Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah Cinta Ayah dan Ibu (bag.1)
Di akhir pekan, setiap dua pekan sekali, seorang guru dari ibu kota tiba di kediaman keluarga bangsawan. Louisiana von Alexandra turun dari kereta kuda dengan anggun, gaun birunya berkibar tertiup angin. Ia adalah adik dari Liliana von Alexandra, ibu August, sekaligus seorang wanita berpendidikan tinggi yang dihormati dalam lingkungan aristokrat.
Setiap minggu, Louisiana datang untuk menemui keponakannya, August. Ia mengajarkan etika bangsawan serta pembelajaran sosial yang sangat penting bagi mereka yang ingin bertahan di kalangan aristokrat. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda. Saat memasuki ruang pelajaran, matanya menangkap sosok lain di samping August—seorang gadis berambut pirang keperakan dengan telinga dan dua ekor kucing yang duduk dengan tenang. Gadis itu adalah Anastasia.
Louisiana mengangkat satu alis, lalu tersenyum tipis. "Ah, rupanya ada murid baru hari ini?"
August, yang sejak tadi duduk dengan punggung tegak sesuai dengan ajaran bibinya, langsung berseru, "Iya, Bibi! Kak Anastasia ingin belajar juga!"
Anastasia, yang sedari tadi diam, menatap Louisiana dengan ekspresi tenang namun penuh kewaspadaan. "Aku hanya ingin tahu," katanya singkat.
Louisiana menyipitkan matanya, lalu mengambil tempat duduk di depan mereka. "Menarik. Aku tak menyangka kau akan tertarik dengan pelajaran etika, Anastasia. Mengingat… latar belakangmu yang berbeda."
Anastasia hanya diam, tapi ekornya sedikit bergoyang, menunjukkan ketidaksukaannya terhadap kata-kata itu. Louisiana menyadari perubahan sikap tersebut dan tersenyum kecil. "Baiklah, kalau kau ingin belajar, aku tak akan melarang. Tapi perlu kau tahu, etika bangsawan bukan hanya tentang sopan santun, tapi juga politik, cara bicara, serta bagaimana cara menghadapi orang-orang yang memandangmu sebelah mata."
"Aku tahu," jawab Anastasia singkat.
Louisiana terkekeh. "Baiklah. Kalau begitu, kita mulai dari yang paling dasar." Ia menegakkan punggungnya, lalu menatap kedua muridnya dengan tajam. "Pelajaran pertama, bagaimana seorang bangsawan duduk dengan anggun. August, kau sudah paham ini. Anastasia, perhatikan baik-baik."
August segera duduk tegak, sementara Anastasia mengikuti dengan sedikit canggung. Louisiana menghela napas, lalu menepuk meja pelan. "Bangsawan tidak hanya duduk tegak. Mereka harus tampak percaya diri. Jangan terlihat tegang, tapi juga jangan terlalu santai. Kaki sejajar, punggung lurus, dan tangan di pangkuan. Jangan bersandar terlalu jauh ke belakang."
Anastasia mencoba memperbaiki posisinya, meskipun terlihat sedikit kaku. Louisiana mengamatinya, lalu mengangguk. "Lumayan untuk percobaan pertama. Sekarang, bagaimana cara memperkenalkan diri dalam lingkungan bangsawan. August, tunjukkan bagaimana caranya."
August berdiri, lalu membungkuk dengan anggun. "August von Siegfried, putra Heinrich von Siegfried dan Liliana von siegfried. Senang bertemu dengan Anda."
Louisiana tersenyum puas. "Bagus. Sekarang, Anastasia, coba lakukan."
Anastasia menatap Louisiana sejenak, lalu bangkit perlahan. Ia membungkuk sedikit, lalu berkata dengan suara datar, "Anastasia von Siegfried, putri Seraphina von Siegfried dan Heinrich von Siegfried. Senang bertemu dengan Anda."
