NovelToon NovelToon
Warisan Dari Sang Kultivator

Warisan Dari Sang Kultivator

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Harem / Balas Dendam
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Sarif Hidayat

Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.

20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.

Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.

lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?

Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 Pergi dari rumah sakit

"Hei, pemuda gelandangan! Kak Amel sedang bertanya siapa namamu, kenapa kamu malah menjawab dengan pertanyaan?"

Shela merasa pemuda ini bukan hanya seorang gelandangan, tetapi juga orang yang bodoh dan tak berpendidikan.

Rayan langsung menatap gadis itu. Ia tidak mengerti mengapa gadis ini tampak sangat tidak menyukainya. Bahkan Rayan merasa, sejak ia turun gunung, semua orang memandangnya dengan penuh penghinaan.

'Ckckck... Sepertinya aku masih harus menyesuaikan diri dengan kehidupan bebas seperti ini,' pikirnya.

Selama dua puluh tahun, Rayan hidup di tengah hutan, hanya ditemani gurunya. Ingatan terakhirnya hanya seputar kejadian saat ia berusia lima tahun, ketika kedua orang tuanya terbunuh.

"Berhenti memanggilku seperti itu," ucap Rayan pada gadis itu dengan tatapan tajam yang membuat Shela kembali merasakan sensasi berada di ujung kematian.

"Kamu...?" Shela langsung menciut. Gadis yang berpenampilan tomboi itu benar-benar tidak mengerti mengapa pemuda gelandangan ini memiliki tatapan yang membuatnya takut. Perlu diketahui, di sekolahnya sekalipun, tidak ada satu pun murid yang berani menatapnya seperti itu. Selain menguasai ilmu bela diri bawaan tingkat ketiga, Shela juga merupakan salah satu gadis tercantik di sekolahnya.

"Katakan, kenapa kamu memanggilku kemari? Jangan bilang kamu ingin menyalahkanku juga atas kecelakaan yang kamu alami itu," ucap rayan kembali pada Amelia.

Amelia terdiam menatap pemuda itu. Sebenarnya, ia tidak menyalahkan rayan. Ia hanya ingin bertanya bagaimana cara pemuda itu tiba-tiba menghilang tepat ketika ia akan menabraknya. Namun, melihat ekspresi pemuda itu yang tampak sedang tidak baik, Amelia mengurungkan niatnya. Lagipula, memang dirinyalah yang salah menggunakan jalanan umum untuk balap liar dan hampir menabrak pemuda itu.

Semua orang menantikan jawaban Amelia, terutama Kakek Broto. Sebab, jika Amelia menyalahkan pemuda itu, sudah bisa dipastikan Broto akan langsung membuat perhitungan, tidak peduli benar atau salah. Siapapun yang membuat salah satu anggota keluarganya celaka, dia harus menanggung akibatnya.

"Cucuku, coba kamu jelaskan pada Kakek, atas apa yang terjadi dan bagaimana pemuda ini bisa berada di tempat kejadian?" tanya Kakek Broto.

"Kak Amel, cepat beritahu Kakek kalau pemuda itulah yang menyebabkan kamu kecelakaan! Biarkan pemuda gelandangan itu mempertanggung jawabkan perbuatannya!" Shela akhirnya memiliki kesempatan lagi untuk menyalahkan rayan.

"Shela, apa yang kamu bicarakan? Sebenarnya aku hanya ingin memastikan apakah kamu baik-baik saja atau tidak," ujar Amelia. Ia tidak suka adik sepupunya terus menyalahkan pemuda itu.

"Kakak, tapi dia...?"

"Gadis kecil, jika kamu terus menuduhku seperti itu, aku pastikan kamu tidak akan bernasib baik," Rayan yang sudah tak tahan dengan sikap gadis tomboi itu—yang terus menuduhnya tanpa berpikir—mencoba memberikan ancaman.

"Si—siapa yang kamu panggil gadis kecil, hah?! Kamu juga berani menyumpahiku?! Aku—aku akan menghajarmu sekarang!" Mendengar dirinya disebut gadis kecil, seketika Shela langsung naik pitam. Rasa ketidak-sukaannya pada pemuda gelandangan itu semakin membesar.

"Shela, tenanglah," Amelia berujar, menghentikan Shela yang tampak ingin menggunakan jurus bela dirinya.

