Karena kecerobohan sang Kakak, Nadira harus terjebak dengan seorang ketua geng Motor bernama Arash. Nadira dipaksa melayani Arash untuk menebus semua kesalahan kakaknya.
Arash adalah pemuda kasar, dominan namun memenuhi semua kriteria sebagai boyfriend material para gadis. Berniat untuk mempermainkan Nadira, Arash malah balik terjebak di dalam pesona gadis 17 Tahun itu.
Bagaimana ketika seorang badboy seperti Arash jatuh cinta pada gadis tawanannya sendiri?
Temukan kisahnya di sini, jangan lupa follow Ig Author @saka_biya untuk mengetahui info seputar Nadira dan Arash
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SAKABIYA Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalau Sudah Marah ....
Nadira yakin kalau Arash sedang mengawasinya di luar gerbang sekolah. Dia pun memutuskan untuk menikmati jam istirahat di kantin saja.
"Beberapa saksi bilang, Kai tuh lagi kejar-kejaran sama beberapa motor dari arah jalan teratai, tapi di pertigaan menuju ke jalan rumah kamu, dia keserempet mobil, aaah nggak kebayang deh gimana ngerinya pas itu kejadian! Masih belum diketahui siapa orang-orang yang kejar-kejaran sama Kai," ceritakan Ami dengan penuh rasa prihatin. Makanan saja menjadi tidak enak karena terus kepikiran pada kondisi Kaizan.
Nadira mendengarkan dan dia semakin merasa bersalah.
"Lagian kamu kenapa sih, Nad? Kok susah banget dihubungi. Kai itu mengalami kecelakaan pas mau nyari kamu ke rumah kamu lho, kamu malah baru tahu infonya pagi ini," kata Ami agak menghakimi Nadira kali ini.
"Aku terpaksa menghindari Kai, aku nggak mau memperpanjang masalah," jawab Nadira penuh sesal.
"Ini gara-gara si Jenny, kan? Emang toxic banget sih dia! Udah diputusin masih aja nggak ada malu nge-klaim Kai sebagai ayangnya! Ihh, nggak tahu malu banget sih dia!" rutuk Ami kesal.
Bukan hanya itu. Masalah terbesar yang sedang Nadira hindari saat ini adalah Arash. Dan sialnya Arash sudah mulai menabuh genderang perang. Arash sudah mulai melakukan sabotase pada orang terdekat Nadira.
"Nad, ada yang nyariin tuh!" Salah satu teman kelas Nadira datang ke kantin dan memberitahukan sesuatu.
"Siapa?" tanya Nadira.
"Nggak tahu. Cowok keren sih, nunggu di depan gerbang sana," jawabnya.
Nadira langsung curiga kalau itu Arash. Hatinya gentar tapi dia berusaha terlihat biasa-biasa aja.
"Siapa, Nad? Jangan-jangan kakak ganteng yang kemarin?" tanya Ami lalu dia menebak sendiri.
"Abaikan aja! Sebentar lagi jam istirahat habis," kata Nadira lalu cepat-cepat menghabiskan makanannya.
"Kok diabaikan sih, Nad? Aku tuh udah curiga dari awal, kalo kakak cogan kemaren tuh tertarik sama kamu, sayangnya kita belum sempat kenalan," kata Ami jadi kepo.
"Udah sana temui dulu, Nad! Sayang banget dong cowok keren dianggurin," kata teman kelas Nadira yang membawa info kedatangan Arash.
"Udah biarin aja. Makasih ya infonya," kata Nadira.
"Heum, ya udah."
"Ya ampun, serius kamu nggak peduli sama kakak ganteng yang kemarin?"
"Amiii, please ... Nggak usah lebay begitu! Biasa aja! 5 menit lagi kita ke kelas!"
"Ya ampun, Nad ...."
Nadira tak ingin mendengarkan ocehan Ami lagi, Nadira sedang mencoba menetralkan rasa takutnya, Nadira juga sedang fokus berdo'a berharap Arash sudah pergi saat dia bubaran sekolah nanti.
*
*
Harapan Nadira pupus karena faktanya Arash masih stand by di depan gerbang sekolah. Arash rela menunggu berjam-jam demi untuk menemui Nadira.
Kemunculan Arash kembali menimbulkan kehebohan di antara para siswa Harapan Bangsa. Saat hampir mencapai gerbang sekolah, langkah Nadira melambat karena takut, Ami malah heboh sendiri ketika melihat keberadaan Arash.
"Nah! Dia nungguin dong! Apa dia benar-benar nungguin kamu, Nad?" kata Ami sambil berbisik-bisik heboh.
Nadira kembali berkeringat karena takut. Apalagi tadi dia sempat melontarkan kata-kata kasar pada Arash saat di telpon.
"Nad! Bener-bener yaa magnet kamu tuh luar biasa banget! Kakak ganteng itu bahkan rela nungguin kamu dari jam istirahat sampai jam bubaran begini," oceh Ami lagi.
Dari pada menambah masalah, Nadira pun akhirnya mengalah dan menghampiri Arash yang menatap tajam menusuk fokus pada sosok Nadira.
"Hai, Kak. Kakak kemaren bayarin jajanan kami, makasih banget ya, kami belum sempat bilang makasih," kata Ami agak genit.
