Dion terpaksa menikahi wanita yang tidak cintainya karena perjodohan yang diatur orang tuanya. Namun kehidupan pernikahannya hancur berantakan dan membuatnya menjadi duda.
Selepas bercerai Dion menemukan wanita yang dicintai dan hendak diajaknya menikah. Namun lagi-lagi dia harus melepaskan wanita yang dicintainya dan menuruti keinginan orang tua menikahi wanita pilihan mereka. Demi menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, akhirnya Dion bersedia.
Pernikahan keduanya pun tidak bisa berlangsung lama. Sang istri pergi untuk selamanya setelah memberikan putri cantik untuknya.
Enam tahun menduda, Dion bertemu kembali dengan Raras, wanita yang gagal dinikahinya dulu. Ketika hendak merajut kembali jalinan kasih yang terputus, muncul Kirana di antara mereka. Kirana adalah gadis yang diinginkan Mama Dion menjadi istri ketiga anaknya.
Kepada siapa Dion melabuhkan hatinya? Apakah dia akan mengikuti kata hati menikahi Raras atau kembali mengikuti keinginan orang tua dan menikahi Kirana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran
“Tapi untuk mendapatkan investasi itu, pemilik modal memiliki syarat. Dion harus menikahi putrinya.”
Kembali Raras dibuat terkejut. Apa yang ditakutkannya, akhirnya terjadi. Dan dia sudah bisa menebak apa tujuan Marina mengajaknya bertemu.
“Aku tahu kalau kamu dan Dion saling mencintai. Tapi cinta saja tidak cukup untuk kalian sekarang ini. Dion bisa saja mengabaikan tawaran Pak Fendi, tapi konsekuensi yang harus diterimanya terlalu besar. Apa kamu sanggup melihatnya kehilangan hal berharga? Apa kamu sanggup melihatnya melepas Blue Living? Apa kamu sanggup melihatnya kehilangan posisinya sekarang?”
“Dion lebih dari mampu untuk membawa Blue Living dari krisis. Kalau pun dia harus kehilangan apa yang menjadi impiannya, aku akan tetap mendampinginya. Membantunya mencari dan membangun impian baru.”
“Hal itu mudah dikatakan tapi sulit untuk dilakukan. Saya tidak rela melihat anak ku harus kehilangan hal yang sudah diperjuangkan selama ini. Tapi saya juga tahu kalau Dion tidak akan semudah itu melepas mu. Karenanya saya minta kamu yang meninggalkan Dion. Letisha, putri sulung pemilik Argatama Group akan menjadi istri Dion. Dan saya yakin dia lebih layak mendampingi Dion dibanding kamu.”
“Tapi Dion tidak mencintainya. Apa Ibu mau melihat Dion kembali menderita? Apa tidak cukup kegagalan pernikahan Dion terdahulu sebagai pelajaran?”
Rahang Marina mengetat mendengar ucapan Raras. Rupanya wanita di depannya ini mengetahui pernikahan Dion terdahulu.
“Saya akui kalau saya melakukan kesalahan dengan menjodohkan Dion dengan Amelia. Tapi Letisha, saya yakin kalau dia perempuan baik. Jadi saya minta pada mu, tinggalkan Dion. Biarkan dia bersama dengan orang yang bisa membuatnya menggapai semua impiannya. Orang yang bisa mendukungnya sukses.”
“Dan menurut Ibu, orang itu Letisha. Tapi bagaimana kalau saya tidak mau?”
Entah dapat keberanian dari mana, Raras dengan lantang menentang wanita di depannya. Marina memandangi Raras lekat-lekat. Ternyata wanita pilihan Dion sekarang tidak mudah diintimidasi. Marina tidak akan dengan mudah mendapatkan keinginannya kali ini.
“Kamu mencintai Dion bukan? Kalau kamu mencintainya, kamu tentu harus melakukan yang terbaik untuknya.”
“Melakukan yang terbaik bukan dengan cara meninggalkannya. Tapi dengan terus mendampingi dan memberikan dukungan padanya. Saya menolak permintaan anda. Saya tidak akan meninggalkan Dion,” tegas Raras.
“Tapi bagaimana kalau Dion memilih menyerah?”
