NovelToon NovelToon
HUMAIRAH (Gadis Pesantren)

HUMAIRAH (Gadis Pesantren)

Status: tamat
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Contest / Perjodohan / Nikahkontrak / Tamat
Popularitas:887.1k
Nilai: 4.8
Nama Author: ridwan jujun

"Astaghfirullohal'adzim!" Gadis itu setengah berteriak saat mendengar suara iqamat dari masjid pesantren.sekilas ia menatap arloji di tangan kanannya. pukul 11.50 WIB.

"mengapa tak ada yang membangunkanku? ah, sial! jangan sampai aku bolos salat jemaah," ucap gadis bernama lengkap Humairah Assyifa itu.

Ia merutuki dori sendiri. Gara-gara tidur mendekati waktu salat zuhur, hampir saja ia melewatkan salat jemaah di masjid.

trus apa yang akan terjadi di hari-hari humairah di pesantren tersebut, apakah humairah akan menemukan jodohnya di pesantren tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Si Pemilik Pipi Merah

"Amplop surat siapa ini?" batin Huma.

Ia mendudukkan dirinya di atas sajadah. Diraihnya amplop berwarna tosca muda itu. Tidak ada yang spesial dari amplop itu. Hanya amplop polos berukuran sedang, tanpa motif apapun. Dibaliknya amplop surat itu. Di pojok kanan atas amplop itu tertulis 'Teruntuk Humairoh Assyifa'. Jelas, itu memang surat untuk nya.

'Tapi dari siapa?' batin Huma.

Amplop itu masih tertutup rapat. Nampaknya sengaja direkatkan dengan lem kertas. Huma kembali memperhatikan tulisan di pojok amplop itu. Benar, itu memang namanya. Terlihat lekukan tiap huruf itu terukir dengan sangat indah.

"Allahu Akbar Allahu Akbar."

Terdengar suara merdu muadzin mulai bergema dari menara masjid Ash-Shidiq. Memanggil para pecinta-Nya untuk segera mendatangi rumah Allah itu. Pertanda waktu subuh sudah datang.

Para santri mulai berdatangan ke dalam masjid. Begitu pula dengan masyarakat sekitar pesantren yang hendak ikut berjamaah. Huma segera menyembunyikan amplop itu di bawah sajadah. Sebelum ada santri yang melihatnya.

"Allahu Akbar."

******

"Mbak, aku pulang ke kamar duluan ya. Udah kebelet banget ini," pamit Lala.

"Iya. Tapi habis itu jangan langsung tidur loh. Ingat, ngaji Safinah," ucap Huma.

"Kalau nggak lupa ya mba. Takut nanti khilaf, hehehe." Lala pergi secepat kilat. Sudah sangat kebelet sepertinya.

"Dasar anak itu," gumam Huma.

Lala memang sering ketiduran seusai salat subuh. Sudah jadi langganan Huma membangunkannya kembali untuk mengaji.

Seusai salat subuh, semua santri memang diwajibkan untuk mengaji kitab Safinatun Najah. Jadi, jangan harap bisa enak-enakan tidur lagi kalau tidak mau dihukum oleh pengurus.

Di aula asrama, semua santri putri sudah bersiap untuk mengaji. Tampak wajah-wajah santri masih ada yang mengantuk, bahkan ada yang lelap tertidur di pojok ruangan.

"Faslun, aihadza faslun ... Arkanus sholati utawi piro-piro rukune sholat." Huma mulai mengajari para santri menghafal makna kitab Safinatun Najah.

Memang sudah menjadi tugas para santri senior untuk mengajar ngaji kitab Safinatun Najah. Selain untuk membantu abah kyai, mengajar santri juga dapat membuat hafalan kitab menjadi bertahan lebih lama. Karena ilmu yang dimiliki jika tidak diamalkan, lama-kelamaan akan menghilang dari ingatan.

