, walau wajah dan tubuhnya sudah di penuhi dengan keringat, masih ada banyak semangat dan ambisi di wajahnya. Saat kuk itu terbang kearah Jihan dan gadis itu sudah bersiap untuk memukulnya kembali, gadis itu menghentikan ayunan raketnya di udara dan membiarkan kuk itu terjatuh begitu saja di dekat kakinya membuat satu poin untuk lawan. Jihan menunduk dalam sambil memegang pelipisnya dan dia terhuyung sebentar, coach Daniel meminta waktu sebentar untuk memeriksa keadaan gadis itu. Ethan berdiri di tempatnya dengan kening berkerut dalam, dia tidak bisa kesana namun dia merasa tidak tenang dan sangat khawatir. Ethan bisa melihat Jihan menggeleng pada coach itu beberapa kali lalu coach itu kembali berlari ke pinggir lapangan. Kini pertandingannya kembali dimulai namun Jihan tidak terlihat fokus seperti sebelumnya. Gadis itu melewatkan banyak kesempatan dan bahkan hampir tidak dapat mencetak poin lagi, terkadang dia terhuyung dan mundur terlalu kebelakang, namun dia masih mencoba untuk fokus dan mencetak poin. Saat peluit waktu habis berbunyi, Jihan menjatuhkan raketnya ke tanah dengan lemas lalu berjongkok sambil menompang kepalanya menggunakan kedua tangan. Ethan berlari dengan kuat mendekatinya dan mencoba mengangkat wajah gadis itu untuk mengeceknya, coach Daniel juga berada di sana untuk melihat keadaan Jihan. Saat gadis itu mendongak menatap wajah Ethan, ada darah yang menetes dari hidungnya.

“Jihan…” Ethan terlalu kaget untuk sekedar mengatakan kalau gadis itu sedang mimisan. Coach Daniel dengan pelan mendorong Ethan kebelakang dan mengambil alih Jihan, dia dengan cepat berteriak menyuruh para medis untuk datang. Semakin lama Jihan semakin lemah dan matanya berkunang-kunang, memandang dengan kosong. Mereka membawanya ke rumah sakit namun menyuruh Ethan tetap berada disana karena dia tidak boleh meninggalkan tempat itu sebelum penyerahan mendali selesai dilakukan.

​Setelah mereka yang membawa Jihan kerumah sakit pergi, Ethan bergerak dengan gelisa di tempatnya. Persetan dengan acara kemenangan dan upacara penyerahan mendali bodoh ini, tapi dia tak bisa melakukan apapun. Dia menjadi juara satu dan mendapatkan mendali emas dan piala juga hadiah sejumlah uang, Ethan harus menggantikan Jihan menerima mendali perak karena gadis itu kembali berada di posisi dua, dia juga mendapatkan sejumlah uang. Setelah semua upacara bodoh (menurut Ethan) selesai dilakukan, dia bersama Viola dan Jacob bergegas dengan terburu-buru ke rumah sakit untuk melihat keadaan Jihan. Ethan berlari dengan kencang menuju kamar rawat Jihan dan saat dia masuk ke sana, dia melihat Jihan terduduk disana dengan infus tertempel ditangannya.

“memangnya harus berlari seheboh itu?!” kata Jihan dengan kekehan pelan saat melihat Ethan masuk dengan heboh, Ethan mencoba mengatur napasnya yang terasa sesak.

“apa… yang terjadi?” tanya nya setelah dia bisa kembali bernapas dengan normal. Coach Daniel yang berdiri di samping ranjang dengan raut wajah yang sulit di tebak ingin mengatakan sesuatu namun tangan Jihan langsung mengengam ujung jarinya membuatnya kembali terdiam.

“kata dokter aku hanya terlalu kelelahan, kamu tau kan kita berlatih mati-matian” kata Jihan dengan senyuman lembutnya, meyakinkan Ethan dengan tatapannya.

“sudah kubilang kamu terlalu gampang sakit, seharusnya tidak perlu berlatih sekeras itu” kata Ethan mengomeli Jihan karena merasa kesal, dia kini duduk di kursi samping ranjang Jihan. Coach Daniel mengatakan akan keluar sebentar, berada disana melihat mereka membuatnya sesak, Jihan membuatnya berjanji untuk menyembunyikan kondisinya dari Ethan walaupun pria dewasa itu tidak kuat melakukannya, semoga Ethan bisa berbahagia dan tak perlu menanggung rasa sakit yang terlalu banyak. Di pintu keluar dia berpapasan dengan Viola dan Jacob, dia mengajak kedua orang tua itu ke kantin rumah sakit untuk menjelaskan kondisi Jihan namun dia meneruskan permohonan Jihan untuk tidak memberi tahu Ethan, dia akan mengatakannya nanti saat dia mampu.

​Ethan memperlihatkan mendali emas itu pada Jihan dan mengatakan kalau gadis itu memenangkan pertandingan itu.

“jangan berbohong Ethan, kamu payah” komentar Jihan dengan wajah cemberut yang dibuat-buat, ayolah semua orang juga tau betapa payahnya permainannya tadi.

