“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”
“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”
Laila baru saja dimutasi ke wilayah pelosok. Dia menempati rumah dinas bekas bidan Juleha.
Belum ada dua puluh empat jam, hal aneh sudah menghampiri – membuat bulu kuduk merinding, dan dirinya kesulitan tidur.
Rintihan kesakitan menghantuinya, meminta tolong. Bukan cuma satu suara, tetapi beriringan.
Laila ketakutan, namun rasa penasarannya membumbung tinggi, dan suara itu mengoyak jiwa sosialnya.
Apa yang akan dilakukan oleh Laila? Memilih mengabaikan, atau maju mengungkap tabir misterius?
Siapa sebenarnya sosok bidan Laila?
Tanpa Laila tahu, sesungguhnya sesuatu mengerikan – menantinya di ujung jalan.
***
Instagram Author ~ Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong : 16
“Tak ada, Mas. Cuma untuk jaga-jaga saja,” kelitnya.
Dapat Laila bayangkan raut tidak percaya abang kandungnya, yang sedang duduk di kursi dalam ruangan kerja toko obat milik keluarga – sambil menghitung keuntungan penjualan.
Keluarga Laila, memiliki toko obat yang sudah berdiri sejak 20 tahun lalu, dan kini menjadi paling besar di ibu kota provinsi.
“Kau kira Mas percaya? Mempercayaimu sama saja dengan mengundang bahaya. Jelaskan! Kalau tak mau, jangan harap Mas kirimkan.”
Laila tidak punya pilihan lainnya, dia menceritakan hampir keseluruhan. Kecuali saat guling-guling di perbukitan, serta tindakan konyol lainnya.
“Apa tak ada kejadian luar biasa, Laila? Kenapa Mas rasa kau menutupi sesuatu. Terakhir kali, saat rasa penasaranmu kumat – dirimu menyangkut di pohon beringin demi mengintip Kadal bertelur. Ini, kau berurusan dengan hantu, mustahil rasanya kalau jalan yang kau tempuh sangatlah mulus.”
‘Dasar cicitnya Mbah Ngatemi,’ gerutunya dalam hati. Kemudian terpaksa menceritakan kesialannya hingga terjatuh dari plafon.
Ha ha ha … gelak tawa terdengar terputus-putus. Haidar dapat membayangkan bagaimana raut konyol sang adik semata wayangnya.
“Tertawa lah terus, ku matikan sambungan ini!” ancamnya, ekspresinya sudah tidak sedap dipandang.
“Lakukanlah, yang akan rugi ya dirimu sendiri.”
“Mas!” Laila menggeram, tangannya mencengkram gagang telepon.
“Apalagi yang kau perlukan? Apa harus Mas kirim seseorang untuk melindungi mu? Sepertinya kasus ini bukan hal ringan Laila, dengan sepak terjangmu sering ceroboh – tak menutup kemungkinan kau bisa jadi sasaran empuk para penjahat itu.” Helaan napas terdengar berat.
“Tak perlu. Cukup Mas bantu – sebotol racun ampuh, biar bisa ku oleskan di mata anak panah. Kemudian ….” ia pun mengutarakan apa saja yang diinginkan.
“Ada yang mudah mengapa kau memilih jalan sulit, Laila?” nadanya tidak setuju.
“Apa yang Mas maksud memakai ilmu santet?”
“Iya. Kau bisa membunuh tanpa menyentuh, dan dirimu mampu melakukan hal itu. Tinggal mencari orang pintar yang bisa melepaskan segel indera keenam dan ilmu hitam dalam aliran darah mu,” Haidar jelas tahu keistimewaan sang adik. Bukan cuma memiliki indera keenam, tetapi juga mewarisi ilmu hitam warisan dari sang Uyut.
“Tak mau. Dosanya tak terampuni itu.” Dia menggeleng kepala, menekankan setiap kata.
