Kea membenci Sandi, karena Sandi sudah membuat masa kecilnya suram, begitupun Sandi yang membenci Kea karena Kea lemah dan selalu menjadi prioritas semua orang.
Sandi tak suka orang lemah seperti Kea, selain lemah Kea juga tampak menyedihkan dengan kekurangannya yang tak bisa mendengar. Dan ntah bagaimana rasa kebencian saat anak-anak dulu terbawa hingga mereka dewasa, Sandi senang mengganggu Kea. Tapi Kea yang sekarang adalah Kea yang kuat, egois dan juga mempunyai banyak akal busuk untuk membalas dendamnya.
lalu apa jadinya, jika dua orang yang saling membenci, egois dan penuh dendam itu terjerat oleh ikatan pernikahan yang bahkan mereka lakukan hanya untuk bisa saling menyakiti satu sama lain?
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atmosfera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutaan!
Kea tak dapat menunggu besok senin untuk menyelesaikan masalahnya dengan Yuda. Masalah ini harus diselesaikan saat ini juga. Kea tak tau kenapa, tapi tangannya mulai bergetar khawatir sedangkan perasaannya kacau balau.
Kea bahkan tak memperdulikan kalau hari itu sudah malam, ia cepat-cepat ingin bertemu Yuda. Ia butuh penjelasan.
"Kea! mau kemana!"
"Kea!"
"Kea! uda malam"
"Kea ankara!"
Teriakan kedua orang tuanya tak lagi ia dengar, Kea lari terburu-buru keluar dari rumah, mengambil motor maticnya dan melaju keluar gerbang, benar-benar mengabaikan siapapun yang hendak menghentikannya.
Kea terus melajukan motornya, mata gadis itu memerah karena terterpa angin, tapi lebih dari itu, ia merasakan perih yang sangat. Seolah-olah ada yang mendesak untuk dikeluarkan dari kedua matanya.
Kea menangis.
***
Kea tak pernah sekacau ini ketika akan bertemu Yuda sebelumnya. Tapi bahkan, saat ini gadis itu sudah tak memperdulikan bagaimana penampilannya yang hanya memakai piyama tidur, atau bahkan air mata yang masih bercucuran dengan menyedihkan.
Kea memencet tombol pagar rumah Yuda dengan tergesa, ia juga menggoyang-goyangkan pagar hitam tinggi itu dengan tangisan yang memanggil nama Yuda.
Tak lama, satpam rumah Yuda yang sangat mengenal Kea itu menghampirinya, nampak kaget saat melihat kekasih tuan mudanya berpenampilan seperti itu.
"Mbak, mbak Kea, mbak Kea ngapain mbak?" tanyanya sambil membuka gerbang.
Kea mendongak, ia menatap satpam itu dengan nafas tersengal, "M-mang Asep. uhuk-uhuk," Kea memegangi dadanya yang tiba-tiba nyeri.
"Mbak, tenang dulu atuh, aduhhh mbak, mbak gak papa? perlu mamang panggillin dokter?"
Kea menggeleng masih dengan tetap menekan dadanya yang ia rasa sangat sesak. mungkin terlalu banyak menangis.
"Ya ampun mbak, muka mbak pucet banget, mbak kok pakai baju tidur sih mbak, kalau mau keluar malem-malem." ujar Mang Asep khawatir. "Masuk dulu yuk mbak, tuan, nyonya sama den Yuda lagi gak dirumah, tapi ada Mbok Sumi dirumah biar-
"Apa? Apa mang? uhuk, Yuda gak d-di rumah hiks" Kea kian menekan dada atasnya saat ia semakin kesulitan meraup oksigen.
"Iya, mbak, Den Yuda tadi pergi ntah kemana, kalau tuan sama Nyonya lagi di Bandung jenguk neng Lisa ke Asrama."
Kea mengangguk, ia lalu melangkah menuju motornya dengan langkah dipaksa karena dadanya kian sakit.
"Mbak Kea, mau kemana?"
"Mbak?"
"Mbak, ya ampun mbak Kea juga gak pakai helm, bahaya mbak," cegah satpam itu memegangi setang motor Kea.
"Sa-saya mau ketemu Yuda ma-mang. hiks, sakit banget" Keluh Kea sambil kembali menekan dada atasnya.
"Mbak tau Den Yuda dimana? uda mbak telpon?"
