Aku hanya seorang figuran dalam kisah cintamu. Tapi tidak apa-apa, setidaknya Aku masih bisa melihatmu. Aku masih bisa menyukaimu sebanyak yang Aku mau. Tidak apa-apa Kamu tidak melihatku, tapi tetap ijinkan Aku untuk melihatmu. Karena keberadaanmu bagai oksigen dalam hidupku. (Khansa Aulia)
*Update Senin-Sabtu
*Minggu Libur 😁
^ErKa^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 7 - Duniamu dan Duniaku Yang Berbeda
Alex menatapku dengan sungguh-sungguh. Sepertinya dia benar-benar tidak mengerti dengan ucapanku.
"Aku tidak berbohong. Coba kacamatamu dilepas. Rambutmu diurai, Kamu manis kok. Aku temanmu, mana mungkin Aku berbohong."
Perkataan Alex membuat hatiku berantakan. Bagian dia mengatakan Aku manis membuat duniaku jungkir balik. Namun begitu dia mengatakan bahwa Kita hanya berteman, langsung menghempaskan diriku di dasar jurang yang paling dalam.
Padahal Aku tahu diri. Tapi entah mengapa diriku yang bodoh ini tidak segera sadar diri. Terus saja bermimpi dan bermimpi. Benar-benar bodoh!
"Besok sepedamu akan Aku kirim ke rumahmu. Untungnya besok hari Minggu."
"Ak-aku bisa mengambilnya sendiri. Aku akan meminta bantuan ayahku untuk mengambilnya..."
"Tidak perlu. Aku yang memaksa untuk mengantarmu. Aku yang akan bertanggung jawab."
Lagi-lagi Aku tidak bisa berdebat. Aku terdiam. Suasana sunyi kembali menghampiri. Untung saja kesunyian itu segera berakhir begitu Alex menghentikan mobilnya tepat di depan rumahku.
"Te-terima kasih ya. Aku sangat-sangat berterima kasih."
"Oke, tidak masalah. Tidur nyenyak Khansa. Terima kasih atas bantuanmu hari ini (merujuk pada tugas kelompok)."
Dan mereka pun berpisah. Khansa menatap mobil Alex sampai hilang dari pandangan.
"Itu siapa Nduk? Kok pulangnya malam?" Tiba-tiba ayahku membuka pintu dan sudah menungguku di depan rumah.
"Teman Yah..."
"Dimana sepedamu?"
"Di titipin di parkiran food court. Karena sudah malam, ada teman yang bersedia nganterin."
"Tahu gitu tadi Ayah yang nganterin Nduk."
"Iya Yah, nggak apa-apa. Khansa masuk ke kamar dulu ya."
"Iya. Cepat istirahat Nduk."
***
Adegan ciuman itu masih tidak bisa lepas dari kepalaku. Setiap kali mengingatnya, perasaanku selalu sakit. Tak terasa airmataku mengalir.
Kata orang cinta pertama itu akan selalu kandas. Mungkin itu yang Aku alami sekarang. Lucu sekali. Remaja berusia 15 tahun bisa juga merasakan patah hati.
Aku geli dengan perasaanku. Di mata orang lain pasti Aku terlihat seperti remaja yang melebay-lebaykan perasaannya. Tapi perasaanku benar-benar sakit. Bukankah Aku masih boleh menangis?
Malam itu Aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku menangisi patah hatiku. Itu berlanjut sampai Aku kelelahan dan tertidur dengan sendirinya.
***
Hari Minggu pun tiba. Alex menepati janjinya. Jam enam pagi ada pria datang ke rumah Kami mengantarkan sepedaku. Katanya beliau disuruh Alex untuk melakukannya. Aku mengucapkan terima kasih dan menyuguhkan hidangan ala kadarnya.
Setelah tamu itu pergi, Aku mulai beberes rumah. Biasanya setiap hari Minggu Aku dan adikku akan ikut ayah menarik angkot. Hari ini pun tak terkecuali.
Setelah menyelesaikan segala pekerjaan rumah tangga, Aku dan adikku mulai bersiap-siap. Pukul tujuh pagi Kita sudah siap dan menarik angkot.
Mungkin karena hari Minggu, penumpang terlihat sangat sepi. Ketiadaan anak sekolah menjadi penyebabnya. Dalam satu kali rute hanya ada beberapa orang saja.
"Sepertinya kalau seperti ini terus akan rugi bensin ya Yah?"
"Iya Nduk, tapi mau bagaimana lagi. Kita hanya bisa berusaha dan bekerja keras, untuk hasilnya serahkan saja pada yang di atas." Kata-kata Ayah terlihat optimis, tapi guratan sedih terlihat di wajahnya.
Ya, Aku tahu dilema ayah. Setiap hari ayah harus berhutang uang bensin pada bosnya. Selain mengembalikan uang bensin, ayah juga harus menyerahkan uang setoran wajib tiap harinya.
Meskipun bekerja dari pagi sampai malam, acapkali penghasilan ayah sering minus. Uang tarikan habis buat bayar bensin dan setoran wajib. Seolah-olah pekerjaan yang dilakukan dari pagi sampai malam tidak ada hasilnya sama sekali.