Louisiana menatapnya dalam diam selama beberapa detik, lalu tersenyum tipis. "Tidak buruk. Namun, kau harus menambahkan sedikit kehangatan dan keyakinan dalam suaramu. Dunia bangsawan penuh dengan orang-orang yang suka menghakimi. Jika kau terlihat ragu, mereka akan segera menganggapmu lemah."
Anastasia mengangguk pelan. Louisiana menatapnya lebih lama sebelum berkata, "Baiklah, pelajaran hari ini akan lebih panjang dari biasanya. Tapi, sepertinya akan sangat menarik."
August tersenyum lebar, sementara Anastasia tetap diam, tetapi dalam hatinya, ia merasa ini akan menjadi tantangan baru yang berbeda dari semua pelatihan yang pernah ia jalani sebelumnya.
Kemudian, mereka berdua melanjutkan pembelajarannya.
Beberapa jam telah terlewati. Matahari perlahan merayap ke arah barat, menandakan sore mulai menjelang. Di dalam ruang pelajaran yang luas, Louisiana von Alexandra menutup buku di tangannya dengan anggun.
"Baiklah, pelajaran kita hari ini cukup sampai di sini," ucapnya sembari meletakkan buku di meja. "August, seperti biasa, kau mulai memahami materi dengan cepat. Dan Anastasia..." Louisiana mengalihkan pandangannya ke gadis berambut pirang keperakan yang duduk di samping August. "Kau juga terlihat mulai memahami pelajaran ini."
Anastasia hanya mengangguk kecil. "Ya... aku rasa begitu," jawabnya singkat.
August tersenyum dan menepuk pundak kakaknya. "Kak Anastasia hebat! Padahal ini pertama kalinya ikut pelajaran, tapi langsung paham."
Anastasia menoleh sekilas ke arah adiknya, lalu kembali menatap buku di hadapannya. Louisiana memperhatikan interaksi mereka dengan tatapan yang lembut. Ia kemudian bersandar di kursinya, menatap Anastasia dengan sedikit lebih serius.
Sejenak, Louisiana merasa deja vu. Wajah gadis itu—mata tajamnya, cara duduknya yang tenang, ekspresi dinginnya—mengingatkan Louisiana pada seseorang dari masa lalu. Sosok itu bukanlah orang asing baginya. Louisiana tahu betul siapa Anastasia.
"Seraphina..." gumamnya tanpa sadar.
Anastasia yang mendengar nama itu mengangkat kepalanya. "Kau mengenal ibuku?" tanyanya, suaranya sedikit lebih tegas dari biasanya.
Louisiana tersenyum tipis. "Tentu saja. Dulu, aku sering bertemu dengan Kak Seraphina dan juga sering mendengar cerita tentangnya dari Kak Liliana." Ia menarik napas dalam sebelum melanjutkan, "Kak Seraphina adalah petarung yang tangguh. Dia pernah berada dalam satu tim dengan Kak Liliana dan Kak Heinrich. Mereka bertiga adalah petualang terbaik di zamannya."
Anastasia terdiam. Ia tahu ibunya adalah seseorang yang kuat, tapi tidak pernah benar-benar mendengar kisah detail tentang masa lalunya.
Louisiana menatapnya dengan lembut. "Kau pasti mewarisi kekuatannya, bukan?"
Anastasia tidak langsung menjawab. Ia sedikit memalingkan wajahnya, lalu berkata, "Aku tidak tahu... Tapi... sepertinya iya."
Louisiana terdiam sesaat sebelum tersenyum lembut. "Kak Seraphina adalah orang yang luar biasa. Tapi ya... di luar sana, tidak semua orang menerima pernikahan antara bangsawan dan rakyat biasa. Mungkin itulah sebabnya kau merasakan jarak itu."
August yang sejak tadi mendengarkan akhirnya angkat bicara. "Tapi itu kan tidak adil! Kak Anastasia adalah anak Ayah, sama seperti aku. Kenapa orang-orang harus mempersoalkan asal-usulnya?"
