NovelToon NovelToon
Arsaka: Sang Kultivator Lintas Dimensi

Arsaka: Sang Kultivator Lintas Dimensi

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Action / Epik Petualangan / Sistem / Fantasi / Light Novel
Popularitas:377
Nilai: 5
Nama Author: Sourcesrc

Nama Tokoh Utama: Arsaka Adyatma

Latar: Dunia Kultivator Jepang (Nihon Reikai), tersembunyi di dimensi lain.

Ringkasan Plot
Arsaka Adyatma, seorang mahasiswa teknik elektro yang realistis dari Jakarta, melakukan perjalanan wisata ke Kyoto, Jepang. Ketika ia menyentuh sebuah Gerbang Kuil kuno yang tersembunyi dimensinya, ia secara tak sengaja ditarik ke dalam Nihon Reikai—Dunia Kultivator Jepang, sebuah dimensi di mana hukum fisika digantikan oleh energi spiritual yang disebut Reiki atau Ki, dan kekuatan menentukan segalanya.

Tiba-tiba terdampar dan dilengkapi dengan sistem antarmuka mirip game yang misterius dan warisan unik Segel Naga Void yang tidak aktif, Arsaka mendapati dirinya berada di dasar rantai makanan. Ia diselamatkan oleh murid-murid dari Sekte Awan Guntur di tepi Kekaisaran Tiga Bintang, yang langsung meragukan asal-usulnya.

Novel ini mengikuti perjalanan Arsaka dari seorang Murid Tahap Awal yang naif menjadi seorang Kaisar Kultivasi yang ditakuti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sourcesrc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7

Berita tentang ujian Batu Besi Hitam menyebar di kalangan Murid Luar seperti api liar. "Si Pertapa Lumpur" yang tadinya menjadi bahan cemoohan, kini menjadi topik pembicaraan yang penuh teka-teki dan sedikit ketakutan. Menghancurkan batu ujian Fase 6 dalam tujuh belas hari sebagai murid Fase 4 bukanlah bakat biasa; itu adalah anomali yang menakutkan.

Status baru Arsaka sebagai Murid Pribadi Penatua Ketiga memberinya hak istimewa. Dia dipindahkan dari pondok Murid Luar yang padat ke sebuah pondok pribadi kecil yang terletak sedikit lebih tinggi di lereng gunung, lebih dekat ke kediaman para Penatua. Reiki di sini bahkan lebih padat, dan yang terpenting, dia memiliki privasi.

Katsuo tidak lagi berani mengganggunya secara terbuka. Dia hanya akan memelototi Arsaka dari seberang lapangan latihan, bibirnya menggerutu, sebelum kembali menebas tiang latihannya dengan lebih keras. Yuuto, di sisi lain, mulai mengikuti Arsaka dari kejauhan, mencatat setiap kebiasaannya dengan antusiasme seorang ilmuwan yang menemukan spesies baru. Kaguya, seperti biasa, hanya memberikan anggukan singkat saat mereka berpapasan, pengakuannya yang dingin sudah merupakan pujian tertinggi.

Arsaka tidak memedulikan mereka. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal: gulungan biru elektrik yang kini tergeletak di meja barunya. Jurus Pedang Petir Pertama.

Pagi setelah ujiannya, Penatua Goro muncul di pondoknya tepat saat fajar menyingsing.

"Sudah cukup kau bermain lumpur," kata Goro tanpa basa-basi. Auranya terasa tajam hari ini, seolah-olah bersemangat. "Fondasi Tanah-mu stabil, untuk saat ini. Tapi fondasi tidak ada gunanya jika kau tidak punya senjata. Ikut aku. Bawa gulungan itu. Dan bawa ini."

Goro melemparkan sebuah benda terbungkus kain ke Arsaka. Arsaka menangkapnya. Itu berat. Dia membukanya dan menemukan tachi—pedang panjang Jepang yang melengkung—dengan sarung hitam sederhana. Itu adalah pedang baja sungguhan, tajam, dan dingin saat disentuh.

"Pedang kayu untuk latihan Tanah," jelas Goro. "Baja untuk Petir. Petir butuh konduktor."

Arsaka mengangguk, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Dia mengikatkan pedang itu di pinggangnya, di atas jubah putihnya yang baru. Dia merasa... seperti seorang kultivator sejati.