"Huh! Tunggu saja, aku tidak akan melepaskanmu!" Shela tersadar bahwa saat ini ia sedang berada di rumah sakit. Kekesalannya pun semakin bertambah karena tak dapat tersalurkan.

"Kamu sudah bangun, Nak." Tepat ketika Amelia ingin berbicara kembali pada rayan, ayahnya muncul bersama Dokter Leo dan kedua perawat di belakangnya.

"Ayah," ucapnya.

"Syukurlah. Sekarang biarkan Dokter Leo memeriksa keadaanmu," ujar Seto, ayah Amelia.

Semua orang pun keluar kembali dari ruangan itu, menyisakan Dokter Leo dan kedua perawat di dalam sana.

Tak berselang lama, Dokter Leo keluar bersama kedua perawat.

"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Dok?" tanya Bu Wandira.

"Seperti yang saya katakan sebelumnya, kondisi kedua kaki Nona Amel cukup parah. Bukan hanya terdapat keretakan tulang pada pergelangan kakinya, tetapi sebagian tulang lainnya telah hancur hingga membuat kedua kaki Nona Amelia sulit untuk kembali normal," jelas Dokter Leo. "Menurut hasil pemeriksaan, kemungkinan besar Nona Amelia tidak akan bisa berjalan dengan normal."

Penjelasan itu membuat Bu Wandira langsung menangis meratapi nasib putri sulungnya.

"Tapi, Nyonya tidak perlu khawatir. Saya dan Tuan Seto sudah membicarakan masalah ini sebelumnya. Dengan peralatan di rumah sakit ini dan perawatan modern, rumah sakit memang tidak bisa menyembuhkan kedua kaki putri Anda kembali normal."

"Namun, hari ini guru saya telah keluar dari pengasingannya dan akan segera datang ke rumah sakit ini. Dengan adanya beliau untuk menyembuhkan kedua kaki Nona Amel, seharusnya itu bukanlah soal yang sulit," lanjut Dokter Leo, berucap penuh keyakinan. Meskipun sampai saat ini ia belum bisa mempelajari keahlian medis kuno dari gurunya, semua orang tahu bahwa dirinya adalah satu-satunya murid dari sosok hebat itu.

"Benarkah? Bukankah dokter jenius itu sudah lama menghilang?" Meskipun Wandira adalah orang rumahan, ia selalu mengikuti berita tentang orang-orang hebat di kota.

"Sebenarnya guru saya hanya ingin memperdalam ilmu medisnya, dan kebetulan hari ini beliau akan kembali. Sebentar lagi mungkin akan tiba di rumah sakit ini," jelas Dokter Leo.

"Bagus, bagus. Kebetulan sekali aku sudah lama tidak bertemu dengan pria tua itu," Tuan Broto ikut menimpali. Ia memang memiliki hubungan cukup dekat dengan sosok hebat itu.

Sebagian dari keluarga Priyadi memutuskan untuk kembali karena mereka memiliki pekerjaan yang harus dikerjakan. Sementara Kakek Broto, Tuan Seto, istrinya, dan Shela masih menunggu di rumah sakit ini, menantikan kedatangan Dokter Hadi.

"Eh, kemana pemuda gelandangan itu?" Shela baru saja ingin mengatakan sesuatu pada rayan, tetapi ia tidak menemukan keberadaannya.

"Kakek, pemuda itu sepertinya telah melarikan diri?" ucap Shela pada Kakek Broto yang tengah berbincang dengan Dokter Leo.

Broto pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah tempat duduk rayan sebelumnya. Broto langsung menyipitkan matanya, karena ia tidak menyadari kepergian pemuda itu. Bahkan, kedua pengawal setianya langsung saling pandang. Jelas, mereka sendiri tidak menyadari kepergian rayan.

"Tuan, kami akan mencarinya," ucap salah satu dari mereka.

"Tidak perlu. Lagipula, cucuku mengatakan bahwa pemuda itu tidak bersalah," ujar Kakek Broto. Meskipun ia agak bingung, ia tidak ingin terlalu memikirkannya.

---

"Huh... merepotkan saja. Aku bahkan harus menggunakan keahlian tanpa bayangan-ku untuk pergi dari mereka," gumam rayan.

Setelah keluar dari rumah sakit, rayan kini tengah berjalan menyusuri kota tanpa arah dan tujuan.