“Itu pilihannya. Tapi yang jelas, saya tidak akan menyerah. Saya akan tetap bersama dengan Dion. Kecuali dia sendiri yang mengatakannya pada saya untuk menyerah. Tapi kalau dia tidak mengatakan, saya juga tidak akan mundur. Saya rasa pembicaraan ini sudah cukup. Saya permisi.”
Tanpa menunggu jawaban dari Marina, Raras segera bangun dari duduknya. Wanita segera meninggalkan café. Minuman yang disediakan Marina tidak sedikit pun diteguk olehnya.
Begitu keluar dari café, Raras menyandarkan punggungnya ke dinding café seraya menghembuskan nafas panjang. Tangannya sedikit bergetar. Beberapa kali Raras menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan untuk menenangkan pikirannya. Kemudian dia segera beranjak pergi. Dalam pikirannya sekarang adalah bertemu dengan Dion dan menanyakan apa yang dibicarakan Marina tadi.
***
Dion keluar dari café tempatnya bertemu dengan salah satu temannya. Wajahnya nampak kusut. Alih-alih bisa membantunya, temannya menghubungi karena membutuhkan bantuan darinya karena perusahaannya juga tengah kolaps. Pria itu nampak kesal karena semua usahanya hari ini gagal total.
Baru saja dia hendak menyalakan mesin mobil ketika ponselnya berdering. Melihat nama sang pemanggil adalah Raras, Dion malah mengabaikan panggilan tersebut. Suasana hatinya sedang buruk. Dia takut hanya pertengkaran saja yang terjadi jika mereka bertemu. Dion tetap mengabaikan panggilan sampai akhirnya berakhir dengan sendirinya.
Dion segera menjalankan kendaraannya. Tapi baru saja melaju beberapa meter, ponselnya kembali berdering. Lagi-lagi Raras yang memanggilnya. Untuk kedua kalinya pria itu mengabaikan panggilan kekasihnya. Namun rupanya Raras tidak menyerah. Wanita itu terus menghubungi sampai Dion jengah sendiri. Akhirnya dia menepikan kendaraan untuk menjawab panggilan.
“Ada apa?”
“Aku mau bertemu.”
“Besok saja.”
“Tidak bisa. Aku mau bertemu dengan mu sekarang. Ada hal penting yang mau kubicarakan.”
“Besok saja, aku mau pulang. Aku capek.”
“Sampai kapan kamu mau menghindari ku?”
“Aku tidak menghindari mu. Aku capek!”
“Bertemu dengan ku tidak akan membuat mu capek. Aku tunggu di apartemen sekarang.”
“Aku tidak akan datang.”
“Tadi sore aku bertemu dengan Mama mu.”
“Apa?”
“Kalau kamu mau tahu apa yang kami bicarakan, datang ke apartemen sekarang!”
Tanpa menunggu jawaban dari Dion, Raras segera mengakhiri panggilan. Dengan kesal Dion memukul kemudi di depannya. Pasti Marina sudah mengatakan perihal rencana perjodohannya dengan Letisha. Dion memang berencana mengatakan itu pada Raras, hanya saja dia masih menunggu waktu yang tepat. Pria itu kembali menjalankan mobilnya. Dia memutar balik kendaraan menuju apartemen Raras.
Dalam waktu lima belas menit Dion sudah tiba di unit apartemen Raras. Pria itu menghempaskan tubuh lelahnya di sofa. Tidak ada sambutan hangat apalagi minuman untuknya. Kedatangannya disambut tatapan tajam Raras.
“Kenapa kamu tidak mengatakannya?”
“Soal apa?”
“Soal perjodohan mu dengan Letisha.”
“Itu hanya pernyataan sepihak Pak Fendi. Aku sendiri belum mendengarnya secara langsung. Aku juga tidak tahu siapa Letisha.”
“Apa kamu akan menerima perjodohan itu?”
“Aku sedang pusing memikirkan kelangsungan Blue Living. Aku tidak punya waktu memikirkan perjodohan itu.”
“Tapi kamu tahu perjodohan itu bisa membantu mu keluar dari masalah. Proyek Blue Living akan terus berjalan sesuai rencana.”
