" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang tegar
" Mas?! bisa bisanya kau seperti ini?! demi dirimu aku rela hubunganku dengan Ratih hancur! tapi apa yang kau lakukan?!
kau malah menggila!" perempuan berambut sebahu itu menarik lengan Arga,
laki laki itu sudah terlihat mabuk, disampingnya berdiri perempuan yang sejak beberapa jam yang lalu menemaninya bernyanyi.
" Sepertinya ronde kedua gagal.. aku duluan ya mas.." pamit perempuan itu berlalu begitu saja, sebelum dirinya di tampar atau di cakar.
" Kau disini??" tanya Arga berjalan tergopoh gopoh,
di belakangnya ada dua orang temannya.
" Kalian teman mas Arga? bukan mencegah malah ikut?! bagaimana sih?!" protes si perempuan pada dua orang teman Arga.
" Kau bukan istriku, jadi jangan cerewet.." gumam Arga berjalan menuju parkiran.
" Oh, setelah puas bermain denganku kau mengatakan itu sekarang?! kau kira aku akan diam saja mas?!"
" Diam kau Tias! berisik!" tegas Arga, namun perempuan bernama tias itu tetap mengikutinya.
" Aku mengambil resiko apapun demi bersamamu, aku sungguh kecewa dengan kelakuanmu ini!
karaoke tidak masalah, tapi berhenti mabuk dan memanggil perempuan perempuan itu!"
" kenapa? memangnya kenapa kalau kau kecewa?
mau meninggalkanku seperti Ratih?
sudah, pergi sana, pergi semua!!" bentak Arga membuat semua orang yang berada di parkiran itu memandangnya.
" Kalau kau mencintaiku.. kau harus menerimaku apa adanya, kau mengerti?" lanjut Arga dengan nada sedikit di turunkan.
Pamungkas terbangun mendengar suara Ratih yang tak jelas,
entah apa yang ia katakan, matanya tertutup rapat.
" Haus?" tanya Pamungkas mendekat,
namun Ratih tak menyahut, perempuan itu terus saja bicara tak jelas.
" Ratih.. kau haus?" Pamungkas lebih dekat, berharap keponakannya itu menyahut.
Namun betapa terkejutnya ia melihat butiran butiran bening yang meluncur begitu saja ke atas bantal,
mata Ratih terpejam, tapi air mata itu masih menyeruak tanpa henti.
Pamungkas tercengang, ia mematung sekian detik,
ia tak menyangka dalam kondisi sakitpun Ratih masih mengingat lukanya,
atau justru.. luka di hatinya yang menyebabkan kondisi tubuhnya menjadi seperti ini.
Pamungkas bangkit, mengambil tisu dan menghapus mata yang basah itu.
Hati Pamungkas ikut sakit..
meski sesungguhnya keduanya tak ada hubungan darah, tapi hatinya ikut tersayat melihat Ratih terpuruk seperti ini.
Saat tangannya sibuk membasuh wajah Ratih, tiba tiba saja tangannya di tarik oleh Ratih.
Mata perempuan itu terbuka perlahan,
" Apa yang kau rasakan? kau haus??" tanya Pamungkas mendekatkan wajahnya.
" Oh.. om Pam.." gumam Ratih,
" iya.. om disini, om akan menjagamu.. tidak akan kemana mana.." jawab Pamungkas membelai rambut Ratih, layaknya seorang yang lebih tua kepada seseorang yang lebih muda.
" Dingin om.. kepala Ratih juga pusing.." ucapnya dengan air mata mengalir melalui sudut matanya.
Pamungkas mengatupkan kedua bibirnya, menahan perasaan yang membuncah dalam hatinya, entahlah perasaan apa itu.. yang jelas ia merasa tak mampu berbuat apapun untuk menghapus kesedihan yang di rasakan keponakannya itu.
Tiba tiba bayangan ibunya muncul, bayangan masa kecilnya yang di penuhi dengan air mata ibunya.
Ibu yang setiap malam menyembunyikan air matanya,
ibu yang hanya akan menangis ketika Pamungkas sudah memejamkan mata.
Padahal Pamungkas hanya memejamkan matanya dengan cepat, agar ibunya bisa segera beristirahat, bukan karena Pamungkas sudah tertidur lelap.
Dari balik dinding rumah asrama yang kecil, ia mendengar isakan yang sering kali di tahan, sesekali ibunya mengeluh sembari menyebut nama Tuhan, lalu berkata,
" Kasihani putraku.. kasihani putraku.."
yang jelas saat itu ibunya sedang berbicara sendiri, karena ayahnya sering kali tidak pulang.
" Le.. sekolah sing rajin yo le.. kudu dadi wong sukses.. tapi lek wes dadi wong sukses gaoleh sak penak e dewe..
kudu sayang, kudu tanggung jawab karo anak bojomu.. janji karo ibuk yo le..? ( nak.. sekolah yang rajin ya nak.. harus jadi orang sukses.. tapi kalau sudah jadi orang sukses tidak boleh seenaknya..
harus sayang, harus tanggung jawab pada anak istrimu.. janji pada ibu ya nak..?)" itu adalah kata kata yang sering kali ibunya ucapkan saat pamungkas akan berangkat ke sekolah.
Saat itu Pamungkas hanya mengangguk, padahal hatinya berkecamuk,
kenapa ayahku tidak pernah menemaniku sarapan, kenapa ayah juga tidak pernah mengantar dan menjemput ku sekolah seperti anak anak lainnya, pertanyaan pertanyaan seperti itu sering muncul di benak Pamungkas saat mulai menginjak kelas enam sekolah dasar.
Bahkan suatu ketika, ia di hina oleh teman temannya, tepatnya saat ia sudah menginjak bangku sekolah menengah pertama,
karena semua orang sudah tau kalau ayahnya sudah bertahun tahun tidak pulang, Pamungkas sering di olok olok bahwa ia tidak mempunyai ayah.
Beberapa kali ia di pukul, karena teman temannya tau, di pukulpun Pamungkas tidak akan berani membalas, dan tak akan ada yang datang ke sekolah karena ia tidak mempunyai seorang ayah yang akan membela.
Pamungkas menundukkan kepalanya, menyembunyikan matanya yang mulai memerah.
" Bersyukurlah Ratih, yang tegar..
jangan terus meratapi apa yang terjadi padamu..
di luar sana.. banyak perempuan yang lebih menderita..
karena itu.. bersyukurlah Ratih.." ujar Pamungkas pelan setelah dirinya sudah mulai tenang.
Sementara Ratih, bukan semakin tenang, ia malah semakin nelangsa mendengar kata kata Pamungkas,
perempuan itu menangis.
Seperti tidak ada lagi yang ia tahan, ia menangis sekeras kerasnya sembari memeluk Pamungkas yang berada dekat sekali disampingnya.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