Penolakan Aster Zila Altair terhadap perjodohan antara dirinya dengan Leander membuat kedua pihak keluarga kaget. Pasalnya semua orang terutama di dunia bisnis mereka sudah tahu kalau keluarga Altair dan Ganendra akan menjalin ikatan pernikahan.
Untuk menghindari pandangan buruk dan rasa malu, Jedan Altair memaksa anak bungsunya untuk menggantikan sang kakak.
Liona Belrose terpaksa menyerahkan diri pada Leander Ganendra sebagai pengantin pengganti.
"Saya tidak menginginkan pernikahan ini, begitu juga dengan kamu, Liona. Jadi, jaga batasan kita dan saya mengharamkan cinta dalam pernikahan ini."_Leander Arsalan Ganendra.
"Saya tidak meminta hal ini, tapi saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memilih sepanjang hidup saya."_Liona Belrose Altair.
_ISTRI KANDUNG_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Derita Menantu Ganendra
“Karina itu memang tidak memiliki sopan santun sama sekali, Liona. Maklum saja, karena dia berasal dari keluarga yang tidak jelas dan dia juga seorang model. Kamu tau sendiri bagaimana model kan? Sangat tidak memiliki kehormatan, tapi mau dibilang apa? Galen sudah memilih dia sebagai seorang istri,” tutur Gita yang menurut Liona sangat tidak pantas. Liona menatap Galen yang saat ini hanya menunduk, seakan membenarkan apa yang dikatakan oleh ibunya.
“Aku keluar dulu,” pamit Tristan lalu disusul oleh Zion.
Liona merasa ada yang aneh dalam keluarga ini, tapi dia tidak mungkin akan menanyakan hal itu pada Leander. Secara dia sendiri masih baru di sana.
“Kami ke kamar dulu, Ma, Pa.” Leander menarik lengan istrinya dan membawa Liona.
Leander berjalan lebih dulu, diikuti oleh Liona dari belakang. Kamar mereka melewati kamarnya Karina dan Galen, Liona mendengar suara tangisan dari Karina dan penasaran lalu mengintip di celah pintu yang sedikit terbuka.
Galen memeluk Karina dan membiarkan Karina menangis di dalam pelukannya. Padahal di depan Gibran dan Gita tadi, Galen terlihat sangat cuek seakan tidak peduli pada Karina.
Liona yang tidak ingin ketahuan, mempercepat langkahnya menuju kamar dia dan Leander.
“Maaf ya, pembicaraan tadi mungkin membuat kamu tidak nyaman dan bertanya-tanya. Daripada kamu pusing sendiri, ada baiknya kita ngobrol di kamar saja.” Liona tersenyum dan mengangguk.
“Bagaimana jika nanti keluarga ini tau kalau aku bukan anak Jedan? Apa aku akan dibenci seperti Karina?” tanya Liona dengan polosnya pada Leander.
Pria itu sedikit menunduk dan memikirkan jawaban yang pas untuk istrinya.
“Kamu jangan pikirkan semua itu, untuk identitasmu, aku sudah menutupinya dengan baik. Tidak akan ada yang tau hal ini kecuali kita dan keluarga Jedan.”
“Tapi aku takut, Leander. Takut...,” kata Liona yang bingung untuk melanjutkan perkataannya.
“Jangan takut, ini keluargaku dan kamu istriku. Aku yang akan melindungi kamu dari semuanya, percaya padamu. Aku bahkan siap melawan semua perintah yang ditetapkan di rumah ini jika kamu tidak nyaman.” Liona menatap mata Leander dan tersenyum.
“Terima kasih.”
“Aku sudah berjanji untuk membuatmu tenang, nyaman, dan aman. Aku akan menepatinya.”
Senyuman manis dari Liona sedikit mengobati kegundahan hati Leander. Karena dia sendiri juga menentang aturan dalam keluarganya ini.
...🥀...
Selesai makan malam, Karina memilih untuk kembali ke kamar lebih dulu. Kali ini Liona yang penasaran mengikuti Karina setelah meminta izin untuk ke kamar lebih dulu.
Liona mengetuk pintu kamar Karina dan dibuka oleh wanita cantik dengan tinggi yang sempurna itu.
“Mau apa?” tanya Karina dengan nada ketus.
“Aku ingin bicara, Kak. Apa boleh?” Karina melihat seksama wajah Liona lalu mengizinkan Liona masuk ke dalam kamarnya. Pintu kamar dikunci agar menghindari siapa pun untuk menguping pembicaraan mereka.
Liona duduk di sofa dan Karina memberikan minuman kaleng pada istri adik iparnya itu. Karina duduk di depan Liona dengan santai.
“Luka apa yang mereka torehkan padamu sampai kamu sedingin ini, Kak?” tanya Liona yang membuat Karina terkejut dan menegakkan tubuhnya.