Louisiana menghela napas, lalu menatap ke luar jendela, melihat matahari yang perlahan tenggelam di cakrawala. "Dunia aristokrat memang tidak selalu adil, August. Ada aturan yang sudah berakar sejak lama. Tapi bukan berarti aturan itu tidak bisa berubah."
Anastasia menggenggam tangannya sendiri, seolah sedang merenungkan sesuatu. Louisiana memperhatikannya, lalu berkata, "Jangan biarkan kata-kata orang lain mendefinisikan siapa dirimu, Anastasia. Kau adalah putri Kak Seraphina dan Kak Heinrich. Itu lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa kau berharga."
Anastasia menatap Louisiana dengan mata penuh pertimbangan. Untuk pertama kalinya dalam pelajaran hari ini, ia merasakan sesuatu yang berbeda—bukan hanya pemahaman tentang etika bangsawan, tetapi juga tentang dirinya sendiri.
Di luar sana, banyak orang yang mencibir pernikahan Seraphina dengan seorang bangsawan. Pernikahan antara rakyat biasa dan bangsawan adalah sesuatu yang tabu. Namun, bagi Louisiana, Seraphina adalah alasan mengapa kakaknya, Liliana, bisa menikahi pria yang dicintainya.
Sambil menikmati teh di ruang pembelajaran, Louisiana menghela napas pelan lalu berkata, "Anastasia, August... Tahukah kalian bagaimana kisah pernikahan orang tua kalian?"
August yang masih polos menggelengkan kepala dengan penuh rasa ingin tahu. "Aku pernah mendengar beberapa hal dari Ayah dan Ibu... tapi tidak banyak," katanya.
Anastasia tetap diam, menatap Louisiana dengan ekspresi datar namun matanya memancarkan ketertarikan. Louisiana tersenyum tipis lalu mulai bercerita.
Bertahun-tahun yang lalu, Heinrich von Siegfried, Seraphina, dan Liliana von Alexandra adalah teman seperjuangan. Mereka bertiga merupakan petualang berbakat dengan peringkat tinggi yang sering menyelesaikan misi bersama. Seraphina adalah seorang petarung yang tak terkalahkan, Liliana seorang penyihir yang berbakat, dan Heinrich seorang ksatria yang memiliki kemampuan luar biasa.
Namun, di antara ketiganya, ada satu hal yang selalu terasa jelas bagi Louisiana. Heinrich menyukai Seraphina.
"Aku masih kecil saat itu, tapi aku bisa melihatnya," ujar Louisiana. "Kak Heinrich tidak hanya menganggap Kak Seraphina sebagai sahabat atau rekan. Ia mencintainya."
Anastasia menatap Louisiana dengan sedikit kebingungan. "Lalu... mengapa Ayah menikahi Ibu Liliana juga?"
Louisiana tersenyum pahit. "Karena cinta tidak selalu mudah."
Saat itu, pernikahan antara seorang bangsawan dan rakyat jelata adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Keluarga Siegfried menolak hubungan Kak Heinrich dan Kak Seraphina. Namun, Heinrich tidak peduli. Ia bersikeras ingin menikahi Seraphina meskipun harus menentang keluarganya.
"Kau tahu apa yang dilakukan Kak Heinrich?" Louisiana tertawa kecil. "Dia mengajak Kak Seraphina untuk menikah lari."
August terkejut. "Benarkah?!"
"Benar. Tapi Kak Liliana... kakakku yang malang itu... ia juga mencintai Kak Heinrich," lanjut Louisiana dengan nada lembut. "Namun, ia tidak bisa menentang kebahagiaan pria yang dicintainya. Jadi ia hanya bisa tersenyum dan menahan rasa sakitnya."
Seraphina sendiri tidak tega melihat sahabatnya menderita. Saat ia mengetahui bahwa Liliana mencintai Heinrich, ia membuat satu keputusan besar.
"Kak Seraphina berkata, 'Aku tidak akan menikahi Heinrich jika ia hanya menikah denganku. Jika ia benar-benar ingin bersamaku, maka ia juga harus menikahi Liliana.'"
