“Kuberi kau uang satu miliar dalam sebulan. Tapi, kau harus tinggal jauh dariku!” ucap Blue Rivero pada Red Forstrom—gadis desa nan polos yang dijodohkan oleh ayah mereka.
*
*
Blue Rivero, seorang pewaris dari pengusaha terkemuka, terpaksa menjalani perjodohan yang diatur oleh sang ibu demi memenuhi ayahnya.
Dia dijodohkan dengan Red Forstrom, gadis desa sederhana yang begitu polos namun cerdas.
Kedua ayah mereka, yang bersahabat sejak kecil dan berasal dari panti asuhan yang sama, telah membuat kesepakatan agar anak-anak mereka menikah suatu hari nanti.
Meski jarak usia mereka terpaut jauh—Blue berusia 30 tahun dan Red 23 tahun—itu dianggap usia ideal untuk menikah.
Namun, Blue menolak perjodohan ini karena dia sudah memiliki kekasih. Blue menganggap Red pasti kolot dan tak menarik karena berasal dari desa meskipun dia tak pernah berjumpa dengan gadis itu sebelumnya.
Terpojok oleh ancaman ayahnya yang menolak menandatangani hak warisnya, Blue akhirnya menikahi Red.
Dalam keputusasaan, dia membuat kesepakatan dengan Red yaitu wanita itu harus pindah ke luar negeri dengan imbalan uang bulanan SATU MILIAR.
Namun, apakah rencana ini akan berjalan mulus?
Atau justru membuka babak baru dalam kehidupan mereka yang penuh kejutan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lebih Berani … Lebih Menggoda …
Setelah hidangan utama, Rency menuangkan Wine merah untuk mereka berempat.
"Red, Sayang," ucap Rency tiba-tiba, jari-jarinya yang ramping memutar batang gelas. "Pernikahan itu seperti Wine ini."
Red mengangkat alis.
"Semakin tua, semakin dalam rasanya," lanjut Rency, matanya berbinar bijak. "Tapi butuh kesabaran untuk menunggunya mencapai titik sempurna."
Red menunduk, jarinya tak sengaja mengusap cincin kawinnya.
"Dan kadang," Rency melanjutkan dengan senyum, "kita harus mengocoknya sedikit—memberi kejutan—untuk menghindari endapan kebosanan."
Blue hampir tersedak Winenya.
Red memandang mertuanya, lalu tiba-tiba tersenyum nakal. "Jadi … aku harus sedikit mengocoknya, kan? Aku akan mengingat itu, Mom."
Ricco dan Rency tertawa mendengar itu. Dan Blue? Menatap ke arah Red yang matanya berbinar nakal padanya.
‘Dia menggodaku?’ batin Blue. ‘Awas kau nanti.’ Lalu Blue meneguk wine-nya.
*
*
Saat dessert dihidangkan—creme brulee favorit Blue—Red tanpa pikir panjang menyuapkan sedikit ke mulut suaminya.
"Kau merusak lapisan gula karamelnya," gumam Blue, tapi matanya bersinar.
Red hanya tersenyum. "Kau suka? Aku yang membuat ini tadi.”
Blue mengangguk, mengikuti permainan Red. Padahal bagi Red, itu bukanlah permainan, namun rasa tulusnya sebagai istri Blue.
Rency dan Ricco saling pandang. Ada kebahagiaan yang tak terucapkan dalam tatapan mereka.
Udara yang dulu terasa dingin sejak pernikahan paksa Blue dan Red, kini mulai terasa hidup.
"Kalian berdua ..." Ricco bersuara tiba-tiba, "... terlihat lebih baik dari yang kukira."
Blue menatap ayahnya, lalu ke Red. Dan entah mengapa, dia tidak merasa perlu menyangkal ucapan ayahnya.
*
*
Setelah makan malam, Red menemukan Rency sendirian di balkon, memandangi rintik hujan yang mulai turun.
"Terima kasih untuk hari ini, Mom," ucap Red pelan.
Rency tidak segera menjawab. Tangannya meraih tangan Red. "Dulu, aku juga seperti kalian. Pernikahan diatur, hubungan yang dingin dan beku.”
Red menahan nafas.
"Tapi lihatlah kami sekarang," bisik Rency, menunjuk ke dalam rumah di mana Ricco sedang mengobrol bersama Blue. "Cinta bisa tumbuh di tempat tak terduga, Sayang. Asalkan kalian mau berusaha. Dan aku bersyukur Ricco begitu gigih mendekatiku meskipun aku selalu menghindar darinya.”
Red tersenyum mendengar kata-kata bijak dari Rency. Di ruang keluarga, Blue memandang ke arah balkon. Melihat istrinya dan ibunya yang kini berdiri berpelukan.
*
*
*
Pintu kamar terbuka dengan bunyi klik yang keras.
Blue masuk pertama kali, berusaha untuk tidak melihat ke belakang meskipun dia tahu ada Red di belakangnya karena malam ini mereka akan tidur di kamar yang sama.
Dan dia bisa mendengar Red menutup pintu perlahan, kunci berbunyi dengan final.
"Kau tegang," ucap Red, suaranya seperti madu yang dituangkan pelan-pelan.
Blue tidak menjawab. Dia meraih bantal tambahan dari lemari dan melemparkannya ke sofa di sudut ruangan. "Aku tidur di sini."
Red tertawa—suara yang hangat dan menggoda. "Kita berdua tahu kau tidak akan bertahan di sana semalaman."
Blue menatapnya, dan kali ini, dia tidak bisa berpura-pura. Nafasnya berat.
Red melangkah mendekat. Satu langkah. Dua langkah.
"Aku tahu kau selalu menginginkanku ," bisiknya.
Saat Red menyentuhnya, Blue merasakan seluruh tubuhnya berdesir. Dia tak menyangka Red se-berani itu sekarang.
Tangan Red dingin tapi sentuhannya membakar. Dia mendorong Blue ke tepi tempat tidur, jarinya menelusuri garis rahang Blue yang tegang.
"Tidak ada gunanya melawan," bisik Red, bibirnya hampir menyentuh telinga Blue.
Dan Blue tahu dia benar.
Dengan erangan menyerah, Blue menarik Red ke dalam pelukannya, pertahanannya runtuh seketika.
Red tersenyum di antara ciuman mereka—senyum kemenangan.
Malam ini, dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dan Blue?
Blue akan menikmati setiap detiknya.