NovelToon NovelToon
Beginning And End Season 3

Beginning And End Season 3

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Dark Romance / Time Travel / Balas Dendam / Sci-Fi / Cintapertama
Popularitas:140
Nilai: 5
Nama Author: raffa zahran dio

Lanjutan Beginning And End Season 2.

Setelah mengalahkan Tenka Mutan, Catalina Rombert berdiri sendirian di reruntuhan Tokyo—saksi terakhir dunia yang hancur, penuh kesedihan dan kelelahan. Saat dia terbenam dalam keputusasaan, bayangan anak kecil yang mirip dirinya muncul dan memberinya kesempatan: kembali ke masa lalu.

Tanpa sadar, Catalina terlempar ke masa dia berusia lima tahun—semua memori masa depan hilang, tapi dia tahu dia ada untuk menyelamatkan keluarga dan umat manusia. Setiap malam, mimpi membawakan potongan-potongan memori dan petunjuk misinya. Tanpa gambaran penuh, dia harus menyusun potongan-potongan itu untuk mencegah tragedi dan membangun dunia yang diimpikan.

Apakah potongan-potongan memori dari mimpi cukup untuk membuat Catalina mengubah takdir yang sudah ditentukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 : Kasemi dan Mayuri.

Catalina melangkah dengan langkah kecil yang teratur, tapak sepatu putihnya menghasilkan bunyi tap… tap… tap… yang lembut di atas lantai kayu mengilap—permukaannya secercah cahaya lampu gantung yang berkelip-kelip seperti bintang jatuh. Lampu-lampu itu terbuat dari kaca tebal yang bergemerlap, memantulkan cahaya emas dan perak ke dinding yang dipenuhi lukisan bunga mawar, membuat bayangan berpendar lembut yang bergerak perlahan seolah menyanyi. Suara tawa anak-anak yang riang “hahaha… hahaha…”, derap kaki orang dewasa yang sibuk “thump… thump…”, dan dentingan gelas kaca yang ringan “cling… cling…” membaur menjadi musik malam yang hangat—seolah seluruh ruangan bernyanyi bersama, penuh kebahagiaan yang seolah akan abadi.

Dia menepuk punggungnya sendiri secara tidak sengaja, rambut putih panjang bergelombang dengan gradasi pink di ujungnya berayun lembut mengikuti gerakan itu—setiap helai rambut memantulkan cahaya lampu sehingga terlihat seperti benang emas dan merah muda. Matanya pink-merahnya menyapu setiap sudut ruangan dengan kewaspadaan yang tersembunyi, tapi juga dengan rasa ingin tahu yang kecil—hati dia sedikit melelapak, meskipun tekad untuk melindungi semua orang masih membara di dalam dada.

Di pojok ruangan yang sedikit lebih tenang, di dekat jendela yang terbuka sedikit sehingga angin malam bisa masuk “swoosh…”, ia melihat dua anak kecil yang tampak saling akrab. Yang pertama adalah Kasemi—laki-laki dengan rambut hitam panjang yang diikat rapi dengan jepitan biru, alisnya tebal dan mata ungu gelapnya bersinar penuh rasa penasaran. Dia berdiri sedikit membungkuk, tangan kecilnya memegang mainan mobil kayu yang warnanya coklat muda, matanya tidak pernah meninggalkan anak lain di depannya.

Anak lain itu adalah Mayuri—rambut putih panjang yang diikat menjadi kuncir dua di kedua sisi kepala, dengan pita kuning yang lucu melilitnya. Matanya emas yang tajam tergoda dan cemas pada saat yang sama, bibirnya sedikit terbuka tapi kemudian segera ditutup dengan erat. Tubuhnya berdiri tegak tapi sedikit miring ke samping, seolah ingin menyembunyikan diri di balik meja kecil yang penuh dengan kue kering.

Catalina merasa hati nya sedikit melebar—ada kehangatan yang muncul dari memori masa depan yang masih samar, meskipun keduanya nanti akan menjadi rival yang seru. Dia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, bahunya sedikit miring, tangan kecilnya menggenggam ujung gaun putih yang dikenakannya sampai kain itu sedikit kusut. Senyum lembut muncul di wajahnya, membuat pipinya sedikit memerah, dan dia melangkah perlahan menuju pojok itu—langkahnya semakin pelan agar tidak mengganggu mereka.