Penatua Goro tidak membawanya ke lapangan latihan umum. Sebaliknya, dia memimpin Arsaka menyusuri jalan setapak tersembunyi di belakang Aula Penatua, mendaki lebih tinggi ke pegunungan yang mengelilingi lembah sekte.

Setelah satu jam mendaki, mereka tiba di tempat yang membuat bulu kuduk Arsaka berdiri.

Itu adalah sebuah puncak batu yang tandus dan datar, menjorok keluar dari sisi gunung seperti piringan raksasa. Tidak ada pohon, hanya bebatuan hitam yang hangus. Udara di sini terasa berat dan berderit dengan energi statis. Di kejauhan, awan-awan Reikai yang ungu berputar-putar, dan sesekali, kilatan petir alami terlihat di antara mereka.

"Ini adalah Puncak Guntur," kata Goro, suaranya nyaris tidak terdengar di antara siulan angin. "Formasi geologi unik di bawah batu ini menarik petir dari atmosfer Reikai. Ini adalah tempat paling berbahaya di Sekte Awan Guntur, dan satu-satunya tempat yang bisa menahan latihan Raiden."

Arsaka bisa merasakan Elemen Petir di dalam Dantiannya berdengung gembira, seolah-olah bernyanyi menyambut energi di sekitarnya.

"Duduk," perintah Goro. "Buka gulungan itu. Serap ilmunya."

Arsaka patuh. Dia duduk bersila di atas batu yang dingin dan membuka gulungan biru elektrik itu. Saat dia membukanya, simbol-simbol Raiden di atasnya bersinar dan melompat ke kesadarannya, dibantu oleh Sistem.

[PEMBERITAHUAN SISTEM]

Teknik Baru Terdeteksi: Jurus Pedang Petir Pertama (Tingkat Bumi - Menengah).

Menyerap Pengetahuan... Selesai!

Deskripsi: Teknik pedang yang berfokus pada kecepatan murni dan penetrasi, didukung oleh kekuatan destruktif Raiden.

Tiga Gerakan:

Kilat Penusuk (Shiden no Issen): Tusukan linear berkecepatan tinggi, memfokuskan semua Raiden ke ujung pedang.

Tebasan Guntur (Raijin no Tachi): Tebasan busur lebar yang melepaskan gelombang kejut petir.

Jubah Petir (Raiko no Koromo): Gerakan menghindar cepat, melapisi tubuh dengan Reiki petir untuk ledakan kecepatan sesaat.

Analisis Kompatibilitas: Afinitas Petir Mutasi (85/100) sangat cocok. Kecepatan belajar: +200%.

Peringatan Risiko (Diperbarui): Fondasi Teknik Tinju Tanah Naga (Dasar - 40%) telah terdeteksi. Risiko cedera meridian akibat penggunaan teknik ini berkurang dari 65% menjadi 10%.

Arsaka menghela napas lega. Metodenya di kolam lumpur telah membuahkan hasil. Fondasi Tanah-nya secara harfiah menyelamatkan hidupnya.

"Aku sudah menyerapnya, Sensei," kata Arsaka, berdiri.

"Bagus," kata Goro. "Sekarang, ambil pedangmu. Targetmu adalah batu di sana." Dia menunjuk sebuah menhir batu besar setinggi manusia di ujung puncak. "Coba gerakan pertama. Kilat Penusuk. Salurkan Raiden-mu ke pedang, dan tusuk."

Arsaka melakukan persis seperti yang diperintahkan. Dia memegang pedang dengan kedua tangan, merasakan baja dingin di telapak tangannya. Dia menarik napas dalam-dalam.

Dia merasakan energi Petir yang luar biasa dan liar di Dantiannya. Setelah berminggu-minggu menekannya demi Elemen Tanah, akhirnya dia bisa melepaskannya. Rasanya menyenangkan.

Dia menarik 50 Reiki Petir dan, mengikuti diagram di benaknya, menyalurkannya dari Dantian, ke meridian lengannya, dan... ke dalam pedang baja.

Dia mengharapkan pedang itu bersinar. Dia mengharapkan suara guntur.

Apa yang dia dapatkan adalah bencana.

Saat Raiden—Petir Surgawi murni—menyentuh baja fana, terjadi reaksi seketika.

Baja itu tidak mampu menahan energi Tingkat Surga.

KRRRIIIIING!

