NovelToon NovelToon
Dia Bukan Ayah Pengganti

Dia Bukan Ayah Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Dokter / Menikah dengan Kerabat Mantan / Ayah Darurat
Popularitas:160.1k
Nilai: 4.5
Nama Author: Puji170

Naya yakin, dunia tidak akan sekejam ini padanya. Satu malam yang buram, satu kesalahan yang tak seharusnya terjadi, kini mengubah hidupnya selamanya. Ia mengira anak dalam kandungannya adalah milik Zayan—lelaki yang selama ini ia cintai. Namun, Zayan menghilang, meninggalkannya tanpa jejak.

Demi menjaga nama baik keluarga, seseorang yang tak pernah ia duga justru muncul—Arsen Alastair. Paman dari lelaki yang ia cintai. Dingin, tak tersentuh, dan nyaris tak berperasaan.

"Paman tidak perlu merasa bertanggung jawab. Aku bisa membesarkan anak ini sendiri!"

Namun, jawaban Arsen menohok.

"Kamu pikir aku mau? Tidak, Naya. Aku terpaksa!"

Bersama seorang pria yang tak pernah ia cintai, Naya terjebak dalam ikatan tanpa rasa. Apakah Arsen hanya sekadar ayah pengganti bagi anaknya? Bagaimana jika keduanya menyadari bahwa anak ini adalah hasil dari kesalahan satu malam mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 DBAP

Naya sempat berpikir bahwa dunia tak akan sekejam ini jika ia terus mengikuti alur takdirnya. Namun, hidup nyatanya tak pernah semudah itu. Ia tak pernah membayangkan harus menelan kenyataan sepahit ini—tak diinginkan, ditolak, dan kini harus menghadapi dunia seorang diri sambil membawa janin yang bahkan ia sendiri tak tahu siapa ayahnya.

Dalam diam, Naya meraung. Ingin sekali menjerit. Sejak kecil, hidupnya penuh kehilangan. Ayahnya pergi terlalu cepat, meninggalkan ia di bawah asuhan seorang ibu yang tampak sempurna di mata orang lain, tapi dingin dan asing di matanya sendiri.

Saar itu, Naya masih percaya bahwa ibunya memperjuangkan keadilan untuknya di depan keluarga Alastair. Tapi ternyata, yang ia dapat hanyalah bukti bahwa sekarang ibunya memang tak pernah benar-benar ingin bertanggung jawab atas dirinya.

Naya masih mengingat jelas sore itu setelah berbicara dengan Zayan saat tubuhnya ditemukan tergeletak lemah di tengah hujan oleh Arsen, nyaris tak bernyawa. Sebelum semuanya gelap, ia sempat menelepon satu-satunya orang yang ia harap bisa memberinya tempat untuk pulang.

“Bu... Naya mau pulang. Naya…”

Belum sempat menjelaskan, suara ibunya memotong kalimatnya. Dingin. Tajam. Mengiris hati.

“Pulang? Di sini sudah tidak ada tempat untukmu, Naya. Ibu akan menikah lagi, dan calon suami ibu punya anak perempuan. Mereka akan tinggal bersama ibu. Kamu tidak bisa mengganggu kebahagiaan ibu.”

Kata-kata itu menghantam lebih menyakitkan daripada tubuhnya yang menggigil kedinginan sore itu.

Dan sekarang, di ruang rumah sakit yang sepi, Naya hanya bisa memandangi langit-langit, mencoba menahan air mata yang sudah tak ada habisnya. Suara-suara di luar jendela seperti jauh, tak menyentuhnya. Ia merasa kosong.

Lalu, pintu terbuka pelan. Seorang laki-laki berdiri di ambang pintu dengan wajah ragu. Jas putih yang dikenakannya tampak bersinar, menandakan posisinya sebagai garda terdepan dunia kesehatan. Di tangannya, ia membawa bungkus plastik berisi bubur hangat.

"Naya?" suaranya pelan, nyaris tenggelam oleh detak mesin monitor di sisi ranjang.

Naya menoleh perlahan. Pandangannya buram, namun suara itu cukup familiar. “Paman?” sahutnya lirih.

Arsen melangkah masuk, mendekat, lalu meletakkan bubur itu di atas meja kecil di samping tempat tidur. Sorot matanya menyiratkan rasa bersalah yang tak mudah disembunyikan.

“Gimana? Apa kamu nyaman di sini? Kalau tidak, kita bisa pindah ke bangsal VVIP. Kamu harus bedrest total,” ujarnya datar, mencoba terdengar tenang.

Naya hanya menatapnya, tanpa menjawab.