“Ya, tapi bukan berarti aku menerima perjodohan itu. Kamu tahu sendiri kalau sedang mencari solusi lain untuk masalah itu. harusnya kamu mendukung ku bukan menambah masalah untuk ku.”
“Aku hanya menanyakan keputusan mu, bukan menambah masalah mu!”
“Kalau begitu apa yang kamu inginkan? Apa kamu ingin aku menerimanya atau menolaknya?”
Dion yang terpancing emosi segera bangun dari duduknya. Kini mereka berdiri saling berhadapan. Raras menatap tajam pada kekasihnya. Dia benar-benar kecewa melihat reaksi Dion yang seperti ini. Disangkanya Dion akan menenangkan hatinya dengan mengatakan akan tetap melanjutkan rencana pernikahan mereka.
“Kalau kamu serius dengan ku, temui orang tua ku sekarang.”
“Maaf Raras, aku tidak bisa. Kamu tahu apa yang sedang kuurus sekarang.”
“Kamu menganggap penting Blue Living, lalu apa kamu menganggap penting diri ku?”
“Tentu saja. Kamu itu penting bagi ku, Ras.”
“Kalau begitu buktikan! Temui orang tua ku sekarang!”
“Kenapa kamu keras kepala seperti ini? Apa kalau aku menemui kedua orang tua mu akan menyelesaikan masalah kita?”
“Memangnya apa masalah kita? Apa Letisha adalah masalah dalam hubungan kita? Apa kamu berencana menikahinya? Apa kamu bersedia menerima perjodohan itu? Apa kamu tidak bosan hidupmu selalu diatur oleh orang?”
“Diam! Aku tidak akan membiarkan diriku diatur oleh orang lagi, termasuk kamu! Jangan menekan ku Raras. Atau aku bisa saja memutuskan hubungan dengan mu.”
“Kamu mau mengakhiri hubungan kita karena ini menerima perjodohan dengan Letisha. Benar begitu?”
“Bukan. Tapi sikap mu yang seperti ini yang bisa membuat ku mengakhiri hubungan kita. Kamu tidak percaya pada ku. Kamu tidak memberi ku waktu dan ruang untuk mencari jalan keluar dari masalah yang kuhadapi. Harusnya kamu mendukung ku. Menguatkan ku dan meyakinkan ku kalau kita bisa melalui ini semua. Itu yang kubutuhkan dari mu. Bahkan aku rela membuang Blue Living agar bisa terus bersama mu. Tapi sikap mu yang seperti ini membuat ku kecewa. Mungkin lebih baik aku menerima Letisha. Walau aku tidak mencintainya, setidaknya aku bisa mempertahankan Blue Living.”
Setelah mengatakan itu Dion segera pergi dari unit apartemen Raras. Tubuh wanita itu langsung luruh jatuh ke lantai setelah kepergian Dion. Cairan bening yang sedari tadi menggenangi pelupuk matanya, akhirnya luruh juga membasahi pipi. Tangis Raras pecah seketika. Ketakutan mulai melandanya. Dia takut kalau Dion membuktikan ucapannya barusan.
***
Setelah menemui Raras, Dion membatalkan niatnya pulang ke rumah. Dia memacu kendaraan menuju kediaman kedua orang tuanya. Hari buruknya terus berlanjut sampai malam. Dan orang yang membuatnya harinya terasa semakin buruk adalah Ibunya sendiri. Dion menambah kecepatan mobilnya agar tiba di rumah orang tuanya lebih cepat.
Beberapa kali Dion menekan klakson agar sang security segera membukakan pintu gerbang. Dengan tergopoh Gugun berlari ke pos lalu menekan tombol yang ada di sana. Pintu gerbang perlahan terbuka. Dion segera memasukkan kendaraannya lalu berhenti di depan teras. Dengan langkah panjang pria itu masuk ke dalam rumah.
“Mama!”
Marina yang sedang berada di dapur terkejut mendengar suara Dion memanggilnya. Begitu pun Pahlevi yang baru keluar dari kamar. Bergegas Marina keluar dari dapur. Kini dia sudah berada di dekat Dion. Wajah sang anak nampak kusut. Jelas sekali gurat kekesalan dan kemarahan di wajahnya.
