Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri..
Mario menemukan sepucuk surat dari mantan istrinya sebelum pergi, dua baris kata yang entah mengapa seperti mengandung misteri untuknya..
Mereka berpisah baik- baik bahkan sampai mantan istrinya akan pergi mantan istrinya masih mengungkapkan bahwa dia mencintai Mario..
...
Kebodohan yang Namira lakukan adalah menikmati malam bersama mantan suaminya, hingga Namira menyadari apa yang dia lakukan menyakiti dirinya sendiri.
Apalagi saat mendengar kata- kata dari mantan suaminya..
"Aku harap dia tumbuh, untuk menjadi bukti cinta.." katanya sambil mengelus perut Namira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hambar
Namira baru saja pulang dan melihat Juni yang sedang bermain lego di ruang tv, dengan saluran tv yang terus menayangkan film kartun kesukaannya, namun Juni tetap fokus dengan legonya.
"Jika tidak di tonton, Mami matikan tvnya ya?"
Juni mendongak dan tersenyum lebar melihat Namira sudah ada di depannya.
"Mamii.." Namira mengecup dahi Juni.
"Baru sadar mami pulang?"
"Mami buat lobot, Mamiii" Juni langsung merajuk sejak tadi bocah itu ingin membuat robot tapi tidak bisa dia lakukan, pantas saja Juni tidak menyadari jika Namira sudah datang, rupanya bocah itu sedang sangat serius.
Namira melihat lego Juni dan menggaruk dahinya, "Oke mami coba buat.."
Namira pun duduk di karpet lantai dan mulai merangkai membuat robot dari lego seperti yang Juni minta "Begini bukan?"
Juni cemberut melihat robot buatan Namira "Butan mi.." Juni menunduk sedih saat robot yang di buat Namira tak sesuai keinginannya..
"Loh, kok sedih..?, Juni mau beli eskirm gak?" Namira mencoba mengalihkan Juni..
"Estrim cottat.."
Namira mengangguk "Boleh mau berapa eskrim coklatnya?'
"Tida.." Juni mengangkat empat jarinya.
"Itu empat Jun.."
"Emptat.." Namira tertawa.
" Oke.. kita berangkat.." Tanpa mengganti pakaiannya Namira membawa Juni pergi ke mini market yang beberapa langkah saja dari rumahnya.
Namira benar- benar membelikan Juni empat eskrim, dan sepanjang perjalanan menuju pulang mereka bergandengan tangan sambil memakan eskrim.
Untuk sejenak Namira melupakan kekalutan hatinya bertemu dengan Mario yang membuatnya sedikit takut, takut terjerumus lagi dalam cintanya yang besar untuk Mario, Namira melihat sebelah tangannya yang menggenggam tangan Juni dan mengeratkan genggamannya, sekarang ada Juni, Juni akan menjadi kekuatannya dalam melawan Mario.
"Enak gak eskrimnya?"
"Enyak Mami.." Namira mengusap bibir Juni dengan tisu di genggamannya dan kembali berjalan pulang.
Tiba di rumah Namira dan Juni disambut raut khawatir dari Ibu "Ibu kira Juni kemana.. untung ibu lihat tas kamu di kursi.."
Namira meringis dia lupa berpamitan pada ibu mengajak Juni membeli eskrim "Maaf Bu.."
Farida menghela nafasnya " Gak papa, ganti baju dulu sana.." Namira mengangguk lalu bicara pada Juni..
"Jun, Mami mandi dulu ya.." Juni hanya mengangguk masih menikmati eskrimnya.
Namira mencebik, dan Farida terkekeh "Sudah punya eskrim maminya di abaikan.."
...
Namira baru selesai mandi dan mendengar ponselnya berdering, Namira menghampiri tasnya dan mengambil ponsel di dalamnya.
Mengerutkan keningnya saat melihat nomer yang tidak di kenal, Namira belum bersuara hingga sebuah suara mengagetkannya "Nami.. dari mana saja kamu, aku hubungi sejak tadi kamu tidak menjawab.."
"Bapak ada perlu sama saya..?" Jawab Namira datar, tentu saja dia tahu suara siapa itu, suara berat yang selalu menusuk hatinya.
Mario menghela nafasnya lelah "Aku kirim file ke email kamu, kerjakan sekarang karena itu akan menjadi bahan untuk rapat besok"
"Baik pak.." Namira membuka laptopnya dan menyalakannya tak lama sebuah notifikasi muncul.
"Ada lagi Pak?"
"Tidak.. aku hanya.."
"Baiklah jika begitu saya tutup telponnya.."
"Mami.." Juni memasuki kamar.
"Sebentar Nami suara siapa itu.."
Namira memejamkan mata, apalagi mau pria itu..
"Mami.. nantuk"
"Ya sudah ya pak, kalau begitu.."
"Kamu belum jawab aku Nami.." Namira tak peduli dia menutup panggilan dari Mario dengan segera.
"Juni ngantuk? sudah minum susunya?" Juni mengangguk, lalu naik ke atas ranjang, Namira segera menepuk pelan pantat dan punggung Juni, hingga Juni terlelap.
Mario sudah mendengar suara Juni, lalu sekarang apa? Namira tak akan khawatir karena dia sudah siap sejak melihat pria itu, atau bahkan sejak lama.
