kisah seorang gadis desa yang dicintai sang mafia iblis..
berawal dari menolong seorang pria yang terluka parah.
hmm penasarankan kisahnya..ikutin terus ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Queenzya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penyerangan..
"Suster, nanti ikut kami berbelanja keperluan Anda dan juga obat-obatan untuk Nyonya," ujar Axel dengan perhatian.
"Mohon maaf, Tuan. Persediaan obat untuk Nyonya masih cukup untuk satu bulan ke depan," jawab suster dengan sopan.
"Baiklah kalau begitu. Kita tetap berbelanja keperluan Anda dan Nyonya selama kita di sini," putus Axel dengan nada lembut.
Tiba-tiba, Axel menyadari betapa pucatnya wajah Rara. "Sayang, ada apa? Wajahmu sangat pucat," tanya Axel dengan nada khawatir sambil menyentuh pipi Rara.
"Rara rindu Nenek," lirih Rara sambil memeluk Axel erat, air mata mulai membasahi pipinya. Tak lama kemudian, Rara tertidur dalam pelukan Axel karena kelelahan menangis.
"Cepatlah pulih dan ceria lagi, Sayang. Aku sangat merindukan senyummu yang dulu," gumam Axel dalam hati, menatap wajah Rara dengan penuh kasih.
Dengan hati-hati, Axel menggendong Rara masuk ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur. Ia meminta suster untuk menjaga Rara selama ia pergi ke kantor. Setelah memastikan Rara nyaman, Axel berpamitan.
Sebelum benar-benar menuju kantor, Axel menyempatkan diri untuk mampir ke markasnya. Ia ingin memastikan semua kegiatan berjalan sesuai rencana. Setibanya di sana, ia disambut hormat oleh anak buahnya.
Pagi itu, saat Axel memasuki markas, para anak buahnya menyambut dengan hormat, "Selamat pagi, Tuan!"
Axel hanya mengangguk singkat, membalas sapaan mereka, lalu langsung melangkah menuju ruang kerjanya.
Sementara itu, di mansion, Rara terbangun dari tidurnya. Saat menyadari dirinya sendirian di kamar, ia langsung dilanda kepanikan dan histeria. "Maz! Jangan tinggalkan aku sendiri! Aku takut!" teriak Rara dengan suara bergetar.
Suster yang mendengar teriakan itu segera masuk dan mencoba menenangkan, "Tenang, Nyonya, jangan takut. Ada saya di sini. Tuan Axel sedang pergi ke kantor sebentar."
Tanpa ragu, Rara langsung memeluk erat suster. Suster dengan lembut mengusap punggung Rara, mencoba menenangkannya. Perlahan, isak tangis Rara mereda dan ia melepaskan pelukannya.
Keesokan Harinya, Suster dengan ramah bertanya, "Nyonya masih ingin beristirahat, atau ada yang ingin Nona tonton?"
"Suster, saya ingin duduk di teras saja," jawab Rara dengan suara lebih tenang.
Suster pun menemani Rara duduk di lantai teras.
Rara menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, mengundang suster. "Sini, Sus, duduk di atas saja, jangan di bawah." Akhirnya, mereka berdua duduk bersama di sofa.
Mereka asyik mengobrol, tanpa menyadari kehadiran Axel.
"Hmmm?" Axel berdeham, membuat mereka menoleh serempak.
Suster pamit keluar. Axel lalu duduk di dekat Rara.
"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Axel lembut.
"Rara sudah enakan, Mas," jawab Rara sambil tersenyum manis.
"Bagaimana kalau kita makan siang di luar saja? Sekalian berbelanja baju untukmu dan kebutuhan suster," usul Axel.
"Hmm, boleh juga, Mas." Rara menoleh ke arah suster Maya dan memanggilnya, "Sus..."
"Iya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" sahut suster Maya.
"Sekarang kamu bersiap-siap ya, kita akan berangkat."
"Baik, Nyonya. Saya akan bersiap-siap dulu."
Sambil menunggu suster, Axel menelepon anak buahnya. Ia meminta mereka untuk mengawal karena Axel tidak ingin hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Setelah tiga jam berkeliling Mall, Axel dan Rara akhirnya selesai berbelanja. Dengan tas-tas branded memenuhi kursi belakang, mobil mereka melaju santai menyusuri jalan pulang yang mulai sepi. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama.
Tiba-tiba, sebuah mobil SUV hitam memotong laju mereka, diikuti dua mobil lain yang langsung mengepung dari samping dan belakang. Ban berdecit memekik, memaksa Axel menginjak rem dalam-dalam.
"'Sialan! Siapa yang berani main-main denganku?' rahang Axel mengeras, matanya menyipit tajam menatap mobil-mobil di sekelilingnya.
Rara di sampingnya memekik tertahan. Wajahnya pucat pasi, matanya membelalak ketakutan. 'Maz, mereka... mereka mau apa? Aku takut, Maz!' Suaranya tercekat.
Tanpa banyak bicara, jari Axel menekan tombol merah kecil di jam tangan kirinya. Sebuah sinyal darurat telah terkirim. Kemudian, tangannya yang besar dan kokoh meraih jemari Rara, menggenggamnya erat. Genggaman itu bukan hanya menenangkan, tapi juga menyalurkan tekad baja Axel. 'Tenang, Sayang. Jangan khawatir. Sebentar lagi bala bantuan akan datang.'
Pandangan Axel beralih ke belakang, pada Suster Maya yang duduk di kursi penumpang belakang.
"Suster, dengarkan baik-baik. Jaga Nona Rara. Apapun yang terjadi, jangan pernah buka pintu mobil ini. Jangan pedulikan siapa pun yang mengetuk.' Perintahnya tegas, tak terbantahkan.
Suster Maya mengangguk panik, menahan napas.
"Hati-hati ya, Maz,' Rara berbisik, melepas genggaman Axel dengan berat hati, khawatir.
Axel mengangguk. Tanpa ragu, ia membuka pintu mobil. Berdiri tegap di hadapan mereka, dengan tangan kosong, ia menghadapi sekitar lima belas orang berbadan besar yang baru saja keluar dari mobil-mobil pengepung, sebagian di antara mereka menggenggam tongkat besi dan pisau.
''Apa tujuan kalian menggangguku?!' suara Axel menggelegar, membelah keheningan jalanan. Sorot matanya menantang, 'Apa kalian bosan hidup?!'".
semua anak buah good Banggt menurut ku kaya di film badabest Banggt 👍
lanjut Thor
Weh Weh obat perangsang dah ga laku lah let lagu lama itu