Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lamunan
Rani sibuk memasukkan bajunya ke dalam tas, sementara Tia hanya memperhatikan di sebelahnya.
" Biar mas Yudi yang mengantarmu ke mencari bis," Rinta masuk ke dalam kamar Rani.
" Tidak mbak, aku bisa naik ojek online," jawab Rani sudah selesai mem packing bajunya.
" Nah sayang..?" sekarang Rani duduk di hadapan putrinya,
" Bunda ijinkan Tia bermain disini sampai liburan menjelang habis,
Tia tidak boleh nakal atau merengek.. Okee?" ujar Rani sembari membelai putrinya, sesungguhnya berat meninggalkan tia, tapi ia lebih memilih untuk pulang dulu,
ia merasa tidak nyaman semenjak kedatangan keluarga mantan suaminya.
" Okee...!" jawab Tia semangat, tidak ada kesedihan sedikitpun meski bundanya pamit, begitu nyamannya Tia dengan kasih sayang keluarga Yudi.
" Baiklah.. Tia bisa kan telfon bunda?"
Tia mengangguk,
" ya sudah.. Kalau begitu bunda pulang dulu ya, tia harus baik baik disini..."
Tia mengangguk lagi,
" bunda hati hati ya? Jangan tidur dijalan..", pesan putrinya.
Rani tersenyum sedih dan mengangguk, di ciumi nya putrinya itu.
" ingat, tidak boleh main keluar sendirian ya?" pesan Rani lagi serius,
" Iya bundaa, tia tidak akan main keluar.."
" hemm.. Bagus," setelah menciumi putrinya sekali lagi Rani bangkit dan memakai tas punggungnya, sementara travel bag yang berisi baju Tia, dia tinggal.
" Biar ku antar.." ternyata Danu sudah bersiap di depan rumah dengan motornya.
" Lho? Padahal chat ku cuma pamit bukan minta antar?" ujar Rani,
" halah.. Kayak ke siapa saja, oh ya kerumah dulu, sekalian pamit sama ibuku.." jawab Danu.
" Ya wes, berangkatlah, sekalian pamit ke ibu danu, ndak enak.." suara mas Yudi dari dalam rumah.
" iya mas, mbak... Aku nitip Tiara yo, minggu depan ku jemput.." pamit Rani mencium tangan Yudi dan Rinta bergantian,
menatap Tiara sejenak, lalu naik ke atas motor Danu.
Pagi itu tidak seperti biasanya, Rani bangun disamping tubuh Hangga, dengan lengan kiri laki laki itu sebagai bantalnya.
Sementara lengan kanan yang terlihat kuat itu masih erat memeluk pinggangnya.
Rani bergerak, merasakan Rambutnya yang hangat karena hembusan nafas suaminya.
Merasakan gerakan Rani, bukannya menjauh, tapi malah semakin erat pelukan Hangga.
Rani gemetar, ia masih ingat bagaimana cara hangga marah.
Namun tangan yang semalam kasar itu, sekarang menyentuh dan menarik tubuh Rani dengan lembut.
Rani memberanikan diri menoleh, dan terlihatlah wajah yang selama ini jarang di tatapnya meski hidup dalam satu atap,
itu terjadi karena Hangga berangkat pagi dan kadang pulang malam dengan alasan lembur.
Andaikata pun dia pulang sore, maka dia akan menyibukkan dirinya dengan majalah majalah trubus yang entah edaran tahun kapan itu dan serial dokumenternya,
bicara pada istri bukanlah hal yang penting untuknya, karena itu Rani tidak bicara jika tidak di ajak bicara.
Namun pagi itu, meski ada rasa sakit yang menggelayuti sekujur tubuhnya,
tetap saja, pemandangan yang ia lihat sungguh tak biasa dan membuat jantungnya tak beres.
Bulu mata yang lebat, alis yang rapi, hidup yang mancung, dan bibir yang tipis.
Ada perasaan hangat yang mengaliri Rani tiba tiba.
Saat Rani sedang mengagumi keindahan wajah suaminya, mata yang sedari tadi terpejam itu tiba tiba saja terbuka dan menatap Rani.
Rani mematung, namun tak lama di sadarkan dirinya, ia bergerak untuk melepaskan diri, namun lagi lagi di luar perkiraan,
Hangga malah menjatuhkan bibirnya kembali di leher Rani.
Membuat Rani menggelinjang geli.
Bahu yang lebar itu tiba tiba saja bergerak, berpindah ke atas tubuh Rani.
Tak ada sepatah pun kata yang di ucapkan hangga,
laki laki itu terus saja bertindak sesuai nalurinya sebagai seorang laki laki,
Dan akhirnya hal semalam..
terjadi lagi.
" Yang turun pasar pasar..!" suara kondektur bis membuyarkan lamunan Rani.
Dengan buru buru ia bangkit dan berdiri di dekat pintu depan,
bersiap untuk turun.
Setelah turun dari bis Rani mencari tukang ojek, karena di rasa mengojek bisa menghemat waktu dari pada harus naik angkutan lagi menuju daerah rumahnya.
Rani di bonceng tukang ojek melewati jalanan desa, dimana di setiap sisi jalan di tumbuhi dengan pepohonan yang membentuk sebuah terowongan besar.
disekitar jalan banyak tanaman padi dan kebun kebun tebu,
ada juga beberapa tanaman cabe dan tomat.
setelah kurang lebih empat kiloan pak ojek mengendarai motornya, sampailah pada sebuah perkampungan, dan berhenti pada sebuah rumah yang terletak di bawah perbukitan.
" Maturnuwun nggih pak.." ujar Rani menyerahkan dua lembar sepuluh ribuan.
" Nggih mbak.." jawab si bapak ojek lalu segera pergi.
Rani menghirup udara sedalam mungkin,
" sejuk..." ucapnya dengan senyum sumringah.
Ia membuka pagar rumahnya yang tidak terlalu tinggi itu, lalu masuk ke dalam halaman kecil yang ia tanami dengan berbagai macam anggrek dan krisan.
Sementara di sudut sudut halaman, Rani menanaminya dengan daun pucuk merah.
" Lho? Mbak Rani??" suara mak Dar berjalan terburu buru masuk ke halaman Rani.
Rupanya mak Dar tau saat Rani turun dari ojek.
" Kok sudah pulang mbak?? Tiara mana??!" tanya mak Dar terburu buru.
.....