BLUESTONE RIVER ROBERT tak menyangka jika akan bertemu seorang wanita asing yang cukup misterius baginya di sebuah bukit terpencil.
Wanita bernama Honey True Haven itu hanya tinggal bersama sang ibu di sebuah bukit yang jauh dari pemukiman penduduk.
Bagaimana kisah mereka? yuuuk ikutin..
ig ZARIN.VIOLETTA
fb ZARIN VIOLETTA
Seperti biasa ga banyak konflik yang bikin kepala pusing yak😆 cuma novel ringan yang bikin happy n senyum-senyum sendiri😁
Selamat membaca..🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#8
Sepanjang hari itu, Honey melihat-lihat isi mobil milik Blue.
Dan dia bertanya apapun pada Blue ketika melihat benda yang tidak dia tahu termasuk ponsel.
"Jadi ini yang disebut ponsel? Aku tahu gambarnya dari buku yang dibelikan oleh mommy, tetapi baru kali ini aku memegangnya," tanya Honey membolak-balik ponsel milik Blue.
"Ya, kau bisa berbicara dengan siapapun dan melihat dunia hanya dengan benda ini," jawab Blue.
"Ya, aku tahu hal itu, Blue. Aku sudah membacanya di buku," sahut Honey.
Kemudian Blue mengambil ponsel itu dan menyalakannya.
"Kau juga bisa memotret gambar dirimu dengan ini," kata Blue.
Lalu Blue pun memotret Honey dengan wajah hitamnya itu.
Dan Blue menunjukkan hasilnya pada Honey.
"Oh my God. Jelek sekali wajahku," ucap Honey dan kemudian dia berlari menuju sungai lalu mencuci wajahnya dengan air sungai karena dia ingin sekali difoto memakai kamera ponsel Blue.
"Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Blue menyusul Honey ke sungai.
"Aku ingin kau memotretku lagi, Blue. Jadi aku akan membersihkan wajahku dulu dari arang ini meskipun ini sedikit sulit dibersihkan tanpa menggunakan sabun," jawab Honey.
"Aku akan mengambil sabun.Tunggu sebentar," ucap Blue yang kembali ke mobilnya.
Tak lama kemudian, Blue kembali ke sungai lalu menaruh sedikit sabun di tangannya.
Blue memberinya sedikit air lalu menggosoknya sampai berbusa.
"Lihat aku. Aku akan membersihkan wajahmu," ucap Blue dan Honey pun menoleh pada Blue dengan mata terpejam.
Wajah Honey masih ada bekas-bekas arang yang hitam meskipun sudah di bersihkan dengan air.
Blue mulai membersihkan wajah Honey menggunakan sabun yang telah berbusa itu.
"Jangan menggunakan arang lagi. Pakai lumpur saja, jadi tak akan membuat kulitmu sakit jika membersihkannya. Arang ini sangat susah dibersihkan," ucap Blue yang masih menggosok wajah Honey dengan perlahan.
Busa sabun tampak semakin banyak memenuhi wajah Honey.
Blue memencet hidung mancung Honey hingga Honey tak bisa bernafas. Honey mencubit tangan Blue dan membuat Blue tertawa.
"Kau ingin membunuhku, Blue?" tanya Honey yang matanya masih terpejam.
"Bagaimana jika sebenarnya aku adalah pembunuh berantai? Apakah kau akan takut?" tanya Blue dengan suara mengerikan di telinga Honey.
"Jika pembunuhnya setampan dirimu aku rela mati di tanganmu," ucap Honey menggombal.
Hal itu membuat Blue tertawa.
"Dari mana kau dapat kata-kata gombalan itu? Dari buku yang kau baca?" tanya Blue.
"Dari sebuah film lama yang sering diputar oleh mommy di layar televisiku," jawab Honey.
"Kau punya televisi?" tanya Blue.
"Tentu saja, tapi mungkin tak secanggih sekarang karena aku hanya memakai LCD saja," jawab Honey.
"Kau tak pernah melihat adegan percintaan antara pria dan wanita?" tanya Blue random.
"Adegan seperti apa? Aku tak mengerti," jawab Honey jujur karena memang selama ini Marilyn hanya memberikan akses film horor dan action saja serta drama keluarga saja.
"Film apa saja yang kau tonton?" tanya Blue yang masih menggosok pipi Honey.
"Horor, perang dan drama keluarga," jawab Honey.
"Dari sana seharusnya kau tahu interaksi antar manusia," ucap Blue.
"Ya, aku tahu. Tapi berbeda jika aku mengalaminya sendiri karena aku merasa seperti orang bodoh. Ya kan? Dan mungkin karena aku terlalu senang ketika bertemu denganmu. Aku hanya bersikap apa adanya diriku," sahut Honey.