“aku serius” Ethan menundukan kepalanya.

“berikan mendaliku, apa yang kupunya? Perunggu?” Jihan menyodorkan tangannya tepat kedepan wajah Ethan yang menunduk membuat cowok itu mengangkat kembali wajahnya untuk memandang Jihan.

“perak” dia mengeluarkan mendali itu dari saku bajunya dan meletakkannya di telapak tangan Jihan.

“perak lagi ya!? Mungkin memang cocok” kata Jihan sambil mengamati medali yang sama dengan yang ia miliki di rumahnya dari pertandingan yang lalu. Ethan yang terdiam mengamati Jihan dengan lekat, rasanya Ethan masih bisa melihat kekecewaan yang ada di diri Jihan walaupun berusaha dengan susah payah ia sembunyikan.

“mau tukeran gak Ji, kayaknya aku lebih suka yang perak karena biar samaan kayak punya kamu yang pertama” kata Ethan serius, tak ada candaan sedikitpun dalam ucapannya. Jihan menghela napas pelan sambil meninju kuat lengan Ethan hingga cowok itu meringis dengan tatapan terkejut, Jihan juga sedikit kaget karena tinjunya lebih kuat dari yang ia maksudkan juga membuat jari-jarinya berdenyut pelan.

“Ethan bodoh banget ihh, mendali itu bukan punya kamu tapi punya mama kamu, pasti dia bakalan senang banget terus bangga banget lagi akhirnya kamu ada prestasinya” kata Jihan dengan nada bercanda di akhir kalimatnya, dia tau Ethan tidak menggilai bulu tangkis seberat dirinya namun Jihan tidak ingin memanfaatkan sahabatnya itu untuk kepentingan dirinya sendiri terlebih lagi Jihan ingin Ethan lebih menghargai percapaian yang dia dapatkan karena kemampuan dan kerja kerasnya.

​Kini mereka sudah kelas 9 SMP, mereka lebih banyak belajar untuk persiapan masuk SMA favorit mereka. mereka masih bermain bulu tangkis, Ethan dan coach Daniel kini tak mengizinkan Jihan berlatih terlalu keras seberapapun gadis itu memaksa karena tubuhnya yang lemah dan gampang sakit. Setiap hari yang dihabisi Ethan bersama Jihan dimanapun mereka berada menyadarkan Ethan betapa dia sangat bergantung dengan Jihan, Ethan tak bisa membayangkan hidupnya hanya sedetik saja tidak bersama Jihan dalam hidupnya, dia sudah sangat terbiasa dengan eksistensi gadis itu, dengan semua hal tentangnya. Mungkin ini perasaan yang orang-orang sebut cinta, tapi walaupun mereka masih sangat muda Ethan tidak ingin ini hanya akan menjadi cinta cinta monyet yang akan berakhir saat mereka dewasa. Namun walaupun dirinya menyebut ini cinta, Ethan tidak tau bagaimana perasaan Jihan padanya, ada banyak sekali bentuk kasih sayang dan rasa suka, bisa saja sayang dirasakan Jihan berbeda dengan dirinya karena itu Ethan takut mengatakan perasaannya pada Jihan, dia takut akan menerima penolakan dan itu malah akan membuat mereka berjarak, Ethan tidak ingin hal itu.

“Ethan lihat” Jihan dengan sangat tiba-tiba menarik Ethan mendekati sebuat toko di tepi jalan saat mereka pulang sekolah. Ethan tak paham apa yang harus dia lihat di toko yang banyak boneka dan mainan ini, Ethan mengalihkan perhatiannya dengan kening berkerut dari dalam toko itu ke wajah Jihan yang berdiri tepat disampingnya dengan mata berbinar.

“itu lho Ethan!” Jihan menunjuk ke suatu gantungan yang penuh dengan gantungan kunci saat menyadari raut wajah binggung Ethan.

“terus?” Jihan rasanya ingin mencakar wajah bodoh Ethan saat ini, kenapa cowok itu susah sekali memahaminya. Dengan helaan napas kasar Jihan menarik Ethan memasuki toko itu dan mendekati gantungan yang sedari tadi menarik perhatiannya. Jihan mengambil salah satu gantungan imut berbentuk boneka, lalu beralih pada gantungan lainnya. Ethan heran kenapa Jihan masih menyukai hal-hal semacam itu padahal dia sudah ‘besar’.

“ini atau yang ini, Ethan bantuin aku binggung” kata Jihan sedikit merengek mengangkat dua jenis gantungan yang berbeda tepat di depan mata Ethan, cowok itu sedikit memiringkan wajahnya agar dapat melihat gadis yang berdiri di hadapannya.

“yang kiri kayaknya oke” kata Ethan walaupun tidak paham dimana letak bagusnya benda-benda itu.