“Kasemi! Kamu… sangat akrab ya berbicara dengan temanmu,” katanya dengan suara yang manis dan lembut, sambil menunduk sedikit sehingga matanya setinggi dengan matanya Kasemi. Mata pink-merahnya menatap hangat ke arah adik laki-lakinya, dan dia mengangkat jari telunjuknya untuk menyentuh hidung Kasemi dengan lembut “tap…”.

Kasemi menoleh cepat, alisnya sedikit terangkat seolah terkejut, tapi kemudian senyum tipis terpatri di wajahnya—matanya ungu gelapnya menjadi lebih cerah. “Kak Catalina… Kamu sampai juga ya…” katanya dengan suara yang merdu, tangan nya masih memegang mainan mobilnya. Dia menunjuk ke Mayuri dengan jari telunjuknya yang kecil, kemudian menundukkan kepala sedikit sebagai pengantar yang sopan. “Kak… Kenalin… Dia anaknya Bibi Ryu dan Paman Zerav. Namanya Mayuri.”

Setelah itu, Kasemi mendekatkan wajahnya ke telinga Catalina, suaranya berbisik pelan sehingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar—suaranya terdengar seperti “bisik… bisik…” di antara keramaian pesta. “Kak… Dia agak… garang. Padahal aku lihat dia bicara sama Mama, ceria banget… kayak anak kecil lain aja.” Dia mengangkat matanya, melihat Mayuri yang sekarang menundukkan kepala, dan kemudian kembali menatap Catalina dengan tatapan yang penasaran.

Catalina menatap Mayuri sejenak, matanya memeriksa setiap detail penampilannya—dari pita kuning yang melilit kuncir dua, sampai sepatu merah muda yang dikenakannya. Dia menelan senyum tipisnya, kemudian melangkah perlahan lagi, menekuk sedikit badan agar tubuhnya lebih mendekati Mayuri—seolah ingin membuat dirinya tampak tidak menakutkan. Mata Catalina berkilat dengan nada yang nakal, bibirnya membentuk senyum yang sedikit menggoda, dan dia mengangkat alisnya sedikit.

“Hai… Miyamoto Mayuri… Aku Catalina Rombert, kakaknya Kasemi, Yoru, dan Matsu… Ayo, berteman… Hihi…” suaranya terdengar manis tapi ada nada menggoda di dalamnya—seolah ingin sedikit menakut-nakuti Mayuri tanpa menyakiti, atau mungkin hanya ingin menarik perhatiannya. Dia mengangkat tangan kecilnya, menyapa dengan gerakan yang lambat dan lucu.

Mayuri mendongakkan kepala dengan cepat, matanya emasnya melebar seolah tidak menyangka Catalina akan berbicara padanya. Pipinya sedikit memerah—mulai dari hidung sampai ke telinga—dan ia menundukkan tubuhnya ke belakang, kaki-kakinya mundur sedikit sehingga dia berdiri di tepi jendela. Tangan nya menggenggam ujung gaun biru muda yang dikenakannya, dan dia menampilkan sikap defensif dengan menegakkan bahunya. “Berisik! Aku nggak mau main sama kalian!” katanya dengan suara yang tegas dan sedikit keras—suaranya terdengar “krik… krik…” karena dia sedikit gugup, tapi dia tetap memegang sikapnya. Meskipun begitu, ada kilau penasaran di matanya yang tidak bisa disembunyikan—dia tetap melihat Catalina dengan mata yang membelalak.

“Hah…” Catalina menahan tawa kecil yang ingin keluar, menyentuh dagunya dengan jari telunjuknya yang kecil—gerakan yang dia selalu lakukan ketika merasa lucu. Suaranya terdengar seperti “hempes… hempes…” di dalam tenggorokannya. “Di masa depan pun dia masih tsundere… Kalau sekarang usianya lima tahun… dasar… lebih menyebalkan lagi, ya.” Dia membungkuk sedikit lagi, mata nya menatap Mayuri dengan tatapan yang penuh kesukaan, seolah menemukan sifat Mayuri itu sangat lucu.

Dia tertawa pelan kemudian, suaranya “hihihi…” bercampur dengung musik pesta yang dimainkan oleh musisi di sudut lain “ting… tong… ting…” dan tawa anak-anak yang bermain di lantai. “Ga usah malu-malu, Mayuri… Sekarang kita teman. Nanti aku ajarin kamu main mainan yang seru, ya—yang tidak tahu sama orang lain!” katanya dengan nada yang mengundang, tangan nya menggambar lingkaran di udara dengan cepat.