"Malam ini makan Mie lagi nggak apa-apa ya Nduk?"
"Bisa makan saja sudah alhamduLillah Yah. Yang penting Kita tetap berusaha." Aku berusaha membesarkan hati ayah yang sedih.
"Maaf ya Nduk, ayah tidak bisa membuatmu dan adikmu hidup senang. Karena memiliki ayah sepertiku, hidup kalian jadi susah." Ayah terlihat sangat sedih.
Aku menggenggam tangan ayahku, berusaha menguatkan.
"Ayah sudah menjadi ayah yang terbaik bagi Kami. Terima kasih karena telah bersusah payah untuk menghidupi Kami. Kami sangat bersyukur memilikimu Yah..." Aku tidak bisa menahan diriku untuk berkaca-kaca. Ya, Aku memang sangat bersyukur. Meskipun pekerjaan ayahku seperti ini, tapi beliau berusaha keras untuk menghidupi Kami.
Tak terasa angkot berhenti di lampu merah. Tanpa sengaja mataku melihat mobil yang sangat familiar yang berhenti tepat di sebelah angkot ayahku. Aku menatap orang yang berada di balik kemudi. Kebetulan kaca mobil tidak terlalu gelap. Dan Aku mengenali orang-orang yang berada di dalamnya.
Tampak Alex dan Diana berada di dalam mobil itu. Mereka terlihat sangat serasi dan mesra. Mereka pasangan yang bahagia. Diana tampak mencubiti pipi Alex yang tersenyum kecil melihat tingkahnya.
Aku memalingkan wajah. Dari sini Aku semakin tersadar dengan posisiku. Ketika anak seusiaku bisa berpacaran dengan bebas dan mengekspresikan perasaannya, Aku berada di sini. Ikut ayahku menarik angkot, berusaha mengais rejeki.
Sungguh dua dunia yang berbeda. Duniaku dan dunia mereka sangat berbeda. Perasaanku semakin kerdil.
Sepertinya masalah hati memang tidak bisa kupikirkan saat ini. Aku harus fokus pada ayah, adik dan pendidikanku. Menyukai seseorang di tengah kondisiku yang seperti ini akan menjadi suatu kemewahan. Aku belum pantas untuk mendapatkan kemewahan itu.
"Doakan khansa ya Yah, semoga khansa bisa merubah perekonomian Kita." Aku berkata sembari menahan isakku. Aku memutuskan untuk berhenti menyukai Alex dan fokus pada keluarga dan pendidikan.
"Itu doa yang selalu Ayah panjatkan Nduk. Semoga hidupmu dan adikmu lebih baik dari hidup Ayah. Semoga kalian nantinya akan mendapatkan kebahagiaan, amin..."
"Amin..."
***
Seperti dugaan Ayah, malam itu Kami hanya bisa makan dengan mie. Keuntungan Ayah malam itu hanya dua puluh ribu. Sepuluh ribu Ayah berikan padaku untuk dibuat belanja, sementara sisanya Ayah simpan. Dengan uang sepuluh ribu itu Aku membeli mie instan 2 bungkus dan beras setengah kilo.
"Beli beras kok cuman setengah kilo. Mending ndak usah beli sekalian." Ucap pemilik warung. Meskipun berkata seperti itu, pemilik warung itu tetap menimbang beras untukku.
"Iya Bu, maaf. Mampunya hanya segitu Bu. Nanti kalau ada uang lebih Saya beli lima kilo Bu." Aku berusaha tersenyum, untuk mengambil hati pemilik warung.
"Ya sudah, karena Kamu anak baik beli berapa pun Ibu bungkusin. Tapi jangan lupa, kalau ada uang lebih jangan belanja di tempat lain. Tetap belanja di sini ya."
"Iya Bu, Saya janji. Terima kasih Bu." Aku pun pamit. Aku tidak bisa berlama-lama di warung, karena adikku pasti sudah menungguku dengan wajah kelaparan.
Sesampainya di rumah, Aku segera memasak nasi dan mulai menghidupkan kompor untuk memasak mie.
"Mie-nya di masak satu bungkus saja Nduk. Kasih kuah yang banyak. Yang satu bungkus buat dimakan besok saja." Ucap ayahku.
"Iya Yah, ini Khansa cuman masak satu bungkus."
Makan mie instan satu bungkus di bagi tiga orang sudah biasa bagi Kami. Aku akan membuat kuahnya lebih banyak dan membumbuinya agar bisa lebih sedap. Makan seperti ini saja Aku sudah sangat beruntung.
Banyak orang yang hidupnya jauh lebih susah dari Kami. Sedangkan Kami memiliki tempat untuk berteduh. Tidur di kasur. Ada selimut yang menghangati tubuh Kami. Ada pakaian yang Kami pakai sehari-hari. Maka nikmat apalagi yang kurang?
Malam itu Kami makan dengan lahap. Mie berkuah super banyak di santap dengan nasi hangat. Sungguh sangat nikmat. Semoga Tuhan selalu melancarkan rejeki Ayahku, agar Kami bisa selalu makan seperti ini, amin.
***
Happy Reading 🥰
akunya
Emg keren lu Thor/Ok/