Namira menghela nafasnya, lalu tatapannya jatuh pada Juni yang sudah terlelap, tiba- tiba perasaan sakit menusuk hatinya.. "Maafkan Mami Jun.. karena kamu tidak akan bisa tahu siapa ayah kamu.."
Di sebrang sana Mario mengerutkan kening mendengar suara anak kecil yang memanggil kata 'Mami' dan terdengar jelas olehnya.
Pada siapa dia memanggil Mami, dan anak siapa itu..?
Apa mungkin anak Namira, tapi dengan siapa? sudah jelas kalau di CV nya Namira masih berstatus janda, mungkinkah itu anaknya..?
Saat Mario tengah asik dengan pemikirannya tentang Namira, ponsel Mario berdering, melihat nama Erina disana Mario segera mengangkatnya "Ada apa..?"
"Vano sakit Mas.." Mario segera bangun..
"Aku datang.." tanpa menunggu lama Mario segera pergi dan memacu mobilnya.
Tiba di rumah, Mario segera mencari dimana bocah itu dan benar saja dia sedang terbaring di ranjangnya dengan kompres di dahinya "Sejak kapan Vano sakit?"
"Pagi tadi masih gak papa, terus dia cari kamu tidak ada langsung menangis dan tak bisa di tenangkan hingga kelelahan sendiri dan tidur, setelah bangun badannya panas.."
"Kenapa tidak segera menghubungiku" Mario mendudukan dirinya di tepi ranjang dan mengelus rambut Rivano yang berkeringat.
"Aku tahu Mas sibuk di kantor.. apalagi kantor baru, kamu pasti sengaja lembur karena banyak kerjaan kan..?"
"Sudah di periksa dokter?" Mario memilih mengalihkan pembicaraan, mengingat kantor dia jadi mengingat Namira si sekertaris sekaligus mantan istrinya.
"Sudah, tapi tadi Vano panggil kamu terus jadi aku terpaksa ganggu kerjaan kamu.."
"Tidak apa, untuk Vano aku akan datang, meskipun sedang sibuk.." Erina mengangguk.
"Kalau begitu aku buatkan mas kopi dulu.." Mario menghela nafasnya saat melihat punggung Erina pergi.
"Papa.." panggilan lirih itu terdengar dan Mario segera menoleh cepat.
"Hey boy, apa masih sakit?" Vano menggeleng dan merentangkan tangannya dia ingin di gendong Mario, dan Mario pun segera menarik bocah itu hingga duduk di pangkuannya.
"Papa sibuk bekerja, jadi Vano harus baik diam dirumah dengan Mama.." Mario tahu anak sekecil Rivano belum mengerti tentang kesibukannya tapi Mario mencoba untuk menjelaskan pelan-pelan "Jadi papa gak bisa terus bersama Vano seharian.."
Rivano terisak kecil "Tapi Papa janji setiap papa pulang papa akan belikan oleh- oleh untuk Vano, okay?" Rivano mengangguk senang.
"Sekarang Vano istirahat lagi.." Mario mengelus punggung Vano hingga bocah itu kembali tertidur.
Erina datang dan membawa secangkir kopi untuk Mario, Mario menyimpan telunjuknya di mulut saat Erina akan bicara, Erina yang melihat Rivano tertidur di pelukan Mario pun mengangguk, lalu memberi isyarat jika kopinya dia letakkan di atas meja.
Mario mengangguk lalu membaringkan Rivano kembali saat bocah itu sudah lelap.
"Kamu terlihat kelelahan?" Mario menghampiri Erina yang duduk di kursi di kamar Rivano, kamarnya luas dan di lengkapi kursi dan meja untuk sekedar bersantai saat pengasuh menjaga Rivano.
"Vano mengamuk sejak tadi, aku berusaha menenangkannya.." Mario mengangguk.
"Kalau begitu istirahatlah, biar aku yang jaga Vano sekarang.."
"Kamu juga pasti lelah Mas, seharian bekerja.."
"Tidak apa, aku akan jaga Vano disini.. ada pekerjaan juga yang harus segera ku selesaikan.." Erina melihat tas kerja Mario, lalu mengangguk.
"Jangan terlalu memforsir dirimu Mas, istirahatlah jika sudah lelah.." Mario bergumam dan mulai menyalakan laptopnya.
Erina hanya bisa menghela nafasnya saat Mario bahkan tak melihat ke arahnya.
Erina memberikan kecupan di dahi Rivano lalu keluar dari kamar itu dan pergi ke kamar sebelah untuk istirahat.
Mario bekerja hingga malam sambil menjaga Rivano, sesekali dia akan mengecek suhu tubuh Rivano dan menghela nafas lega saat suhu tubuh Rivano sudah turun.
Mario melihat kopi buatan Erina yang belum dia sentuh sama sekali, kopi buatan Erina enak, tapi belum bisa mengalahkan kopi buatan Namira, segala tentang Namira tidak bisa di bandingkan dengan Erina, mungkin juga karena tidak ada cinta darinya untuk Erina, karena itu semuanya terasa hambar.
...
Like..
Komen..
Vote..
sungguh km mmbagongkn...
g masuk akal bgt km mario....
bakal nyesel km mario... klo tau setelah namira km ceraikan.... trnyata dia mngandung ankmu....