Mayuri meringis, bibirnya menekuk menjadi bentuk huruf “V”, dan matanya emasnya menyipit. “Idih… Bilangmu, bukan bilangku!” suaranya semakin keras sekarang—“bak… bak…” terdengar jelas di sekitar, membuat beberapa anak lain yang bermain menoleh sebentar ke arah mereka sebelum kembali bermain. Dia menundukkan kepala lagi, tapi matanya masih menyelinap melihat Catalina dari balik rambutnya.

Catalina mengangkat alisnya sedikit, merasa sedikit geram—tangan nya menggenggam ujung gaunnya lebih erat, jari-jari nya memerah karena tekanan. Tapi dia segera menenangkan diri, menghela napas panjang “huuff…” dan menepuk bahu Kasemi dengan ringan “thump…”. “Kasemi… Kakak mau jalan-jalan dulu. Bersikap baiklah pada Mayuri, ya. Jangan biarkan dia sendirian.” Katanya dengan suara yang lembut tapi tegas, matanya menatap Kasemi dengan harapan.

Kasemi menunduk hormat dengan gerakan yang sopan—badan nya sedikit membungkuk, kepala nya menunduk ke bawah. Senyum tipis tetap terpatri di wajahnya, dan dia menatap Mayuri yang kini terlihat merah padam tapi tetap menahan ekspresi garangnya. “Yaa… Baiklah, Kak. Aku akan ajak dia makan kue,” katanya dengan suara lembut, hampir berbisik—seolah menenangkan Mayuri yang masih gugup.

Catalina berbalik dan melangkah perlahan, langkahnya terdengar tap-tap… tap-tap… di lantai kayu yang mengilap. Ia masih mendengar suara Kasemi yang manis tapi antusias memanggil Mayuri dari belakangnya: “Mayuri… Ayok makan kue yang ada di sana! Ada kue coklat dengan taburan kacang yang enak loh!” Suaranya penuh semangat, membuat Mayuri sedikit tergoda.

Mayuri menoleh dengan lambat, ekspresinya setengah kesal dan setengah penasaran. Bibirnya sedikit terbuka, dan dia mengangkat jari telunjuknya untuk menunjuk ke Kasemi. “Gamau!! Tapi… kalau kau maksa… baiklah aku ikut… JANGAN PEDE DULU YA!!” suaranya masih keras, tapi ada nada senang yang tersembunyi di dalamnya. Dia melangkah sedikit mendekati Kasemi, kaki-kakinya masih bergerak lambat seolah ragu-ragu.

Catalina memutar bola matanya dengan gerakan yang cepat, tawa kecil terdengar samar “hihihi…” di antara keramaian. “Hah… Dasar… Mayuri waktu kecil lebih menyebalkan daripada Mayuri di masa depan,” gumamnya dengan suara yang penuh kesukaan, sambil melanjutkan langkahnya. Rambut putih-pinknya menari lembut mengikuti gerakan tubuhnya, setiap helai rambut memantulkan cahaya lampu sehingga terlihat seperti pelangi yang kecil.

Di belakangnya, suara tawa kecil Mayuri “hahaha…” bercampur dengan suara Kasemi yang lembut—mereka mulai berbicara tentang kue yang akan mereka makan, dan Mayuri seolah semakin nyaman. Suasana pesta malam itu tetap hidup dan hangat: aroma kue coklat yang manis memenuhi udara “whiff…”, musiknya terus berjalan dengan irama yang riang, dan orang-orang terus bercanda dan tertawa.

Catalina merasakan getaran energi ringan dari memori masa depan yang masih samar—pengingat bahwa momen ini tidak akan bertahan lama, bahwa kegelapan akan segera datang. Tapi dia juga merasakan sesuatu yang baru: tekad yang lebih kuat, dan harapan yang sedikit bahwa dia bisa mengubah segalanya. Dia menegangkan tubuhnya sedikit, dada nya naik turun dengan napas yang perlahan, dan mata pink-merahnya menyala samar—menatap jauh ke arah anak-anak yang bermain dengan bebas.

“Semua ini… akan ku lindungi. Baik momen senyum Mayuri yang malu, baik tawa Kasemi yang ceria, baik semua orang di pesta ini… Aku tidak akan biarkan Tenka merusaknya,” pikirnya dengan tekad yang membara, langkah kecilnya terus berjalan di lantai kayu yang mengilap.

Suara dentingan gelas, tawa anak-anak, dan musik pesta malam bergabung menjadi latar belakang yang hangat tapi tetap penuh ketegangan—seolah menunggu tanda-tanda apa yang akan datang, mengiringi langkah kecil Catalina yang bersiap menjaga dunia yang dia cintai…

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!