Kea menggeleng, " D-dia gak mau angkat telpon saya mang" kata Kea tersengal.
"Tapi, Den Yuda.. Aduh, bentar mbak, biar saya yang telpon."
Kea menunggu, gadis itu menatap mang Asep yang mondar-mandir sebelum akhirnya berhenti dan menunjukkan ponselnya tanda bahwa situan mudanya mengangkat panggilannya.
"Malam, Den, Den Yuda lagi dimana ini, Mbak Kea disini cariin Den Yuda"
Kea tak mendengar apa yang dikatakan Yuda dari sambungan itu, tapi Kea tau kalau itu bukanlah suatu hal yang bagus saat ekspresi Mang Asep yang tampak terkejut.
"Ta-tapi mbak Kea lagi sakit D-den, anuh, ah, iya, tapi Den-
"I-iya Den,"
Kea menunggu apa yang dikatakan mang Asep saat laki-laki dewasa itu tampak ragu untuk mengatakannya.
"Y-yuda dimana mang?" tanya Kea.
"Itu mbak, emm, den Yuda bilang dia lagi di klub yang dijalan Bintang. " katanya ragu.
Kea terdiam agak lama, klub jalan Bintang? bukankah itu klub yang didatangi Sandi waktu itu. Dan apa-apaan Yuda disana? Senakal-nakalnya Yuda, laki-laki yang telah berpacaran dengan Kea selama empat tahun itu tak pernah menjamah tempat haram seperti itu.
Kea mengepalkan tangannya, Apa selama ini Yuda memang seperti itu?
"Mbak, mbak Kea!"
"Ah, ya?" Kea menatap mang Asep dengan mata yang lagi-lagi siap menangis.
"Mending mbak pulang aja ya, jangan main-main kesana, saya kok jadi khawatir banget sama mbak dan Den Yuda. Gak biasanya Den Yuda ketempat kayak gitu. Suaranya Den Yuda tadi juga agak beda. Saya takut itu malah bukan den Yuda mbak, bahasanya kasar banget soalnya." kata mang Asep mengingat-ingat suara Yuda ditelpon tadi.
Kea terkekeh pelan,
Suaranya beda?
Jelas saja, pasti laki-laki itu sudah mabuk disana.
Kea tersenyum, ia menghapus air matanya yang tiba-tiba jatuh, "Iya mang, saya mau pulang aja, yaudah saya pulang ya mang." pamit Kea menghidupkan motornya.
Mengabaikan mang Asep yang mulai menasehatinya, Kea melajukan motornya dengan tangisan tertahan. Dadanya sesak, benar-benar sesak, bukan karena paru-parunya yang kembali bermasalah.
Tapi dadanya penuh oleh rasa kekecewaan, Yudanya, yudanya telah membodohinya selama ini. Yudanya, sudah tak mempercayainya lagi.
***
Kea memantapkan dirinya untuk mendatangi klub yang beberapa hari yang lalu ia datangi, kali ini ia datang dengan perasaan menggebu, Kea tak membawa Ktp, ia juga tak membawa barang apa-pun kecuali kunci motor.
Tapi anehnya, ia tak dihadang oleh penjaga klub, mungkin mereka masih ingat dengan wajahnya dan percaya kalau ia sudah cukup dewasa untuk masuk kedalam.
Walaupun, tatapan mata banyak orang masih menatapnya dengan geli karena lagi-lagi salah kostum. Oh, ayolah, siapa orang gila yang mau menghabiskan malam seninnya didalam klub dengan piyama tidur kebesaran dan mata sembab. Tapi sungguh, Kea tak memperdulikannya.
gadis itu mencari Yuda, nafasnya memburu kecewa, ia ingin marah sepuasnya. Kenapa Yuda berubah dengannya, Kenapa Yuda mengabaikannya, dan Kenapa Yuda begitu kasar padanya. Kea ingin tau itu semua.
Kea mengernyit saat bau alkohol menyeruak dipenciumannya. Gadis itu memeluk dirinya sendiri saat banyak mata yang mencemoohnya dan ada beberapa yang memandang tubuhnya dengan terang-terangan.
Kea agak bergetar saat ada seseorang laki-laki yang ntah siapa menyentuh pinggangnya, ia tak berani menoleh, Kea terlalu takut hanya untuk sekedar menepisnya.
