WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>
___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.
Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Etika Darah Kerajaan
‧˚♪ 𝄞 : Young and Beautiful Instrumental - Nvly
...ᝰ.ᐟ...
Ela berdiri anggun di depan Kamar mereka, jubah pelayannya berdesir lembut diterpa angin pagi. Senyumnya merekah saat melihat dua sosok muda berjalan mendekat.
“Selamat pagi, Putri Alourra. Putri Althea,” sapanya penuh hormat.
“Selamat pagi, Ela,” jawab keduanya serempak, membalas dengan anggukan kecil.
“Hari ini akan menjadi awal perjalanan kalian sebagai bangsawan sejati,” ujar Ela sembari melangkah menuju pintu kelas Etika. “Pelajaran pertama adalah –Etika Darah Bangsawan.”
Pintu aula perlahan terbuka lebar, memperlihatkan ruangan luas berhias pilar-pilar marmer dan langit-langit tinggi bergambar lambang kerajaan. Di dalam, para pelajar bangsawan telah duduk tegap di bangku berukir, mengenakan seragam resmi dengan warna khas kerajaan masing-masing. Setiap gerak-gerik mereka begitu terkendali—seolah setiap tarikan napas pun mengikuti aturan luhur.
Seorang wanita paruh baya berdiri di depan ruangan. Rambut peraknya disanggul rapi tinggi, sorot matanya tajam namun teduh. Jubah biru tua yang ia kenakan berhias bordiran lambang Akademi Stevia—melambangkan otoritas dan pengalaman yang tak diragukan.
“Hari ini,” ucapnya tenang, “kita menerima dua murid baru di kelas etika.”
Ia menoleh ke arah pintu. “Silakan masuk.”
Dengan langkah ringan dan penuh keanggunan, Alourra dan Althea melangkah masuk ke aula. Meskipun puluhan pasang mata menatap mereka, keduanya tetap tenang seperti air jernih yang mengalir.
“Perkenalkan diri kalian,” pinta sang wanita.
Alourra melangkah setengah langkah ke depan. “Salam hormat untuk semuanya. Nama saya Alourra Naleamora, dan ini adik saya…”
“Saya Althea Neramora,” sambung Althea lembut. “Mohon bimbingannya.”
Keduanya membungkuk anggun. Sesaat, aula dipenuhi bisik-bisik lirih:
“Aku dengar dia masih sangat muda, ya?”
"Eh benarkah?"
“Lihat nama mereka… Naleamora dan Neramora... Sepertinya mereka dari kerajaan Eamora?”
Lady Mairen mengangkat tangan. Suara riuh itu seketika mereda.
“Silakan duduk,” ucapnya, lalu menatap para siswa. “Saya adalah Lady Mairen Velithya, pengajar utama Etika Kerajaan. Hari ini, kita akan belajar bukan hanya bagaimana menjadi seorang bangsawan… melainkan bagaimana menjadi pantas menyandang kehormatan itu.”
Alourra dan Althea duduk di bangku kosong yang tersedia, namun tak luput dari sorot mata sinis beberapa murid yang merasa tak senang dengan kedatangan mereka.
“Seorang bangsawan,” lanjut Lady Mairen, “tidak hanya dikenal dari darah yang mengalir dalam tubuhnya, namun dari sikap yang ia tunjukkan—dari cara ia menatap, melangkah, berkata, dan diam.”
Ia melangkah perlahan, memperagakan salam resmi yang penuh keanggunan. Kepala tegak, punggung lurus, tangan menyentuh sisi jubah dengan gerakan yang mengalir seperti tarian.
Satu per satu murid diminta menirukan. Beberapa melakukannya dengan cukup baik, sebagian masih tampak kaku.
Kemudian Lady Mairen memanggil, “Putri Althea.”
"Althea giliran mu" ujar Alourra
Althea bangkit dari duduknya. “Iya, Kak,” ucapnya pada Alourra yang mengangguk memberi semangat.
“Kamu pasti bisa,” bisik Alourra lembut.
Althea maju ke tengah aula. "Aku tidak ingin mempermalukan kerajaan eamora" tekatnya. Seketika suasana menjadi hening.