Karina terlihat tidak menyangka ada seseorang yang akan bertanya demikian padanya. Selama ini semua orang terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing hingga tidak memiliki waktu menilai perasaan dan rasa sakitnya. Termasuk Galen sendiri.
“Kenapa?” tanya Karina dengan tangis yang berusaha dia tahan.
Liona beranjak dari tempat duduknya dan bersimpuh di depan Karina. Memegang kedua tangan Karina dan menatap Karina dengan sedikit mendongak.
“Seseorang tidak akan selantang itu melawan kalau tidak ada rasa sakit yang dia rasakan. Beritahu aku mengenai keluarga ini, Kak. Paling tidak aku memiliki pondasi untuk menghadapi semua ini dan kuat seperti kamu,” pinta Liona dengan lembut.
Karina menghela napasnya dan membawa Liona duduk di sampingnya.
“Aku ini berasal dari panti asuhan, Liona. Aku memiliki cita-cita menjadi seorang model dan akhirnya bertemu dengan Galen. Kami menjalin hubungan selama dua tahun sebelum akhirnya kami menikah. Pernikahan kami tidak direstui oleh Gibran dan Gita karena aku tidak berasal dari keluarga pilihan mereka.” Karina menjeda ucapannya lalu mengusap air mata yang kini sudah jatuh.
Liona mengusap lembut punggung tangan Karina.
“Aturan di rumah ini, semua anak laki-laki mereka adalah hak penuh kedua orang tuanya. Tidak ada yang boleh melawan bahkan menentang keputusan kedua orang tua. Setelah kami menikah, aku disuruh tinggal jauh dari Galen dan Galen hanya diizinkan menemuiku tiga kali dalam setahun. Kadang Galen datang padaku secara diam-diam. Suamiku anak yang paling patuh pada kedua orang tuanya, Liona. Aku tidak pernah dihargai dan selama ini kata-kata Gibran dan Gita sangat menusuk hatiku. Aku harus mengadu pada siapa? Bahkan suamiku sendiri lebih menjunjung tinggi rasa hormat pada kedua orang tuanya ketimbang aku.” Liona bisa melihat betapa sakit yang dirasakan oleh Karina saat ini.
Liona bisa merasakan semua itu karena dirinya juga bukan anak kandung dari Jedan Altair.
“Mereka memiliki empat putra, keempatnya sangat patuh dan belum ada yang menentang selama ini. Rumah tangga anak mereka akan diatur sesuai dengan standar mereka, bukan oleh suami kita. Sebagai menantu, kita hanya boneka dan pajangan, kalau menantu itu tidak memiliki dasar yang kuat, dia akan dibuang dan itu juga yang terjadi pada istrinya Tristan,” jelas Karina lagi.
“Tristan sudah menikah?”
“Sudah dan istrinya bunuh diri di mansion ini karena tidak kuat diatur oleh ibu mertua kita. Padahal istrinya itu adalah anak dari orang berpengaruh, hanya saja tidak sesuai dengan standar mereka ya akan ditekan.”
Liona benar-benar menganga mendengar penjelasan Karina. Tidak menyangka bahwa menantu di rumah ini sangat tertekan oleh aturan gila itu.
“Aturan mereka jelas. (1) Anak laki-laki mereka adalah hak penuh kedua orang tua. (2) Menantu pilihan akan diberi hak untuk tinggal di sini, sementara yang bukan pilihan mereka akan diasingkan dan dibuat jauh dari suami mereka. (3) Tidak ada yang boleh mengubah sistem ini baik oleh anak apalagi menantu. (4) Keputusan orang tua adalah mutlak.”
“Bagaimana denganku?” lirih Liona.
“Kamu itu pilihan mereka, Liona. Aku tidak pernah melihat keramahan dari Gita pada menantu mana pun selain kamu. Jadi, kamu pasti akan dibiarkan untuk tinggal bersama Leander di mansion ini.”
“Lalu? Bagaimana dengan Galen dan Tristan? Kenapa mereka tidak membela istri mereka dan setuju saja diatur begitu?”
“Sudah aku katakan, Galen dan Tristan sangat patuh pada orang tua mereka. Zion dan Leander yang tidak terlalu tapi aku tidak mengerti juga karena aku tidak pernah dekat dengan mereka.”
“Maaf karena sudah bertanya hal ini padamu, Kak.” Karina mengangguk dan memeluk Liona bagai adiknya sendiri.
“Semoga kamu bahagia, Liona. Aku sangat berharap ada orang yang bisa mengubah aturan ini, agar kita bisa bahagia dengan rumah tangga kita masing-masing,” harap Karina dalam pelukan Liona.
“Selama ini tidak ada yang mengerti dengan rasa sakitku, kamu malah bertanya dan aku terharu,” tambahnya lagi.