"Entah apa yang harus aku lakukan. Pengalamanku terhadap kehidupan bebas seperti ini sangatlah minim." Mengembuskan napas berat, rayan memutuskan untuk mencari tempat makan, karena sudah beberapa hari sejak kematian gurunya, tak ada sedikit pun makanan yang masuk ke perutnya.

Jika saja ia bukan seorang ahli kultivasi, mungkin keadaannya sudah sangat lemah karena tak dapat asupan energi dari alam selama beberapa hari.

RESTORAN YUNDA KUSUMA

"Akh, sepertinya itu adalah tempat makan yang kucari," lirih rayan, akhirnya ia menemukan tempat makan yang ia cari

Setelah menemukan tempat duduk yang kosong, rayan melihat ke sekeliling, seolah mencari sesuatu yang ia butuhkan.

"Cukup ramai, sepertinya makanan di sini tidak akan mengecewakan," pikir Rayan.

Sejak rayan masuk ke dalam restoran, banyak pasang mata langsung mengarah padanya.

"Eh, coba lihat di sana, kenapa ada orang desa masuk ke restoran ini?" ucap seorang pelanggan pada temannya.

"Entahlah, kurasa satpam bodoh itu kembali tertidur," temannya menimpali sembari melihat ke arah rayan.

"Permisi, Tuan. Apakah ada sesuatu yang ingin Anda pesan?" Seorang pelayan wanita datang menghampiri rayan dengan buku menu makanan dan minuman di tangannya.

"Eh, kamu mengagetkanku saja," rayan agak terkejut dengan kehadiran pelayan itu. Sang pelayan menatap rayan dengan pandangan heran.

"Maaf karena telah membuat Tuan terkejut! Jadi, apa yang ingin Anda pesan?" tanya pelayan itu kembali.

Rayan menatap pelayan itu beberapa saat sambil memainkan telunjuknya di kepala, seolah sedang berpikir apa yang harus ia makan.

"Sesuatu yang bisa memuaskanku," ucapnya, membuat pelayan itu menyipitkan matanya. Apa yang rayan katakan terdengar agak aneh baginya.

"Maaf, Tuan. Anda bisa lihat semua menu yang ada di restoran ini," Pelayan itu mencoba untuk tetap bersikap ramah, meskipun dalam hatinya penuh penghinaan atas pakaian yang rayan kenakan.

"Oh, baiklah." rayan pun mulai melihat-lihat semua gambar dan nama yang tertera pada buku menu. Sesekali, ekspresi wajah Rayan berubah-ubah ketika melihat satu per satu menu tersebut.

"Apa-apaan, bahkan harga nasi goreng saja sebesar lima puluh ribu rupiah? Apakah pemilik restoran ini ingin kaya dalam sehari?"

"Ini, hanya segelas teh manis seharga sepuluh ribu rupiah?" rayan tak henti-hentinya bergumam ketika melihat deretan menu dan harga yang tertera di sana.

'Sial, dunia bebas ini sepertinya begitu mementingkan uang,' pikir rayan.

"Ekhm... Tuan, apakah Anda sudah akan memesan?" Pelayan itu mulai kesal karena melihat pemuda di hadapannya masih melihat-lihat isi buku menu.

"Aku ingin memesan semua yang ada di sini," akhirnya rayan memutuskan untuk memesan semuanya. Ia menjadi penasaran bagaimana rasa semua makanan yang memiliki harga di luar pikirannya itu.

"Tuan, Anda...?" Pelayan itu ingin sekali memaki pemuda di hadapannya. Jika saja ini bukan hari pertama ia bekerja, mungkin ia sudah meneriaki pelanggan tak tahu diri itu.

"Kenapa? Apakah ada masalah? Apakah aku tidak boleh memesan semuanya?" rayan menyadari pelayan itu tengah meremehkannya.

Pelayan itu seketika terdiam. Ia tidak tahu bagaimana cara menyikapi pemuda di hadapannya.

"Aku sedang lapar, cepat bawakan semua makanan yang kupesan. Bukankah kamu baru saja menanyakan apa yang ingin aku pesan? Lalu, apalagi yang kamu tunggu?" rayan berucap dengan nada agak ditekan.

"Ba-baik, mohon Tuan tunggu sebentar," Pelayan itu pun memutuskan untuk menuruti apa yang dikatakan rayan. Dalam hati, sang pelayan berjanji akan langsung melaporkan pada pemilik restoran jika pemuda itu tidak mampu membayar.

1
Jujun Adnin
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!