Tapi Arash tak mempedulikan itu, Arash langsung menyodorkan sebuah helm pada Nadira. Memiliki bocengan, Arash tak lupa membawa helm 2 tadi pagi.
Ami heran dan bengong, "Lho?"
Nadira tak ingin Arash membuat kekacauan, Nadira pun menerima helm itu dan memakainya.
"Lho? Lho? Kok?" Ami sampai speechless dengan gestur Nadira dan Arash.
"Mi, aku duluan ya, kalo kamu mau nengokin Kai, tolong sampein salamku buat dia," kata Nadira saat dia sudah stand by di belakang Arash.
"Ta-tapi, ini maksudnya apa? Kok?" Ami benar-benar terkaget sampai gagu.
"Duluan yaa," pamit Nadira.
Setelah itu, tanpa sepatah kata pun yang terucap, Arash langsung meluncur meninggalkan Ami dan beberapa siswa yang ikut amaze dengan kepergian Nadira bersama cowok ganteng penuh daya tarik itu.
"Laaah? Ternyata udah saling kenal?" gumam Ami masih terheran-heran.
"Gila ya si Nad, gampang banget sih dia ngegaet cowok keren! Kalo nggak salah, yang tadi itu ketua geng Thunder!"
"Oh ya? Waah, bahaya dong si Nad udah jadi mainannya ketua geng motor!"
Semua teman yang melihat kepergian Nadira dan Arash langsung heboh menggosipkan Nadira. Yang mereka belum tahu adalah Nadira lebih dari sekedar teman dekat Arash, faktanya adalah Nadira sudah sah menjadi istri rahasia Arash. Andai saja fakta itu terkuak, sudah pasti Nadira akan semakin trending di seantero sekolah.
*
*
Arash membawa Nadira ke basecamp Thunder dan hati Nadira makin dan semakin takut tak karuan. Apa yang akan Arash lakukan? Sudah pasti Arash akan mengamuk!
Sialnya, anggota Thunder yang lain juga sudah bubar sehingga di sana hanya ada mereka berdua.
"Turun!" perintah Arash pada Nadira yang rasanya tak ingin turun dari motor Arash.
"Nggak mau! Anterin aku pulang ke rumah!" jawab Nadira dengan tegas.
"Kamu tuh ngeyel ya! Lancang banget udah bikin seorang Arash marah!" Arash agak mengecam lalu turun dari motornya, tapi Nadira masih tak ingin turun.
"Aku kan istrinya kamu! Aku juga punya hak dong buat protes pas kamu berbuat nggak adil!" Nadira masih melawan.
Arash tersenyum masam mendengar protes Nadira, antara ingin semakin meluapkan amarah, tapi juga gemas dengan sikap berani Nadira.
"Ngeyel!" Arash melepaskan helm Nadira.
"Aku nggak mau masuk ke sana! Aku mau pulang!" tegas Nadira kekeh.
Tapi Arash langsung memikul Nadira tanpa banyak bicara, memikul tubuh mungil Nadira di pundaknya sehingga Nadira kaget tak terkira.
"Eh eh! Apa-apaan ini! Kak! Turunin!" Nadira berontak lalu menepuk-nepuk punggung Arash yang terus berjalan masuk ke dalam markas.
"Kamu udah bikin aku marah! Nggak ada ampun buat kamu, anak kecil!" geram Arash, marah dan nafsu bercampur jadi satu kala itu.
"Ampuun, Kak! Ampun, ya udah iya aku minta maaf!"
Braaaak! Tapi, tanpa ampun Arash setengah membanting tubuh Nadira ke atas sofa memanjang yang ada di salah satu sudut ruang markas itu.
"Awww!" Nadira memekik kesakitan.
Arash sangat kejam dan tak berperasaan. Nadira terkapar di atas sofa dan posisinya membuat Arash bisa langsung mengunci posisi, sebelum sempat Nadira bangkit, Arash sudah lebih dulu menindih Nadira sehingga Nadira tak bisa berbuat apa-apa.
"Kak ...." Nadira meronta berharap Arash berbelas kasih.
"Kayaknya kamu belum tahu siapa aku?! Nggak ada satu pun yang berani protes, apa lagi ngatain '****' pada anggota Thunder kecuali musuh!" desis Arash dengan tatapan yang nyalang berapi-api.
Nadira terbungkam dan tak mampu protes lagi. Sikap sok beraninya telah menyeret pada posisi sulit ini.
"Aku akan bikin masa depan kamu hancur, Nad!" ancam Arash, baru lah setelah itu Arash mencium Nadira dengan brutal, tangannya nakal dan meremas semua yang bisa ia remas dari Nadira.
Nadira tak bisa berteriak sebab Arash terlalu kuat untuk disingkirkan. Nadira hanya menangis dalam kungkungan sang Arash, Nadira takut, Nadira tak mampu berbuat apa-apa.
Kriiing, ponsel Arash berdering, Mamanya menelpon untuk menagih janji Arash untuk mengantar belanja ke super market. Tapi Arash kepalang nafsu, dia mengabaikan telpon dari sang Mama dan sedang menikmati gejolak birahi dengan memainkan semua indranya pada gadis berseragam SMA itu.