“ini?! oke deh” Jihan meletakan kembali gantungan yang ada di tangan kanannya dan memilih gantungan yang dipilih asal oleh Ethan, gadis itu masih belum beranjak dari sana dan masih memilih-milih gantungan lainnya. Ethan melirik sekilas ke sekeliling toko itu, kebanyakan yang ada di sana adalah anak kecil dan orang tua mereka, semua barang yang ada disini terlihat lucu dan sangat kekanak-kanakan membuat kenangan lama hinggap pada Ethan, bagaimana dirinya sambil di gandeng oleh sang ibu masuk ke toko mainan untuk membeli mainan-mainan dan Ethan sebisa mungkin memilih yang harganya tak begitu mahal walaupun ibunya mengatakan Ethan bisa memilih apapun yang dia suka. Setelah mendapatkan semua yang dia mau, Jihan kembali menarik Ethan ke meja kasir, saat gadis itu hendak membayar Ethan menghentikannya dan mengeluarkan uang dari dalam sakunya.

​Setelahnya mereka kembali berjalan pulang, Jihan memberikan satu gantungan pada Ethan, gantungan yang ia pilih sendiri. Gantungan itu berbentuk rangka tulang manusia dari kepala sampai kaki namun terlihat konyol, sedangkan milik Jihan yang dipilih oleh Ethan adalah gantungan berbentuk panda yang duduk sambil memeluk sebatang bambu. Jihan memaksa untuk memakaikan gantungan itu pada tas Ethan dan dia juga memaksa Ethan memakaikan miliknya di tas Jihan. Jihan sering membeli barang-barang acak dan melibatkan Ethan juga, tidak semua barang yang mereka beli bersama adalah barang couple namun semuanya terlihat terkesan walaupun hanya hal kecil, untuk kenangan kata gadis itu. sebentar lagi mereka akan masuk SMA dan Ethan bertanya-tanya akan seperti apa kehidupan SMA mereka berdua dan apa saat itu ibunya sudah bangun?! Jihan selalu menghibur Ethan mengatakan jangan khawatir nanti beliau akan bangun kok, gak lama lagi mama kamu akan bangun tenang saja. Ethan mengerti Jihan hanya ingin membuatnya merasa lebih baik dan tak begitu tertekan dengan keadaan yang tengah ia hadapi ini, namun semakin lama gadis itu mengucapkan kata-kata seperti itu semakin menipis harapan Ethan, semakin lama hal itu hanya terasa seperti anggan-anggan.

​Setiap Jihan kembali ke rumah dia selalu mendapati ibunya hanya terduduk sambil melamun, semakin lama wanita itu semakin jarang memukulinya dan itu sebenarnya baik namun wanita itu semakin banyak termenung dan merespon dengan lambat hal-hal di sekitarnya. Jihan bertanya-tanya pada dirinya sendiri setiap kali dia memandang ibunya yang seperti itu, jika ibunya tau tentang sakitnya dan waktu nya yang tersisa bagaimana perasaan wanita itu? akankah dia merasa lega atau dia akan merasa khawatir?! Jihan ingin ibunya berhenti meratapi apa yang sudah berlalu bertahun-tahun yang lalu dan hanya fokus pada dirinya saja saat ini karena hanya dia keluarga satu-satunya yang Jihan miliki, namun setiap kali gadis itu mencoba berbicara dengan ibunya, wanita itu meresponnya dengan lambat dan menjadi pemarah lalu berteriak dan menangis. Jihan tak pernah bisa menghadapi ibunya dengan benar, dia lupa bagaimana rasanya memiliki percakapan normal layaknya ibu dan anak lainnya atau bagaimana pelukan hangat wanita yang telah melahirkannya itu, Jihan bahkan yakin tak ada satupun memori dalam ingatakannya yang menyimpan kenangan saat ibunya tertawa bahagia, tertawa lepas. Jika dia bisa kembali ke masa lalu dia akan mencengah ayahnya melakukan bunuh diri sekeras yang ia bisa, dia bahkan bisa menggantikan posisinya, tak apa jika dia meninggalkan asalkan ayahnya bisa hidup.

1
Bening Hijau
marathon loh aku bacanya..
kamu orangnya konstisten...
saya senang gayamu..
nanti akan ku baca cerita mu yang lain marathon juga dan komen di bagian akhir..
semangat terus..
Bening Hijau: tak langsung kamu buat q motivasi untuk menyelesaikan imajinasi ku sampai selesai
Nurul Fhadillah: Terima kasih banyak, senang sekali kalau kamu suka sama ceritanya😁
total 2 replies
mary dice
biasanya ada koma sebelum tanda petik
Nurul Fhadillah: Ouh oke kak, terima kasih untuk koreksi nya😁🙏🏻
total 1 replies
S. M yanie
semangat kak...
S. M yanie: InsyaAllah, hhheee
Nurul Fhadillah: Iya kak, kakak juga semangat ngejalani hari2🦾
total 2 replies
cytoid
kakak bisa lihat novelku lewat profilku(^^
cytoid
kasian ethan🥺. Btw aku juga lagi buat novel baru nih kak, tolong disupport ya?🙏
todoroki shoto: semangat,kak/Smile/
Nurul Fhadillah: Ouh oke kak, semangat terus berkarya nya ya, terima kasih juga udah baca novel ini😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!