Pedang di tangan Arsaka mengeluarkan suara jeritan logam yang melengking. Pedang itu mulai bersinar merah, lalu putih membara.

"Tunggu, Arsaka! Berhenti!" teriak Goro, matanya melebar ngeri.

Tapi sudah terlambat.

BLARRR!

Pedang baja itu meledak.

Itu tidak hancur berkeping-keping; itu menguap dalam ledakan energi petir yang membutakan. Gelombang kejut menghantam Arsaka, melemparkannya ke belakang sejauh tiga meter. Dia mendarat dengan keras di atas batu, jubahnya berasap dan hangus.

Dia mengangkat tangannya. Telapak tangannya menghitam karena jelaga dan melepuh parah. Jika bukan karena Teknik Tinju Tanah Naga yang secara naluriah melapisi kulit dan tulangnya saat ledakan, tangannya mungkin akan hancur.

[PEMBERITAHUAN SISTEM]

Kegagalan Teknik Kritis!

Item Hancur: Pedang Latihan Baja (Biasa).

Kerusakan Diterima: Luka Bakar Petir (Sedang).

Fondasi Tanah Naga secara otomatis aktif, mengurangi kerusakan sebesar 70%.

Status: Tangan melepuh. Pemulihan: 1 Jam.

Arsaka terbatuk, telinganya berdenging. Dia menatap gagang pedang yang tersisa di tangannya, yang kini hanya berupa bongkahan logam cair yang menyedihkan.

Penatua Goro bergegas menghampirinya, wajahnya pucat pasi. Dia memeriksa tangan Arsaka, dan sedikit kelegaan muncul di wajahnya saat melihat lukanya hanya di permukaan.

"Bodoh!" raung Goro, separuh marah, separuh lega. "Raiden bukan petir biasa, Nak! Itu adalah darah Surga! Kau tidak bisa menuangkannya ke dalam logam fana seperti menuangkan teh ke cangkir! Logam itu tidak bisa menahannya!"

"Tapi... tapi Sensei bilang Petir butuh konduktor!" Arsaka membantah, bingung dan kesakitan.

"Konduktor, ya! Bukan wadah!" Goro mondar-mandir. "Aku lupa betapa murninya Raiden-mu. Pedang biasa tidak akan pernah berhasil. Kau harus menggunakan tubuhmu sebagai konduktor utama, dan melepaskan energi itu melalui pedang, bukan ke dalam pedang. Pedang itu hanyalah perpanjangan dari lenganmu!"

Arsaka mengerutkan kening, mencoba memahami. "Melalui, bukan ke dalam..."

Dia memikirkan analogi teknik elektronya lagi. Masalahnya barusan adalah dia menyebabkan arus pendek. Dia membanjiri sirkuit (pedang) dengan tegangan yang jauh melebihi kapasitasnya.

"Aku mengerti," kata Arsaka pelan. "Aku perlu... resistor."

Goro berhenti mondar-mandir. "Resistor? Apa itu?"

"Maksudku... pelambat," Arsaka cepat-cepat mengoreksi, menyadari kesalahannya. "Sesuatu untuk memperlambat Raiden, membuatnya tidak terlalu liar, sehingga pedang bisa menanganinya."

"Tentu saja!" Goro mengangguk. "Itulah mengapa Kultivator Petir menghabiskan miliaran untuk membeli 'Baja Guntur Murni' atau 'Logam Bintang'. Bahan-bahan itu memiliki resistensi alami."

"Tapi kita tidak punya itu," kata Arsaka, melihat ke tangannya yang melepuh. "Tapi mungkin... aku punya."

Pola pikir insinyurnya kembali bekerja. Jika dia tidak bisa mengubah material pedang, dia harus mengubah input energinya. Dia harus mengkalibrasi output Raiden-nya.

"Sensei," kata Arsaka, berdiri. "Beri aku pedang lagi."

Goro menatapnya seolah dia gila. "Agar kau meledakkan tanganmu lagi?"

"Tidak. Aku punya teori," kata Arsaka. "Aku tidak akan membanjirinya. Aku akan mengalirkannya."

Goro ragu-ragu, lalu menghela napas. Dia melepaskan pedang dari pinggangnya sendiri—pedang yang identik—dan melemparkannya ke Arsaka. "Ini pedang terakhirmu. Jika ini meledak, kau akan berlatih dengan tangan kosong selama sebulan."