Di tengah kegiatan mengaji, tiba-tiba datang Gus Alka dan Gus Kaffa melewati koridor di depan aula mengaji santri putri. Ruang aula memang sengaja didesain tidak berdinding di bagian depan. Sehingga siapapun yang melewati koridor, tentu akan sangat jelas terlihat dari dalam aula.

"Ya Allah, ada dua pangerang lewat."

"Masya Allah, gantengnya."

"Pagi-pagi udah liat yang bening-bening. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan."

Terdengar para santri mulai berbisik kegirangan melihat kedua gus tampan itu. Fokus mereka mengaji Safinah jadi buyar. Para santri yang tadinya mengantuk juga entah kenapa rasa kantuknya hilang begitu saja.

'Ada perlu apa Gus Alka dan Gus Kaffa ke asrama putri?' batin Huma.

Huma memperhatikan kedua gus itu. Terlihat Gus Alka membawa gulungan warna putih di tangan kirinya. Nampaknya sebuah banner. Mereka berdua berjalan dalam diam, tanpa saling bercakap.

Gus Alka yang mendengar suara bising di antara santri putri pun segera melirik ke arah mereka. Pandangan matanya langsung tertuju pada seorang santri yang memakai mukena warna hijau army di tengah aula. Senyuman terukir indah di wajah Gus Alka.

'Ini perasaan aku aja, apa memang dari tadi Gus Alka ngliatin aku terus si?' batin Huma.

Ia tertunduk, melanjutkan kegiatan mengajarnya. Sesekali ia kembali melihat ke arah Gus Alka disana.

'Yah bener kan, kayaknya memang Gus Alka lagi ngliatin aku.'

Huma mengalihkan pandangannya. Jangan sampai ia kepergok juga sedang memperhatikan Gus Alka. Yang ada nanti mereka malah jadi tatap-tatapan.

'Udah udah nggak usah diliatin Ma,' batinnya.

Huma pun kembali fokus mengajar santri.

******

"As, aku berangkat dulu ya," pamit Huma pada Asma yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya.

Hari ini Huma ada jadwal bimbingan dengan dosennya. Ia bersiap-siap lebih awal. Jangan sampai terlambat seperti waktu itu. Diliriknya amplop surat yang didapatnya tadi pagi. Masih tertutup rapat tergeletak di dalam lemari. Huma belum berani membukanya.

Ia meraih amplop itu lalu dimasukkan ke dalam tas. Tidak ada yang tau tentang amplop surat itu, termasuk Asma sahabatnya sendiri. Ia memang berniat ingin menyembunyikan masalah ini terlebih dahulu.

"Iya hati-hati di jalan Ma, jangan lupa pulangnya bawa oleh-oleh." Asma mengangkat alisnya, mengharapkan sesuatu.

"Dikira mau studytour apa, pake bawa oleh-oleh segala," balas Huma, "udah ya, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam," jawab Asma, "Sempolan aja ngga papa Ma, kalau nggak ya martabak telor spesial," teriak Asma. Berharap ucapannya didengar Huma yang kini sudah menghilang di balik pintu.

Huma berjalan dengan harap-harap cemas, semoga hari ini tidak ada sesuatu yang buruk menimpa dirinya.

"Humairoh!"

Saat melewati area taman pesantren, Huma seperti mendengar ada seseorang yang memanggil namanya. Ia berbalik. Pandangannya terarah pada seseorang yang memanggilnya tadi. Nampak Gus Alka sedang berjalan menghampirinya.

"Eh nggih Gus. Ada apa nggih Gus?" tanya Huma sopan, saat Gus Alka sudah berada di depannya.

Huma menundukkan badannya. Bukan hanya karena Gus Alka merupakan lawan jenis yang bukan mahromnya. Tapi juga karena ia selalu diajarkan untuk bersikap sopan dan ta'dhim terhadap dzurriyah atau keluarga abah kyai.

"Hendak berangkat ke kampus ya?" tanya Gus Alka memulai pembicaraan.

"Nggih gus, hendak menemui dosen."