August dan Anastasia terdiam mendengar kisah itu.
"Begitulah akhirnya... mereka bertiga membuat keputusan yang berani," Louisiana melanjutkan. "Setelah menikah, Kak Seraphina memilih untuk menjauh dari masyarakat bangsawan dan hidup di pinggiran desa, sementara Kak Liliana tetap tinggal di kota bersama Heinrich. Tidak lama setelah itu, Kak Seraphina hamil dan melahirkanmu, Anastasia."
Anastasia menundukkan kepala. Ia tahu ibunya adalah wanita yang kuat, tapi ia tidak menyangka betapa besar pengorbanannya.
"Lalu... bagaimana dengan August?" tanya Anastasia lirih.
Louisiana tersenyum. "Liliana belum dikaruniai anak saat itu. Kak Seraphina, yang ingin melihat sahabatnya bahagia, akhirnya melakukan sesuatu yang mengejutkan."
Mata August berbinar penuh rasa ingin tahu. "Apa itu, Bibi?"
Louisiana menyesap tehnya perlahan sebelum menjawab, "Ia meminta Kak Liliana untuk menggoda Kak Heinrich."
August dan Anastasia membelalakkan mata. Louisiana tertawa kecil melihat ekspresi mereka.
"Kak Seraphina ingin memastikan bahwa Kak Liliana juga memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki keluarga bersama Kak Heinrich. Tidak lama setelah itu, Kak Liliana pun mengandung dan akhirnya kau lahir, August."
Anastasia dan August saling berpandangan. Mereka baru menyadari betapa rumitnya kisah cinta orang tua mereka. Mereka bukan sekadar keluarga bangsawan biasa—mereka adalah hasil dari cinta, pengorbanan, dan persahabatan yang tulus.
Louisiana menatap kedua keponakannya dengan lembut. "Itulah mengapa keluarga ini terbentuk seperti sekarang. Kak Liliana mencintai Kak Heinrich, tetapi Kak Heinrich mencintai Kak Seraphina. Dan Kak Seraphina, dengan ketulusannya, ingin memastikan bahwa Kak Liliana juga mendapatkan kebahagiaan yang pantas untuknya."
Suasana dalam ruangan menjadi hening. Anastasia menggenggam cangkir tehnya dengan erat, sementara August masih terlihat mencerna cerita yang baru saja didengarnya.
Akhirnya, Louisiana tersenyum. "Mereka mungkin telah melalui banyak hal, tapi satu hal yang pasti... mereka semua mencintai kalian. Tidak peduli bagaimana asal-usul keluarga ini, kalian adalah hasil dari cinta yang sejati."
Louisiana tersenyum tipis, lalu menatap August dan Anastasia dengan penuh arti. "Baiklah, kita tunda dulu kisah orang tua kalian. Untuk sekarang, pergilah mandi dan bersiaplah untuk makan malam," katanya dengan nada lembut, tetapi tegas.
August mengerutkan kening. "Tapi, bagaimana dengan kelanjutan ceritanya?"
Louisiana hanya terkekeh kecil. "Sabar. Cerita ini terlalu panjang untuk diselesaikan dalam satu waktu," ujarnya sambil melirik ke jendela, di mana langit mulai gelap.
Ia lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan dan menurunkan suaranya menjadi lebih serius. "Tapi dengarkan baik-baik, jangan bilang apa pun kepada orang tua kalian. Setelah makan malam, datanglah ke kamarku diam-diam," katanya dengan tatapan penuh misteri.
Anastasia menatapnya dengan mata berbinar. "Jadi, kau akan menceritakan lebih banyak?"
Louisiana tersenyum penuh rahasia. "Tentu saja. Aku akan memulai semuanya dari awal... Dari masa ketika orang tua kalian masih bersekolah di akademi."
August dan Anastasia saling berpandangan, antusiasme mereka semakin membuncah. Kini, mereka memiliki janji rahasia yang harus ditepati malam ini.