Arsaka menangkap pedang baru itu. Dia menarik napas dalam-dalam.

"Oke, Sistem," pikirnya. "Masalahnya adalah output yang tidak terkontrol. Aku perlu damper (peredam)."

Dia teringat sensasi berat dari Teknik Tinju Tanah Naga.

"Bagaimana jika..."

Sebuah ide gila, sebuah inovasi teknik, muncul di benaknya.

Dia tidak akan hanya menyalurkan Petir. Dia akan menyalurkan keduanya.

Arsaka masuk ke posisi Kilat Penusuk. Dia menutup matanya.

Dia menarik Reiki Petir dari Dantiannya, liar dan bersemangat. Tapi kali ini, dia tidak langsung mengirimkannya ke lengannya.

Sebaliknya, dia mengaktifkan Fondasi Tanah-nya. Dia menarik Reiki Tanah yang stabil dan berat, dan menggunakannya untuk melapisi bagian dalam meridiannya.

Dia menciptakan insulator biologis.

"Sekarang," pikirnya.

Dia menyalurkan Raiden itu.

Raiden yang liar itu melesat ke meridian lengannya, tetapi kali ini ia menghantam "dinding" Reiki Tanah yang tebal. Energinya tidak bisa keluar. Ia dipaksa untuk tetap berada di jalur yang sempit. Energi Tanah yang lambat dan berat bertindak sebagai resistor alami, menyerap volatilitas liar Raiden, memaksanya menjadi aliran yang terkendali dan terfokus.

Itu menyakitkan. Rasanya seperti ada petir dan gempa bumi yang berperang di dalam lengannya. Tapi itu berhasil!

Arsaka merasakan aliran energi baru: Raiden yang telah dijinakkan. Dia mengalirkannya... melalui tangannya, dan di sepanjang permukaan pedang baja, bukan ke dalamnya.

Pedang di tangannya tidak bersinar merah. Pedang itu bersinar dengan aura ungu-biru yang stabil dan mendesis pelan, seperti lampu neon.

"Sensei... minggir," Arsaka menggeram, berjuang menahan fokus.

Goro, melihat apa yang terjadi, melompat mundur, matanya membelalak tak percaya.

Arsaka membuka matanya. Dia melihat target batu di depannya.

"Kilat Penusuk (Shiden no Issen)!"

Dia tidak berlari. Dia meluncur. Jubah Petir aktif secara naluriah, dan dia melintasi jarak sepuluh meter dalam sekejap mata.

Dia menusukkan pedang itu ke depan.

FWOOOOOOSSSSH!

Tidak ada ledakan. Hanya suara desisan tajam seperti udara yang dirobek. Pedang itu, yang kini sepenuhnya dilapisi Raiden yang terkendali, menghantam menhir batu.

Selama sedetik, tidak ada yang terjadi.

Lalu Arsaka menarik pedangnya.

Di tengah batu itu, ada lubang seukuran koin, hangus sempurna di tepinya.

Dan kemudian...

KRAK... KRAK... KRAKKK!

Retakan-retakan halus menyebar dari lubang itu ke seluruh permukaan batu.

BRUUUK!

Menhir batu setinggi manusia itu runtuh menjadi tumpukan kerikil yang hangus.

Arsaka berdiri terengah-engah, pedang di tangannya masih utuh, hanya berasap sedikit. Dia telah melakukannya.

Dia berbalik menghadap Penatua Goro.

Penatua Goro tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berdiri di sana, menatap tumpukan batu, lalu ke pedang Arsaka, lalu ke Arsaka. Mentor yang keras dan kuno itu benar-benar kehilangan kata-kata.

Dia baru saja menyaksikan seorang murid Fase 4, dalam waktu sepuluh menit, tidak hanya memecahkan masalah yang telah menewaskan setiap jenius Raiden sebelumnya, tetapi juga... menggunakan Tanah untuk mengendalikan Petir. Sebuah konsep yang secara teori mustahil.

"Teorimu," kata Goro, suaranya serak, "cukup bagus."

Arsaka menyarungkan pedangnya yang panas. "Terima kasih, Sensei."

"Jangan berterima kasih padaku," gerutu Goro, berbalik untuk menyembunyikan ekspresi terkejutnya. "Sekarang lakukan lagi. Seratus kali. Tebasan Guntur menunggu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!