“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
“Heh Shelina!”
Argantara memanggil Shelina tanpa ada lembutnya sama sekali. Dan itu berhasil membuat Shelina menoleh.
Shelina tampak bicara sebentar pada kedua temannya setelah itu menghampiri Argantara yang berdiri menatapnya sambil memasukkan salah satu tangannya di saku celana.
“Kenapa?”
“Nyokap nyuruh gue untuk ngajakin lo pulang bareng sama gue, lo mau atau nggak? Kalau lo nggak mau, gue bakal pulang sendiri,”
Shelina menoleh ke arah dua temannya yang menatapnya penasaran. Mereka berdua pasti bertanya-tanya karena ternyata Shelina kenal dengan Argantara.
“Gimana? Jangan kelamaan mikir. Lo mau atau nggak balik sama gue? Ini nyokap yang nyuruh gue supaya ngajakin lo pulang bareng tapi kalau lo mau balik sama teman-teman lo nggak masalah,”
“Aku bilang ke teman-teman aku dulu. Aku bakal pulang sama kamu, karena ‘kan mama kamu yang nyuruh,” ujar Shelina yang ingin menghargai apapun itu seperti titah, suruhan, atau permintaan dari orangtua.
Argantara geleng-geleng kepala setelah Shelina memutuskan bahwa dirinya akan pulang bersama Argantara.
“Apa dia nggak kapok ya? Padahal gue kira dia bakal pulang sendiri atau sama teman-temannya, tapi ternyata dia malah mau pulang sama gue. Dia nggak takut gue nyelakain dia?” Batin Argantara.
Shelina menghampiri dua temannya yang tentunya bertanya-tanya kenapa Shelina bisa kenal dengan Argantara si tampan.
“Lifa, Tita, aku minta maaf ya nggak jadi pulang bareng sama kalian berdua,”
“Eh lo mau pulang sama Arga ya?”
“Iya aku pulang sama Arga, nggak jadi sama Lifa, Tita, nggak apa-apa ‘kan ya? Aku minta maaf, besok kita pulang bareng ya,”
“Iya santai aja nggak apa-apa kok, Shel. Tapi ngomong-ngomong, lo sama Arga kok bisa udah kenal? Gue kaget lho, Shel,” ujar Lifa yang tidak bisa menahan rasa penasarannya maka dari itu langsung bertanya.
“Arga anaknya sahabat mama papa aku,”
“Kalian pacaran?”
“Hah? Nggak kok, kami nggak pacaran,”
“Oh gitu, ya udah gue cuma penasaran soal itu doang,” ujar Lifa seraya terkekeh.
“Kenapa? Kamu naksir sama Arga ya?”
“Hah? Kalau dibilang naksir sih, banyak yang naksir dia sebenarnya, Shel. Dia ‘kan ganteng, nggak problematik juga anaknya. Tapi ya gitu, cuek. Gue cuma suka gantengnya aja sih,”
“Oh Arga banyak yang suka ya?”
“Banyak lah, secara dia ‘kan ganteng tuh, nggak suka bikin masalah, adem ayem aja sejauh ini,”
Bunyi klakson dari mobil Argantara langsung mengejutkan Lifa, Shelina dan Tita yang sedang sibuk mengobrol bertiga.
“Aku duluan ya, Lif, Ta. Maaf ya sekali lagi. Aku pulangs ama Arga, Assalamualaikum,”
Shelina tahu Argantara mulai kesal menunggunya maka dari itu sengaja membunyikan klakson mobil supaya Ia segera masuk ke dalam mobil Argantara.
“Iya hati-hati, waalaikumsalam,”
Shelina langsung bergegas masuk ke dalam mobil tunangannya itu. Tapi sebelum membuka pintu mobil, Shelina tidak lupa menghembuskan napas kasar. Jantungnya berdetak tidak karuan karena ingat kejadian tadi lagi tapi Ia berusaha untuk berpikir positif atau melawan rasa takutnya itu karena Tina, mamanya Argantara sudah menyuruh Argantara untuk pulang bersama dirinya.
Setelah duduk dan menggunakan seat belt, Shelina juga menghembuskan napas kasar lagi. Ia masih mengusir rasa takut dan ingatan soal kejadian tadi pagi.
“Kenapa lo? Takut?” Tanya Argantara seraya menoleh ke sebelah menatap Shelina dengan senyum miringnya. Argantara tebak, Shelina sedang tidak baik-baik saja sekarang.
“Kalau kamu tanya takut atau nggak? Ya jelas aja jawaban aku takut, karena tadi pagi kamu ‘kan hampir mau bikin aku mati,”
“Terus kenapa lo mau pulang sama gue? Lo ‘kan gue kasih kesempatan untuk nolak, tapi kenapa lo tetap aja pulang sama gue?”
“Ya karena Mama kamu yang minta, dan aku menghargai itu,”
“Halah, sok jadi anak yang baik lo,”
“Aku emang bukan anak yang baik kok, aku banyak dosanya juga tapi aku cuma nggak pengen orangtua kecewa,”
“Tapi nyokap gue bukan orangtua lo!”
“Kata siapa? Beliau ‘kan sahabatnya Mama Papa aku, jadi aku udah anggap orangtua kamu itu, orangtua aku juga, Arga,”
“Dih, gue makin benci banget sama lo,”
.