Langkahnya ringan, ekspresinya berubah. Dari gadis ceria, ia menjelma menjadi sosok anggun, gerakannya presisi, posturnya sempurna. Ia memberi salam dengan ketenangan yang tak dibuat-buat. Saat ia menunduk terakhir, beberapa siswa menatapnya terdiam, tak percaya bahwa gadis semuda itu bisa menunjukkan etika setinggi itu.
Tak lama, giliran Alourra dipanggil. Dan begitu ia melangkah, aura yang terpancar darinya berbeda. Ia berjalan seolah bumi pun menyambut tiap jejaknya. Tatapannya lembut namun tajam, dan ketika ia memberi salam, semua yang melihat seakan menyaksikan bayangan ratu masa depan Kerajaan Eamora.
Lady Mairen tak berkata sepatah kata pun—hanya mengangguk kecil. Sebuah pengakuan diam-diam bahwa apa yang ditampilkan keduanya… sempurna.
Setelah mereka kembali ke tempat duduk, Alourra tersenyum pada adiknya. “Kau luar biasa, Althea.”
Althea tertawa pelan. “Tapi kakak jauh lebih memesona. Aku sampai lupa bernapas tahu.”
Namun tidak semua berbagi kekaguman yang sama.
Dari sudut aula, sepasang mata memperhatikan mereka dengan pandangan julid. Putri Caelis dari Alvirelle melirik sambil bersuara pelan pada dua temannya.
“Cih, baru begitu saja sudah dibanggakan.”
“Ya, namanya juga siswa baru. Perhatian memang sedang jatuh pada mereka sekarang.”
"tenang saja, perhatian itu tidak akan lama"
“Mereka kira siapa bintang utamanya di sini?”
“Oh, tentu saja… kita,” bisik Caelis dengan senyum tipis beracun.
...────୨ৎ────...
Saat mentari siang menari lembut di atas langit Astrevia, para siswa Akademi Stevia menikmati jamuan makan mereka di taman makan yang dikelilingi oleh pilar-pilar marmer dan taman-taman berbunga. Di antara keramaian itu, langkah seorang pemuda berpakaian seragam tingkat atas terhenti di dekat meja bundar tempat dua gadis muda tengah duduk.
“Ah, betapa kebetulan yang menyenangkan bertemu kalian di sini,” sapa Arzhel dengan senyum santai di wajahnya.
Putri Althea dan Alourra mengangkat kepala bersamaan. Mereka membalas sapaannya dengan gembira, dan sejenak kemudian, ketiganya duduk bersama dalam semilir angin siang.
“Arzhel,” tanya Althea sembari menyeruput minumannya, “kenapa kau tidak satu kelas dengan kami?”
Arzhel tertawa kecil. “Hahaha... Itu karena aku satu tingkat di atas kalian,” jawabnya dengan nada bersahabat. “Dan tentu saja, jadwalku pun berbeda.”
“Benarkah?” tanya Althea, matanya membulat.
“Iya, benar adanya,” ujarnya sambil mengangguk.
Alourra mencondongkan tubuh sedikit. “Kalau begitu, kau pasti tahu bagaimana sistem tingkatan belajar di Akademi Stevia, bukan?”
“Tentu saja,” jawab Arzhel sambil menatap mereka penuh minat. “Kalian ingin mendengarnya?”
Alourra dan Althea langsung mengangguk penuh semangat.
“Baiklah, dengarkan baik-baik. Di Akademi Stevia, sistem pendidikan dibagi menjadi lima tingkatan utama,” jelas Arzhel.
Ia mengangkat jemarinya satu per satu seiring dengan penjelasannya.
“Pertama, Noviette. Tingkatan ini diperuntukkan bagi siswa berusia sebelas tahun. Mereka disebut Calon Pewaris Muda. Di sinilah pembentukan karakter bangsawan dimulai: etika dasar, sejarah kerajaan, tata krama, dan pelajaran awal seperti Etika Kerajaan, Bahasa Formal, Sejarah Kuno, Postur Tubuh, Seni Kaligrafi, hingga pengenalan dasar sihir—jika mereka memiliki bakat itu.”