“Kalau iya, kebetulan ada ruangan kosong. Aku bisa urus sekarang juga,” sambung Arsen.

“Tidak perlu, Paman. Di sini saja... Aku tidak punya uang untuk membayar itu,” jawab Naya dengan suara pelan namun mantap, seolah ingin menegaskan bahwa ia tak ingin menerima lebih dari yang ia rasa pantas.

Arsen menunduk sejenak. “Kamu harus jaga kandunganmu. Supaya cepat pulih... dan tumbuh sehat.”

Ucapan itu, meski terdengar penuh perhatian, terasa seperti luka baru di dada Naya. Ia tahu betul kenapa kandungan itu begitu penting. Bukan karena ia sebagai seorang ibu, tapi karena bayi itu kini jadi alat pembenaran—sebuah bukti untuk menyelamatkan nama baik keluarga Alastair.

“Aku mengerti, Paman,” jawab Naya, mencoba tak memperpanjang pembicaraan.

Arsen terlihat canggung. Wajahnya tak tahu harus menampakkan empati atau ketegasan. Di matanya ada kelelahan, rasa kasihan... dan kemarahan yang tak sepenuhnya ia kendalikan.

“Kalau begitu, makan bubur ini. Aku harus kembali ke ruang operasi. Kalau ada apa-apa, panggil suster saja, ya.”

Naya hanya mengangguk. Tak ada lagi kata yang bisa menjembatani jarak di antara mereka.

Begitu Arsen melangkah keluar dan pintu kembali tertutup, Naya memalingkan wajah ke jendela. Langit tampak biru, cerah, kontras dengan awan berat yang memenuhi hatinya.

Sayangnya, Naya tak diberi waktu untuk tenang. Suara pintu kembali terdengar. Ia buru-buru menyeka air matanya dan membalikkan tubuh perlahan. Namun bukan Arsen, bukan pula suster—melainkan seorang wanita berambut terikat rapi dengan tas tangan mahal menggantung di lengannya.

“Naya.” Suara itu datar, dingin. Reni.

Naya terpaku. Tangannya yang tadi menggenggam selimut langsung melemah. Ia tak menyangka ibunya benar-benar datang ke rumah sakit ini, apalagi setelah kata-kata menyakitkan terakhir lewat telepon waktu itu.

“Kenapa Ibu ke sini?” tanyanya lirih, suaranya bergetar, nyaris tenggelam oleh suara mesin monitor di sampingnya.

Reni melangkah masuk, langkahnya tenang tapi penuh jarak. Matanya menyapu seluruh ruangan—dinding putih, peralatan medis, dan kantung infus yang tergantung tenang. Ia mendengus pelan.

“Kalau Ibu nggak datang, nanti keluarga Alastair bilang apa? Sebagai seorang ibu, tentu aku harus menunjukkan kepedulian, kan?” ucapnya singkat, seolah itu adalah tugas, bukan niat.

Naya menarik selimut lebih tinggi, menutupi tubuhnya seolah ingin menyembunyikan diri dari dunia. Ia menatap Reni dengan tatapan yang lelah, tapi masih menyimpan keberanian.

“Sekarang Ibu sudah datang, nanti aku sendiri yang akan bicara dengan keluarga suamiku. Ibu bisa pulang. Tetap bisa terlihat sebagai ibu yang baik tanpa perlu lama-lama di sini,” ucap Naya pelan, mencoba terdengar tenang, meski suaranya goyah.

Reni meletakkan tasnya di kursi, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. “Aku tidak ke sini untuk bertengkar. Aku cuma... nggak ingin orang-orang ngomong macam-macam. Kamu tahu sendiri, calon suami Ibu dari keluarga terpandang. Kalau masalah ini melebar, itu bisa merusak segalanya.”

Naya menunduk. Kata-kata itu seperti pisau yang masuk pelan-pelan ke dalam dadanya.

“Jadi... aku cuma aib yang harus ditutup rapat, begitu?” bisiknya nyaris tak terdengar.

Reni diam. Wajahnya tetap keras, dingin, seperti tembok yang tak bisa ditembus.

“Pulanglah, Bu. Ibu nggak akan dapat apa-apa di sini. Aku juga sudah bukan bagian dari hidup Ibu, kan?”

Mata Reni sempat menunjukkan sedikit keraguan, namun hanya sesaat. Ia mengambil kembali tasnya dan berbalik.

“Jangan ganggu hidup Ibu lagi, Naya. Selesaikan urusanmu sendiri.”

Pintu tertutup. Sunyi kembali menyelimuti ruangan.