“Lantas, membunuh dengan senjata tajam, tak berdosa kah?”
“Berdosa, tapi tak sebesar saat menggunakan ilmu hitam,” jawabnya asal.
“Aku tak mau jadi Iblis seperti dulu. Rasanya sulit ku jelaskan,” sambungnya.
“Iblis membunuh Iblis, ya tak mengapa. Lagipula mantan suami bejat mu itu pantas dilenyapkan. Bisa-bisanya belum genap lima menit selesai akad nikah, seorang wanita datang mengaku hamil anaknya. Jahanam betul dia.” Pria berambut gondrong di kuncir satu itu meremas kabel telepon.
“Sudahlah jangan dibahas. Tolong Mas lihat kan tanggal yang kusebut ini, apa weton nya,” ia pun mengucapkan tanggal kelahiran bidan Juleha, dan juga suster Ineke.
Sesaat hanya terdengar suara kertas dibuka tutup, lalu kembali pria berumur 30 tahun itu mengucapkan hal yang membuat jantung Laila berdetak lebih cepat.
“Kedua korban terlahir di malam Jumat Kliwon. Weton yang sama denganmu – dan dapat Mas pastikan, mereka masih perawan. Laila … apa warga desa sana tahu bila dirimu seorang janda?” ada kecemasan berlebihan dalam intonasi Haidar.
“Iya. Mereka tahunya aku seorang janda.”
“Bagus, tapi kau tetap harus waspada! Di mata orang awam – pasti percaya kau betulan janda dalam tanda kutip sudah ditiduri. Kenyataannya ….”
“Aku harus bagaimana Mas? Sepertinya disini banyak orang pintar, bisa melihat sesuatu yang tertutup dari mata orang awam. Aku kesulitan membedakan mana betulan baik dan tidak. Semua terasa samar dan abu-abu,” ia pun sedikit gelisah.
“Pulanglah! Disana sangat berbahaya. Bila kau kekeuh ingin membantu para arwah – minta Abah untuk melepaskan segel yang membelenggu mu. Cuma itu jalan satu-satunya Laila.”
Abah adalah ayah kandung Haidar dan juga Laila – pria itu berprofesi sebagai ahli akupuntur dan juga memiliki ilmu kebatinan, serta bisa mengobati orang kerasukan.
Ya, keluarga bidan Laila bukan orang biasa dan dari kalangan menengah ke bawah. Akan tetapi keluarga kaya, pemilik toko obat tradisional, juga menyediakan obat dari negeri tirai bambu, serta obat medis.
Laila dan juga Haidar – terlahir dari orang tua yang memiliki suku campuran. Sang ayah masih ada keturunan Tionghoa, dari ibunya mbah Ngatemi. Sedangkan ibunya Jawa campur Sumatera. Maka dari itu, aksen sehari-hari mereka pun dapat menyesuaikan dimana tempat tinggal.
Ibunya Laila – pensiunan dokter umum. Dialah pemilik toko obat yang diberi nama ‘Sumber Waras’, dikelola oleh Haidar, seorang sarjana farmasi.
Sementara Abah, membuka klinik akupuntur, yang pasiennya dari berbagai kota. Terkenal dengan julukan si tangan ajaib, dia anak tunggal almarhumah Mbah Ngatemi dan almarhum suaminya.
Sumber kekayaan keluarga Laila bukan cuma dari penghasilan toko obat saja, tetapi mereka memiliki sawah sangat luas, dan juga peternakan Kuda. Warisan dari almarhum Mbah Ngatemi – terletak di pelosok desa. Tempat kelahiran dukun sakti itu hingga menutup mata.
Laila kembali menceritakan tentang sosok dibalik air terjun. Dia perlu masukan dari pria yang memiliki insting tajam, serta sikap tegas.
“Tunggu disitu – empat jam-an lagi orang kita akan sampai dengan membawa barang pesananmu.”