"Ooh... Sudah lama ya kita nggak ketemu. Kamu gimana kabarnya?" tanya Gus Alka.

"Alhamdulillah sehat gus."

"Kamu sekarang sudah semester akhir berarti ya?"

"Nggih gus."

"Sedang menyusun skripsi dong?"

"Nggih gus, mohon do'anya supaya dilancarkan," jawab Huma.

Sebenarnya dari tadi Huma bingung, tidak tau harus berbicara apa ke Gus Alka. Ia gugup sekali. Sudah lama sekali ia tidak bertemu Gus Alka, apalagi mengobrol berdua seperti ini. Jadi sedari tadi ia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan Gus Alka padanya.

"Kamu dari dulu masih sama ya. Selalu nunduk kalau lagi diajak bicara." Gus Alka memperhatikan ekspresi Huma. Kalau sedang gugup seperti itu lucu sekali.

"Saya hanya menjaga pandangan gus. Nggak sopan juga kalau saya berani-beraninya menatap seorang dzurrriyah."

Gus Alka tersenyum, "Itulah yang saya suka dari kamu, perilaku kamu santun sekali."

Deg!

'Apa maksud Gus Alka berkata seperti itu?' Pipi Huma rasanya panas sekali. Jantungnya kini berdetak tak normal.

Gus Alka memperhatikan wajah Huma. Pipinya kini benar-benar merah merona karena malu. 'Sungguh manis gadis ini', batinnya.

"Kamu memang pantas mempunyai nama Humairoh," ucap Gus Alka.

"Maaf, kenapa gus?" Huma bingung mendengar ucapan Gus Alka.

"Eh engga ... bukan apa-apa." jawab Gus Alka, "oh iya, ini saya ada oleh-oleh buat kamu. Memang tak seberapa. Semoga kamu menyukainya." Gus Alka menyerahkan paper bag yang sedari tadi ia genggam dengan tangan kanannya.

"Buat saya gus?" tanya Huma heran. Ia mengangkat wajahnya, berani menatap Gus Alka.

Gus Alka mengangguk, lalu tersenyum. Membuat Huma kembali menunduk.

"Ngga perlu repot-repot gus." Huma berusaha menolak.

"Ngga papa. Ini khusus saya belikan dari Yaman loh. Masa kamu tolak." Gus Alka menyodorkan paper bag itu secara paksa ke tangan Huma. Reflek Huma pun menerima, takut paper bag itu jatuh.

"Tapi gus ..."

"Nggak papa, semoga kamu suka," ucapnya, "saya pamit dulu ya. Assalamu'alaikum ... Kamu hati-hati ke kampusnya." Gus Alka langsung pergi setelah memotong ucapan Huma.

"Wa'alaikumussalam, terima kasih banyak Gus," ucap Huma sedikit keras karena Gus Alka perlahan meninggalkannya.

Gus Alka berbalik menatap Huma, lalu tersenyum. "Sama-sama Humairoh, si pemilik pipi merah," ucapnya lembut.

Huma tertunduk. Menghela napas. Gus itu benar-benar membuatnya tersipu malu. 'Si pemilik pipi merah.' Huma tak asing dengan kata-kata itu. Dulu Gus Alka juga sering menyebutnya dengan julukan itu.

Kini ia memandang paper bag yang sudah berada di genggaman tangannya. Sebegitu niatkah Gus Alka memberikan oleh-oleh untuknya khusus dari Yaman? Atau, memang banyak santri yang mendapatkan oleh-oleh itu? Lalu apa maksud perkataan Gus Alka yang tadi? Pikiran Huma kini dipenuhi oleh banyak pertanyaan.

Jauh di atas rooftop lantai tiga masjid Ash-Shidiq, ada sepasang mata yang sedang memperhatikan mereka berdua.

'Siapa pemuda itu?' tanya Huda dalam hati.

'Terlihat akrab sekali dengan Huma. Mereka ada hubungan apa ya?'