“Kedua, Aristelle. Usia dua belas tahun. Mereka disebut Putra dan Putri Bangsawan Muda. Di sinilah mereka mulai mengenal strategi kerajaan, filsafat bangsawan, diplomasi, serta latihan bela diri ringan dan berkuda. Pelajaran yang mereka dapatkan termasuk Retorika, Seni Diplomasi, Musik Kerajaan, Dasar Duel Kehormatan, serta Sihir Menengah.”
“Ketiga, Virelion. Untuk tiga belas tahun Julukan mereka adalah Pelindung Darah Bangsawan. Fokusnya adalah latihan praktikal: seni kepemimpinan, pengelolaan wilayah, dan taktik militer. Mereka mempelajari Administrasi Wilayah, Strategi Kerajaan, Bahasa Bangsawan Internasional, dan Kepemimpinan Tingkat Menengah.”
“Keempat, Regalist. Diperuntukkan bagi usia empat belas tahun. Julukannya: Pewaris Mahkota atau Calon Duta Kerajaan. Di sini mereka benar-benar dipersiapkan untuk menjadi pemimpin atau perwakilan dI Dewan Tinggi. Mereka belajar Hukum Kerajaan, Strategi Perang, Diplomasi Tingkat Tinggi, Seni Negosiasi, dan Sihir Tingkat Atas.”
Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara lebih pelan, seakan mengisahkan rahasia.
“Dan yang terakhir, tingkatan kelima: Magna Graduate.”
“Magna Graduate?” Alourra memiringkan kepala penasaran.
“Ya,” jawab Arzhel. “Hanya segelintir yang bisa sampai ke tingkat ini. Mereka adalah siswa terbaik—yang terpilih.”
“Terpilih?” ulang Althea dengan dahi mengernyit. “Maksudnya bagaimana?”
Arzhel menggeleng ringan. “Tak banyak yang tahu pasti. Yang kudengar, mereka yang lolos ke tingkatan ini memiliki bakat sihir yang sangat langka. Mereka akan dikirim belajar di Hutan Kabut Peri...”
“Belajar di hutan?” Althea terkejut. “Kedengarannya seperti dongeng.”
“Tapi itu nyata,” sahut Arzhel serius. “Hutan Kabut Peri konon hidup. Ia memilih sendiri siapa yang layak masuk ke dalamnya. Tak ada yang tahu bagaimana caranya. Bahkan, mereka yang terpilih pun—jika memang ada—tak pernah menceritakan apa pun setelah kembali.”
Hening sejenak menyelimuti meja mereka. Alourra terlihat berpikir keras, sementara Althea masih ternganga kagum.
“Apakah sesulit itu untuk mencapainya?” tanya Althea akhirnya.
Arzhel mengangguk pelan. “Sangat. Karena... bukan hanya kemampuan yang diuji, tetapi juga hati, niat, dan keberanian.”
Sesaat kemudian, ia kembali tersenyum dan menambahkan, “Oh, satu hal lagi—setiap menjelang akhir semester, akan ada pengumuman perangkingan. Itu akan menentukan siapa yang naik tingkat dan siapa yang tertinggal. dan saat itu juga baru di sebutkan siapa siswa yang pernah belajar di hutan Kabut peri."
Alourra menunduk, gumamnya lirih, “Dipilih... oleh Hutan Kabut Peri...”
...────୨ৎ────...
Pelajaran hari itu telah usai. Mentari mulai condong ke barat, mewarnai langit Astrevia dengan semburat jingga keemasan. Putri Althea dan Putri Alourra berjalan perlahan kembali ke kamar mereka di sayap timur asrama bangsawan.
“Ah... rasanya tubuhku seperti terbuat dari batu,” keluh Althea seraya menjatuhkan diri ke atas ranjang berselimut lembut.
Alourra tersenyum kecil, berdiri di tepi tempat tidur sambil melepaskan hiasan rambutnya. “Mandi dulu, Thea. Baru kau bisa istirahat dengan tenang.”
“Baiklah... baiklah...” gerutu Althea, lalu bangkit dengan malas dan menyeret langkah menuju kamar mandi yang terletak di dalam ruangan yang sama.
Belum lama berselang, terdengar ketukan lembut di pintu luar.
Tok. Tok. Tok.
“Permisi, Yang Mulia,” suara sopan pengawal terdengar dari luar.
Alourra mendekat dan membuka sedikit pintu. “Ada apa?”
“Duke Aelion datang.”