Blue tersenyum mendengar perkataan Honey yang terkadang bersikap dewasa tapi terkadang bersikap kekanakan. Mungkin Honey masih menyesuaikan dirinya dengan kedatangan orang asing yang sebelumnya tak pernah dialaminya.
Setelah lumayan lama membersihkan wajah Honey, Blue menyeka wajah Honey menggunakan air sungai.
Perlahan tampaklah kulit wajah Honey yang putih bagaikan porselen tanpa noda itu.
"Beautiful." Itulah kata-kata pertama yang terucap dari bibir Blue ketika melihat wajah cantik Honey.
Honey membuka matanya dan tersenyum pada Blue. Pria tampan itu masih terpaku melihat kecantikan Honey yang benar-benar seperti dewi menurutnya.
"Ayo kita berfoto," ucapnya dan menarik tangan Blue menuju tenda.
Blue tersenyum dan mengikuti langkah Honey. Dan kemudian mereka pun berfoto dengan banyak pose.
Setelah seharian bermain, Honey pun pamit pulang. Blue kembali mengantarkan Honey sampai ujung bukit yang hampir dekat dengan rumahnya.
"Besok kita berenang, kan?" tanya Honey.
Blue mengangguk kemudian Honey memeluknya.
"Terima kasih, Blue," ucap Honey dan mencium pipi Blue seperti biasanya.
"Bye ..." teriak Honey dan berjalan menjauh dari Blue sembari melambaikan tangannya.
Blue tersenyum dan melambaikan tangannya juga. Honey terlihat mengambil tanah dan meraupkannya ke wajahnya agar tampak kotor kembali.
Blue hanya tertawa pelan melihatnya. Kehadiran gadis cantik itu mengisi harinya dengan penuh candaan dan keluguannya.
*
*
Honey masuk ke dalam rumah dan tak melihat sang ibu di sana. Honey langsung menuju kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah membersihkan tubuhnya, Honey keluar kembali dari kamarnya dan mencari sang ibu yang sama sekali tak dilihatnya.
Dia kemudian menuju ke kamar ibunya dan melihat ibunya berbicara di ponsel seperti yang dimiliki oleh Blue tadi.
'Mommy punya ponsel? Sejak kapan?' batin Honey.
Honey tetap berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka itu. Dia menguping pembicaraan sang mommy dengan seseorang di telepon.
"Daddy tak berhak mengatur hidupku lagi. Honey adalah tanggung jawabku dan aku membesarkannya dengan sangat baik di sini," ucap Marilyn penuh emosi.
Lalu Marilyn terdiam sebentar dan mendengarkan sang lawan bicara yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
"Dia anakku, Dad. Dia anakku!!! Dia putriku. Dia putri kesayanganku!! Kau tak akan bisa mengambilnya dariku!! Berikan saja perusahaan itu pada orang lain, Honey tak membutuhkannya. Dia akan tinggal selamanya denganku di sini sampai aku mati!!" teriak Marilyn dan akhirnya menutup teleponnya.
Honey memundurkan langkahnya dan dia langsung kembali ke dalam kamarnya.
Marilyn memang menyembunyikan ponsel itu dari Honey karena dia tak ingin Honey terlalu ingin tahu dengan benda itu. Dan itu bisa membuat pertanyaan Honey semakin kritis saja padanya.
Honey duduk di tepi ranjangnya dan menunduk.
"Apakah aku akan tinggal di sini seumur hidupku?" bisik Honey pada dirinya sendiri.
Bertemu dengan Blue membuat Honey merasakan indahnya memiliki teman dan bersosialisasi.
Honey tak ingin berada di sini selamanya. Dia merasa ibunya hanya menyayangi dirinya sendiri tanpa memikirkan Honey.
"Aku tak mau menua di sini sendirian," bisik Honey lagi.
Lama Honey termenung sendiri di sana hingga bunyi ketukan di pintu menyadarkannya.
"Sayang, kau sudah datang?" tanya Marilyn dari luar.
"Ya, Mom," sahut Honey dan membuka kunci kamarnya.
"Mengapa kau mengunci kamarnya, Sayang?" tanya Marilyn tersenyum.
Honey tak menjawab. "Apakah kau sudah memakai korsetmu, Sayang?" tanya Marilyn.
"Belum, Mom," jawab Honey.
"Ayo mommy pasangkan," ucap Marilyn.
Marilyn memasangkan korset di pinggang Honey sejak Honey berumur 18 tahun agar perut dan pinggangnya tetap ramping dan tak berlemak.
Ya, Marilyn memang ingin membuat Honey se-sempurna mungkin dan tak kurang satu apapun kecuali kehidupannya yang terkungkung.