Kea semakin diam ketakutan, saat rabaan tangan itu mulai menjalar kebawah, Kea semakin takut, Dan Saat tangan itu hampir menyentuhnya lebih jauh, sebuah tarikan kuat dilengannya membuatnya tersentak lalu menubruk dada seseorang yang menariknya.
"Sorry man, cari yang lain, nih cewek punya Gue."
Kea mendengar suara dengusan kesal, sebelum ia tau kalau laki-laki yang hampir bersikap tak sopan dengannya itu pergi.
"Takut heh,"
Kea mendongak saat mendapat bisikan dengan nada mengejek ditelinganya.
Kea membolakan matanya, ia lalu mendorong Sandi dengan kuat, Yah, yang menariknya tadi memang Sandi.
"Lo-"
"Yeay, gue, Kenapa? gak usah kaget gitu dong mukanya." kata Sandi tertawa.
Gila, Sandi benar-benar gila. Laki-laki itu mabuk parah, itu bisa terlihat dari bagaiman penampilan dan aroma nafasnya yang menyengat.
"Hei, Ke, gak usah gitu dong mukanya, lo kayaknya kaget banget liat gue disini ha, haha" Sandi tertawa.
Kea menelan ludahnya saat Sandi mendekatinya. "Padahal, gue belum kasih kejutannya, tapi lo uda sekaget ini."
"Bajingan" Kea memaki saat tangan Sandi menyentuh pipinya, gadis itu menepisnya kasar.
"Duh, ditepis, sama gue aja lo berani tepis-tepis, tadi waktu dipegang-pegang sama om-om lo santai aja. Ck, gak kaget sih. ******" maki Sandi kembali terkekeh.
"Gue gak ******, bajingan!" teriak Kea marah.
"Duh, marah, takutt" Sandi kembali tertawa. Tapi perlahan tawanya berubah menjadi dengusan. "Tapi, siapa yang tau kan? buktinya lo sekarang ada disini."
"Bangsat, Lepas San!" Kea memberontak saat Sandi menjambak rambutnya.
"Duh, jangan nangis dong, gue aja baru mulai," bisik Sandi saat Kea menangis.
"San hiks"
"Ck, diem Ke, waktu itu lo tanya kenapa gue benci lo kan? heh, asal lo tau ya Ke, gue uda benci sama lo bahkan sampai keurat nadi gue. Lo itu lemah, bener-bener lemah."
"Sandi sakit hiks" Kea memegangi rambutnya saat tarikan Sandi kian kuat.
"Lo uda buat gue jadi manusia paling jahat dari dulu, gara-gara lo semua orang bilang gue jahat, bilang gue psikopat."
"Akh, Sandi sakit hiks." Kea meraung saat kulit kepalanya terasa akan lepas, tapi anehnya sekuat apapun Kea manangis, tak ada satupun orang yang peduli dengannya.
"Lo juga uda buat gue kehilangan cewek gue, dan gue jadi pengen lo juga tau rasanya kehilangan orang yang lo sayang."
"Satu"
Kea menatap bingung Sandi saat laki-laki itu mulai menghitung.
"Dua"
Sandi menarik kepalanya mendekat padanya.
"Tiga,"
Kea membulatkan matanya begitu Sandi mencium bibirnya dengan kasar, laki-laki itu bahkan menggigit bibir Kea saat Kea memberontak minta dilepaskan.
"Dan, kejutaaaan" bisik Sandi terkekeh setelah berhasil membuat Kea hampir mati kehabisan napas. Napas Kea masih memburu saat tubuhnya dibalik kedapan.
Disana, diarah yang berlawanan dengannya, Yuda menatapnya dengan tatapan kosong. Kea bahkan bisa melihat bagaimana tatapan kecewa itu sangat menyakitkan. Sekilas Kea melihat, Yuda meneteskan air matanya sebelum berbalik pergi.
Kea lemas, gadis itu jatuh terduduk saat Sandi melepas topangannya.
Sedangkan Sandi menunduk lalu tertawa pelan setelah posisinya sejajar dengan Kea yang diam membisu dengan air mata yang membasahi pipinya.
"Jadi," Sandi menelengkan kepalanya. "Gimana rasanya Ke?" Tanya Sandi sambil melempar ponsel putih kedadanya.
Kea menatap kosong ponsel itu, Itu ponsel Yuda.
***
Kejutaaaan...