“Ada apa Dion?”
“Kenapa Mama menemui Raras? Kenapa?”
“Mama hanya ingin berbicara dengannya. Apa salah?”
“Mama memintanya meninggalkan ku, iya kan? Kenapa Mama melakukan ini? Kenapa Mama terus mengatur hidup ku? Apa aku tidak berhak mengambil keputusan untuk hidup ku sendiri? Kenapa, Ma?”
“Mama melakukannya untuk kebaikan mu.”
“Dulu juga Mama mengatakan itu. Tapi apa nyatanya? Ternyata pilihan Mama hanya menghancurkan hidup ku. Apa Mama masih belum puas menghancurkan hidup ku?!”
“Dion!!!”
Dada Marina nampak turun naik menahan emosi yang menguasai hati dan pikirannya. Hanya karena Raras, anaknya bersikap kurang ajar padanya.
“Dion, ayo kita bicarakan ini baik-baik,” ujar Pahlevi berusaha menenangkan ketegangan di antara anak dan istrinya.
“Apa Papa juga mendukung keputusan Mama?”
“Tidak, bukan begitu. Papa..”
“Apa perusahaan lebih penting dibanding hidup anak kalian? Apa perusahaan lebih berharga dibanding kebahagiaan ku? Apa aku tidak punya hak mengambil keputusan untuk hidup ku? Apa aku hanya boneka di mata kalian?!”
“Dion! Beraninya kamu berteriak pada orang tua mu!!” hardik Marina.
“Dion, Papa sudah berjanji tidak akan ikut campur dalam kehidupan pribadi mu. Soal tawaran Om Fendi, Papa serahkan semua keputusan pada mu. Kamu menerima atau menolak, semua Papa serahkan pada mu. Apapun keputusan mu, Papa akan mendukung mu.”
“Pa…”
Pahlevi mengangkat tangannya sebelum Marina menyelesaikan kalimatnya. Pria itu segera meninggalkan anak dan istrinya lalu masuk ke ruang kerja. Randika yang ada di lantai atas, hanya bisa terpaku melihat pertengkaran keluarga di bawah sana. Anak itu pun memutuskan masuk ke dalam kamar.
“Dion.. Mama..”
“Aku harap Mama tidak mencampuri urusan ku. Biarkan aku mengambil keputusan ini sendiri. Mau aku menerima atau menolak pernikahan dengan Letisha, biar aku sendiri yang memutuskannya. Mama tidak usah ikut campur.”
Setelah mengatakan itu, Dion segera meninggalkan kediaman orang tuanya. Marina jatuh terduduk di sofa. Wanita itu hanya ingin yang terbaik bagi anaknya. Namun sepertinya Dion menanggapinya dengan salah. Belum lagi Pahlevi juga menentang apa yang dilakukannya. Kini semua bergantung pada Dion. Entah keputusan apa yang akan diambil anaknya.
***
Sepulang dari kediaman orang tuanya, Dion langsung mengurung diri di kamar. Dia memilih mandi untuk menyegarkan otak dan tubuhnya. Pria itu berdiri di bawah pancuran. Membiarkan air dingin menimpa kepalanya.
Dua puluh menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbalut handuk. Dia berjalan menuju walk in closet untuk berpakaian. Usai mengenakan pakaian, Dion kembali ke dalam kamar. Dia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponselnya.
[Hai Dion, aku Letisha. Apa kita bisa bertemu besok? Ada yang mau kubicarakan.]
Untuk sejenak Dion terdiam. Tapi kemudian jarinya mulai mengetik pesan balasan.
[Mau bertemu di mana? Jam berapa?]
[Kita bertemu di Blossom Café, jam makan siang.]
[Oke.]
***
Ini aku kasih visual Dion dan Raras, sekali lagi ini versiku ya. Yang ngga suka, silakan bayangkan versi masing²😂
Marahlah Raras kepada Susi yang merasa dia yang memperkerjakan Susi.
Ketika Raras bilang mau memecat Susi, Letisha sudah berdiri di belakang Susi dan berkata - kamu tidak berhak memecat pegawai di rumah ini.
Malu dong harusnya Raras dengan Letisha berkata begitu.