Ya, sedari tadi ia memang memperhatikan Huma yang sedang mengobrol dengan Gus Alka dari atas lantai tiga.

"Pemuda itu namanya Gus Alka, putra bungsu abah kyai," ucap Heru. Ia seolah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Huda.

"Gus Alka baru pulang kemarin siang dari Yaman," lanjut Heru.

Huda hanya terdiam, dengan wajah datar. Masih memperhatikan Huma di bawah sana.

Huda menoleh ke arah Heru. Ia tersenyum, lalu pergi meninggalkan Heru seorang diri. Melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Dih dasar aneh. Patah hati bukannya nangis malah senyum-senyum." Heru heran sendiri melihat tingkah Huda.

******

Dihadapan Huma kini sudah tergeletak dua buah benda. Sebuah amplop warna tosca muda dan sebuah paper bag yang sama-sama baru diterimanya hari ini. Bedanya, Huma sudah tau dari siapa paper bag itu, sedangkan amplop surat, Huma sama sekali belum tau asalnya dari siapa.

Kini Huma duduk seorang diri di sebuah cafe. Tadi ia sudah memesan secangkir cappucino panas kesukaannya. Namun bukannya dinikmati, pandangan Huma malah selalu tertuju pada dua benda di depannya.

Sama halnya dengan amplop surat itu, paper bag yang Huma terima dar Gus Alka juga belum ia buka sama sekali. Entah apa isinya.

Huma meraih amplop surat itu. Meyakinkan diri untuk membukanya.

"Bismillah."

---------------------------------------------------------

1
Cah Dangsambuh
aku udah baca tapi ada notif masuk yo wis tak baca lagi lagian juga udah agak lupa ceritanya😃
Bowiii
cocok buat orang yang lagi kasmaran nih ceritanya menarik ❤️❤️❤️
Bowiii
ceritanya bagus kak aku suka sukses selalu terima kasih /Kiss/
Bowiii
ceritanya bagus kak 👍
Uty Shity Sara
cerita bagusnya, sama dengan kehidupan nyata seseorang disekitaran ku
bunda syifa
begini klo kurang komunikasi, masalah kecil jadi besar
bunda syifa
sebelumnya kn hp Huma d bawa k pondok Huda, tiap sore juga d kumpulkan, klo gc d kunci takut nya ada orang yg gc bertanggung jawab dan berniat jahat dengan mengotak Atik hp nya
bunda syifa
suka Huma sama Huda, soalnya klo sama Gus alka malah akan merenggangkan hubungan Huma sama sahabat nya, apalagi alasan Huma kurang suka sama Gus alka karena terlalu murah senyum sama semua orang (sama semua santri putri juga) jadi klo Huma jadi sama Gus alka pasti akan banyak yg gc suka sama huma
atheina_ARA
ditambahi po'o Thor.
atheina_ARA
baper baper cuy,jadi inget 9th lalu akad nikah pakai bahasa arab. yg mau diijabkan pak su,tp yang deg2an sampai keringet dingin malah aku.
Miss Neha: hallo kak,,, mampir yuk di karya ku
"Dia Ibuku Sekaligus Ayahku"
Mohon dukungannya serta kritik dan sarannya ya 😚🌹
total 1 replies
atheina_ARA
jadi kangen moment bercanda dg kakak dan adikku yg semua cowok,sekarang dah mencar semua dg keluarg masing2.
srimusvita
bagus
Ilmara
Hai kak, mampir juga yuk ke karya-karya aku.
aku suka ceritanya bagus
Danny Muliawati
keren cerita nya banyak pembelajaran yg bermanfast semsngat thor 🙏🙏🌹🌹
Danny Muliawati
jangan2 huma hamil ysh thor
Danny Muliawati
suami egois tdk mo denger oenjeladan istri
Danny Muliawati
cemburu buta ....
Danny Muliawati
smga segera otw debay
Danny Muliawati
gas fool gus 😍😍
Danny Muliawati
nunggu laras mo di apain sm ning aisah gemes aq
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!