Tangis Naya pecah. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, tubuhnya terguncang hebat. Semua luka yang selama ini ia tahan, tumpah bersamaan. Namun di tengah isaknya, ia berbisik pelan ke arah perutnya yang mulai membuncit.

“Kita akan baik-baik saja, ya... Kita cuma punya satu sama lain sekarang. Tapi itu cukup. Cukup buat aku bertahan.”

Beberapa menit kemudian, setelah tangisnya mereda, ia menghapus sisa air mata di pipinya. Ada sedikit ketenangan di wajahnya, seolah harapan kecil baru saja tumbuh di dalam dadanya.

“Iya… kenapa aku nggak kembali ke tempat itu?” gumamnya lirih, separuh bertanya pada dirinya sendiri.

Naya menatap ke luar jendela sejenak, lalu menunduk, mengusap perutnya dengan lembut.

“Naya, kenapa kamu sebodoh itu…” katanya, separuh menyesali, separuh menguatkan diri.

“Maaf, Nak… Dulu mama terlalu takut untuk datang ke tempat itu lagi. Tapi sekarang, demi kamu, mama akan coba. Mama akan berani. Meskipun… meskipun ayahmu nanti ternyata cuma lelaki bajingan, setidaknya kamu bukan anak tanpa ayah. Dan kita tidak perlu jadi beban siapapun lagi.”

1
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
serem ih mbak puput. kesakitan yang berubah jd dendam dan pembalasan
meita
mereka bkan org tua kandung kmu nay
Nur Nuy
sukurin bapak anak lagi disiksa puas gue, semoga naya ga kenapa kenapa, secepatnya ketemu orang tuanya, arsen tutup mulut teman koas naya dong jahat tuh mulutnya apalagi dara
Fani Indriyani
Tingkah kalian berdua ini bikin aku senyum2 sendiri...
Retno Harningsih
up
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
makin2 si arsen ini
Marya Dina
sweet juga si arsen😁
partini
aihhh posesif nya babang tamvann
meita
org diam itu ibarat gunung berapi dia akn diam ketika d sakiti tpi skalinya meledak mka akn mnghancurkan sgalanya
Hayurapuji: iya kak betul sekali
total 1 replies
Nifatul Masruro Hikari Masaru
ya ganggu lah
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
ngeriiiii
Hayurapuji: apa seperti psiko kak?
total 1 replies
partini
wah kejutan
css
next 💪💪💪
kok yg satunya g up2 kak🙏
Hayurapuji: hehhe malam ini baru up kak, kemarin ketiduran.
total 1 replies
Nur Nuy
sukurin roki karma lu
Nur Nuy: puasss ss dong Thor thankyou
Hayurapuji: puas banget kak
total 2 replies
Aisyah Ranni
seorang suami singa berbulu domba,akan dibalas istri menjadi Duri didalam daging 😡😡 semangat Bu Puput readers mendukung mu
Hayurapuji: gak salah klo dia jadi jahat sama suaminya, kalau ama anak masih bisa dimaafkan meskipun ada konsekuensinya.
total 1 replies
Happy Kids
ya juga siii dia junjung harga diri. untung roki ringkih yaaa 😅
Hayurapuji: klo sehat mungkin langsung dikasih racun kak
total 1 replies
partini
ternyata orang diam kalau di sakiti war biasaaaahhh mengerikan
Hayurapuji: aku percaya kak, karena di abad 21 ini juga masih ada yang begitu.
partini: buangttttt ,dulu ayahku pernah di gituin bukan paku dkk sih KLW ga salah rambut dah lama th 90n percaya ga percaya sih lihat sendiri dulu
total 5 replies
Fani Indriyani
Luka yg ditorehkan oleh Roki terlalu dalam sehingg, Puput memilih jalan ini daripada berpisah,yah kalo berpisahpun blm tentu Roki tdk berulah lebih baik dibikin sakit sekalian untung aja kamu ga dikebiri oleh Puput
Fani Indriyani: Bener kak,kebanggaan lelaki kan dsitu wkwkwk
Hayurapuji: dibikin gak bisa anu lagi ya kak
total 2 replies
Fani Indriyani
Ayo Nay seperti Arsen yg selalu jujur padamu begitu juga kamu harus jujur ma Arsen,jgn biarkan ada celah yg akan merusak hubungan kalian
Fani Indriyani
Haduh gak bapa ga anak sama aja jahatnya,semoga Naya cepet bs berkumpul ma keluarga besarnya sehingga ada pengawal khusus untuk Naya,walau sdh ada Arsen tp dia juga seorang dokter yg pasti sangat sibuk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!