Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Axel duduk terdiam di ujung sofa. Punggungnya bersandar lelah, dengan kepala mendongak, dan mata yang terpejam rapat seolah ingin mengusir semua kenyataan yang menimpa nya.
Martin yang duduk di depannya hanya bisa menghela napas panjang. "Kau sudah seperti ini selama dua jam, Ax. Dan semua ini hanya karena seorang gadis?"
"Dia bukan gadis biasa, Tin," gumam Axel tanpa membuka mata.
Martin mencondongkan tubuhnya, dengan alis yang terangkat. "Bukan gadis biasa? Maksud mu, dia keturunan siluman ular?"
Axel langsung menegakkan kepalanya dan menatap tajam ke arah Martin. "Bisakah kau serius sedikit?"
Martin terkekeh, lalu menyandarkan punggung ke sofa. "Salah sendiri kau terlihat seperti orang kehilangan arah," gumamnya. "Kau lupa kata Panglima Tian Feng? Sejak dulu, begitulah cinta, deritanya tiada akhir."
Axel mendengus. Rasa kecewa masih menguasai hati dan pikirannya sejak melihat Elsa bersama pria lain tadi malam. Ia sampai tidak bisa berpikir jernih. Bahkan pagi ini, saat ada kesempatan berdekatan dengan Elsa, ia justru memilih menghindar. Dan, setelah semua orang pergi, ia memilih datang ke perusahaan dan menemui Martin, satu-satunya orang yang bisa ia ajak bicara.
"Berhenti mengutip film tentang kera, Martin," gerutunya. "Aku datang kemari untuk mencari solusi, bukan ceramah dari film favoritmu itu."
"Baiklah," ujar Martin sambil menenangkan Axel. Lalu, ia mengubah ekspresinya menjadi lebih serius. "Kau memang belum banyak bercerita tentang gadis itu, tapi aku tahu jika kau mulai menyukainya. Iya, kan? Tapi bukankah itu terlalu cepat? Kalian baru saja bertemu. Dan lagi, jika kau benar-benar yakin dengan perasaanmu, seharusnya kau tidak langsung patah hati sebelum tahu kebenarannya."
Axel mencondongkan tubuh dengan kedua siku yang bertumpu pada lututnya. "Apa maksudmu?" tanyanya pelan.
"Kau harus tahu lebih dulu siapa pria itu? Apa hubungan mereka? Dan, jika mereka memang sepasang kekasih, kau masih punya waktu untuk memperjuangkan gadis itu. Tapi ingat, Ax, kalau pun kau ingin merebut hatinya, lakukan dengan cara yang jujur, bermainlah secara bersih. Karena, hanya dengan cara itu kau akan mendapatkan yang terbaik."
Axel terdiam. Kata-kata Martin masuk begitu dalam. Ia sadar, seharusnya ia tidak buru-buru mengambil kesimpulan. Ia bahkan belum tahu siapa pria yang dilihatnya bersama Elsa semalam. Tapi, bagaimana jika pria itu memang kekasih Elsa? Haruskah ia tetap mencoba, seperti yang Martin katakan?
"Sebelum itu, pikirkan baik-baik, Ax. Apa kau benar-benar mencintainya, atau hanya sebatas kagum saja," ujar Martin.
Axel kembali menyandarkan punggungnya, dan mendesah panjang. "Hah ... Aku rasa semua itu percuma. Jika aku memperjuangkan nya, Elsa pasti lebih memilih pria itu," gumamnya dengan nada putus asa.
Martin langsung menatap Axel dengan tajam. "Hei! Mana Axel yang dulu aku kenal? Yang selalu berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan, hah? Ya ... Kecuali soal cinta, sih," ucapnya. "Dulu, kau kehilangan Glenzy karena kau tidak berani mengungkapkan perasaanmu. Dan sekarang? Kau mau kehilangan gadis ini juga tanpa mau jujur padanya?"
"Ingat lirik lagu band potret, I just wanna say I love you. Aku hanya ingin mengatakan aku mencintaimu. Sudah, itu saja. Bukan soal balasan, tapi keberanian untuk jujur. Dan yang paling penting, belum terlambat untuk mendapatkan gadis itu, Ax. Sebelum janur kuning melengkung," lanjut Martin.
Axel menghela napas panjang. Dalam hati, ia mengakui bahwa setiap kata yang Martin ucapkan sangat benar.
Ia memang sudah bertekad melupakan Glenzy, tapi bukan berarti kehadiran Elsa hanya pelarian semata.
Perasaan yang ia rasakan, getaran setiap kali dekat dengan Elsa, dan ciuman itu ... Cukup menjadi bukti jika ia mencintai Elsa. Mungkin Martin benar, semua itu terlalu cepat. Tapi, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Termasuk perasaannya. Dan ia sudah bertekad, akan merebut hati Elsa.
"Thanks, Tin. Kau memang sahabatku yang paling berguna," ujar Axel sambil tersenyum.
Martin mendengus kecil. "Hei, memangnya kapan aku tidak berguna, hah? Dan lagi, kau pikir kau punya sahabat lain selain aku?"
Axel berdecak. "Ya, ya, ya ... kau benar. Puas?"
Martin terkekeh puas. "Tentu saja. Tapi aku lebih senang karena kau mau mencoba saran dariku. Dan, sebagai sahabat yang baik, aku bersedia membantumu mendapatkan hati gadis itu."
Axel menaikkan alis. "Benarkah?"
"Tentu saja. Tapi ada syaratnya," sahut Martin sambil menyeringai.
Axel berdecak kesal. "Cih, aku menyesal sudah memujimu. Ternyata ada udang di dalam sushi."
"Hei, aku hanya meminta kenaikan gaji saja. Dan lagi, yang benar itu, ada udang di balik bakwan, bukan di dalam sushi," seru Martin.
"Terserah aku mau bilang apa. Lagipula, apa gaji yang aku berikan kurang? Bahkan gajimu ... "
"Kebutuhan ku semakin meningkat, Ax," potong Martin cepat. "Tidak hanya kau, aku juga sedang mengejar cintaku dan semua itu membutuhkan modal. Tidak seperti kau, yang rela berpura-pura miskin dan mempunyai banyak hutang demi mendekati seorang gadis muda."
"Kau mau bilang aku menipu?" sentak Axel. "Asal kau tahu, aku tidak pernah mengatakan jika aku miskin dan banyak hutang. Dia saja yang salah paham," gerutu Axel.
"Tapi, kau justru memanfaatkan kesalahpahaman itu untuk mendekati gadis itu, bukan? Dasar pedofil."
Axel melebarkan kedua matanya, dengan tangan yang mengepal erat, siap untuk memukul Martin. Tapi, ia hanya bisa mendengus kasar dan mengurungkan niatnya.
Ya, lebih baik dia menahan emosinya karena saat ini, ia sangat membutuhkan bantuan Martin untuk mendapatkan Elsa.
"Terserah kau mau bilang apa. Tapi sekarang, kau harus membantu ku," ucap Axel.
"Siap, Bos. Serahkan saja padaku. Dalam hitungan menit, kau akan mendapatkan informasi lengkap tentang pria itu dan hubungan mereka," ucap Martin dengan mantap.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....