“Mas, aku butuh uang tunai. Tak banyak, satu juta saja cukup. Nanti kalau kurang ya tinggal minta lagi,” ucapnya seringan bulu.
Haidar mendengus. “Satu juta kau bilang tak banyak? Kalau diputarkan buat modal beli obat, keuntungannya bisa menghidupi satu keluarga selama satu bulan.”
“Dasar pelit. Sama adik sendiri perhitungan betul! Aku aduin nanti ke Uyut. Biar dia menendang mu lewat mimpi,” dia pun tertawa setelah mengatakannya.
Sambungan telepon pun terputus. Laila akan menunggu orang suruhan abangnya.
Wanita berpakaian kebanggaan nya yakni, celana jeans dan kaos longgar – berjalan memasuki warung makan. Memesan satu porsi lontong bumbu pecel dan teh hangat.
Dia duduk sendirian, pikirannya mulai bercabang, tiba-tiba teringat kejadian sewaktu dirinya baru saja menyelesaikan pendidikan kebidanan.
Seminggu setelahnya, Laila menikah dengan pria yang sudah menjalin kasih dengannya selama dua tahun. Ajis namanya, seorang perawat.
Baru saja kata sah digemakan. Tiba-tiba seorang wanita berperut buncit datang bersama kedua orang tuanya – mengatakan kalau dia hamil anak Ajis.
Bak suara guntur di siang hari yang cerah, begitulah kira-kira perasaan Laila. Awalnya dia dan keluarganya tidak percaya, tapi setelah diinterogasi lebih dalam lagi – Ajis mengakuinya.
Abah, Umi, dan Haidar memaksa Laila untuk membatalkan pernikahan, tapi gadis itu menolak mentah-mentah. Bukan karena dibutakan oleh cinta, tapi dia ingin mengambil keuntungan dari statusnya.
Lebih baik jadi janda daripada membatalkan pernikahan. Banyak keuntungan yang bisa dia keruk – terhindar dari pertanyaan kapan nikah, dan dirinya pun terlindungi dari para dukun ilmu hitam yang biasanya mencari tumbal seorang perawan.
Ya, weton keramat Laila – sangat dicari para manusia berhati iblis, yang menuntut ilmu hitam agar memiliki kekuatan besar dan harus menumbalkan seseorang masih perawan ataupun perjaka.
Selepas peristiwa menggemparkan itu – Laila pergi ke desa Uyutnya, disana lah dia mendalami ilmu warisan. Mulai meneror Ajis, hingga pria itu kehilangan akal sehat – empat bulan kemudian meninggal dunia.
Selanjutnya, Laila meminta ilmu hitam dan indera keenamnya di segel. Dia sendiri belum mampu mengendalikannya, dan didera rasa berdosa setelah menyebabkan kematian suaminya itu. Enam bulan sesudah kekuatan magisnya di segel, Mbah Ngatemi tutup usia.
Barulah Laila kembali ke kota, melanjutkan hidup dan mulai menjadi seorang bidan. Dua tahun kemudian dia meminta dimutasi ke kelurahan Sumberejo – menggantikan rekan kerjanya.
Laila membanting sedikit keras gelas teh di atas meja kayu. "Aku yakin dialah pelakunya. Iya, pasti dia!"
.
.
Bersambung.
iya kah?
tapi kalau g dibaca malah penasaran
Smoga Fram dan Laila jodoh ya. 😆
di tunggu kelanjutan intan paok ya ka
salah satunya antisipasi untuk hal seperti ini.
bahkan kita sendiri kadang tidak tahu weton kita apa,karena ditakutkan kita akan sembarangan bicara dengan orang lain.
waspada dan berhati hati itu sangat di perlukan .
tapi di zaman digital sekarang ,orang orang malah pada pamer weton kelahirannya sendiri🤣
aciye ciyeeeee si juragan udh kesemsem sama janda perawan
Thor lagi donk