Seketika wajah Alourra bersinar. “Bukakan pintunya.”
Tak lama kemudian, sosok tinggi dengan jubah panjang berwarna kelam keperakan melangkah masuk. Aura wibawanya begitu khas, dan sorot matanya lembut namun tegas.
“Ael...” panggil Alourra dengan senyum hangat. “Ternyata kau belum kembali ke Eamor?”
Duke Aelion membalas senyum itu. “Belum. Aku ingin bertemu kalian sebelum kembali ke istana.”
“Ah, tapi... Althea sedang mandi. Apa kau ingin menunggu?” tanya Alourra sopan.
“Tidak perlu. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu,” ucapnya dengan nada datar namun mengandung kehati-hatian.
Alourra menatapnya penasaran. “Menyampaikan sesuatu?”
“Berhati-hatilah selama kau berada di sini,” kata Duke Aelion pelan, namun sarat makna. “Para pewaris kerajaan yang belajar di Akademi ini bukan hanya mencari ilmu. Mereka bersaing dan bertaruh membawa nama bangsawan mereka, dan tak sedikit yang akan menggunakan cara-cara kotor untuk unggul"
“Aku mengerti, Ael,” jawab Alourra tanpa ragu. Sebagai calon Ratu Kerajaan Cahaya Eamor, ia telah menduga hal semacam ini akan terjadi.
Namun, Duke Aelion menggeleng. “Tapi yang terpenting bagiku bukan reputasi... Aku hanya ingin kalian bahagia di sini. Belajarlah sebaik mungkin, lakukan yang terbaik untuk diri kalian, bukan semata demi nama."
Alourra menunduk. “Tapi... bukankah reputasi kerajaan juga penting?”
“Tentu, sangat penting,” balas Duke. “Namun, aku tak ingin kalian terbebani oleh itu. Aku percaya, sebagai calon penguasa Eamor, kau pasti tahu mana yang harus kau lakukan.”
Alourra terdiam. Tatapannya mengambang, ada sesuatu yang tersimpan di matanya.
Duke Aelion melangkah mundur. “Kalau begitu, aku pamit dulu... Putri Alourra kecil.”
“Hati-hati di perjalanan, Duke...” sahut Alourra lirih, senyumnya Tipis namun penuh makna.
Namun sebelum pintu benar-benar tertutup, Duke Aelion kembali menoleh. “Satu hal lagi... Aku tahu betapa kau menyayangi Althea. Tolong jaga dia baik-baik... dan juga dirimu sendiri.”
Alourra tersenyum, kali ini lebih tulus dan lapang. “Tentu saja, Duke. Itu sudah pasti.”
Duke kembali melangkah, tapi suara seseorang menghentikannya "Duke, terimakasih untuk semuanya" ujar Alourra
Duke menoleh tersenyum hangat lalu kembali melangkah pergi.
Begitu pintu tertutup rapat, suara lembut terdengar dari arah kamar mandi.
“Kakak... tadi aku dengar ada yang datang?” Althea keluar sambil mengeringkan rambutnya, tubuhnya dibalut jubah malam yang elegan.
“Duke tadi datang,” jawab Alourra.
“Duke Aelion? Dia belum kembali ke Eamor?” tanya Althea, langkahnya terhenti sejenak. “Di mana dia sekarang? Aku ingin bertemu.”
“Sayangnya, dia baru saja pergi. Waktunya sempit... Istana tak bisa dibiarkan terlalu lama tanpa pengawasan,” tutur Alourra.
Namun ia menambahkan sambil tersenyum kecil, “Tapi... ada pesan yang dititipkan untuk kita.”
“Pesan?” tanya Althea sambil membuka lemari pakaian, memilih gaun malam yang nyaman.
Alourra pun menyampaikan pesan itu satu per satu, kata demi kata, seperti yang didengar dari Duke tadi.
Begitu mendengar semuanya, Althea cemberut. “Hmph. Aku tidak peduli kalau Duke bilang tak perlu terlalu berusaha. Aku tetap akan memberikan yang terbaik. Aku bukan anak kecil lagi.”
Alourra tertawa pelan, menggoda. “Haha... kau memang selalu keras kepala, Thea.”
...· · ─ ·𖥸· ─ · ·...