NovelToon NovelToon
Suara Dari Bayangan

Suara Dari Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Sistem / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Romansa / Pembantu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: MOM MESS

“Aku dibesarkan oleh seorang wanita yang tubuh dan jiwanya hancur oleh dunia yang tak memberinya tempat. Dan kini, aku berdiri, tak hanya untuk ibuku… tapi untuk setiap wanita yang suaranya dibungkam oleh bayangan kekuasaan.”

Mumbai, tengah malam. Di ruang pengadilan yang remang. Varsha memandangi tumpukan berkas-berkas perdagangan manusia yang melibatkan nama-nama besar. Ia tahu, ini bukan hanya soal hukum. Ini adalah medan perang.

Di sisi lain kota, Inspektur Viraj Thakur baru saja menghajar tiga penjahat yang menculik anak-anak perempuan dari desa. Di tangannya, peluru, darah, dan dendam bercampur menjadi satu.

Mereka tidak tahu… bahwa takdir mereka sedang ditulis oleh luka yang sama–dan cinta yang lahir dari pertempuran panjang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MOM MESS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hernandes Kembali Bernafas.

Satu nama langsung melintas di pikirannya. Gohar.

Dicto mencondongkan tubuhnya, tangannya gemetar menekan tombol kuningan di sisi meja.

Beberapa detik, lalu terdengar suara di ujung sana.

"Tuan Dicto?” suara berat, sedikit parau, menjawab.

“Gohar,” balas Dicto dengan tenang. “Radar itu aktif. Ada apa?”

“Hernandes-4. Apa itu kode nya?"

“Iya..."

"Aku yang mengaktifkannya, Tuan?"

"Tapi kenapa?"

"Seorang ayah menghampiriku dan memohon bantuan padaku. Dia bilang putrinya di culik dan pelakunya bersembunyi di Dubai."

"Gohar. Kau lupa pada apa yang ku katakan mengenai keluarga ini?"

"Aku tahu Tuan. Tapi ini soal kehidupan anak kecil, dan... bayang-bayang gadis-gadis yang di perlakukan tidak baik oleh bajingan itu. Salah satu dari mereka... Aku lupa namanya... Dia mengingatkan ku pada Nyonya Velyn Hernandes. Aku mendapatkan pencerahan, dan dengan senang hati membantunya."

Dicto hanya terdiam.

“Kau dengar aku, Tuan?” suara Gohar mulai lembut.

Dicto menarik napas panjang. Matanya menatap lambang kecil di tengah layar — simbol mata berwarna emas, logo keluarga mereka.

“Bantuan,” gumamnya, lirih. “Sudah lama tak ada yang meminta itu pada Hernandes.”

Dicto menatap luar jendela. Lampu-lampu taman bergoyang pelan di antara angin malam gurun yang dingin. Jauh di sana, di langit gelap, suara pesawat terdengar samar.

Mata tua itu mengerjap pelan.

Lalu, ia mematikan telepon.

...----------------...

Dicto mengambil ponselnya, dan menghubungi satu nama. Nada dering berputar... sekali… dua kali… tiga kali…

Tidak dijawab.

Dicto menggertakkan gigi pelan. Wajahnya tetap tenang, tapi nadinya bergetar. Dia berusaha menghubungi keponakannya yang saat ini menjadi Perwira Tinggi Kepolisian Dubai — Mijay Hernandes, di panggil Jay.

"Mungkin dia sibuk. Besok saja setelah dia pulang tugas, aku akan memberitahunya.

Ia menutup ponsel, lalu mengangkat satu foto dari rak. Foto itu memperlihatkan tiga pria: dua kakaknya yang telah tiada dan dirinya saat muda — berdiri di depan bendera Hernandes di masa kejayaan mereka.

"Kak... Setelah sekian lama... Ada yang datang dan membawa suara dari bayangan... Aku bingung... Apakah kami harus mendengarkan suara itu, atau... " Dicto menghela napas panjang.

"Atau diam.. Demi ketenangan keluarga kita."

"Tapi kak... Suara itu berasal dari jeritan anak kecil... Maka dari itu... Untuk yang terakhir kalinya, aku berjanji... Keluarga ini akan baik-baik saja. Kalian cukup doakan aku bisa menjaga keluarga ini agar tetap utuh."

Air mata itu tumpah membasahi foto. Dicto menghapusnya perlahan, dan menatap layar monitor. Dari kejauhan, radar terus berkedip pelan. Sinyal itu semakin mendekat. Dan malam itu…

Hernandes kembali bernafas.

...----------------...

Langit malam di Dubai semakin pekat. Jalanan lengang dilalui kendaraan yang melaju cepat—lampu-lampu kota berpendar di permukaan mobil seperti refleksi dunia yang tak pernah berhenti. Di salah satu rumah paling aman dan mewah di kompleks Hernandes, seorang pria muda berseragam dinas baru saja memarkir mobil dinasnya di garasi.

Mijay Hernandes, letnan jenderal kepolisian Dubai yang dikenal disiplin, berdedikasi, dan tanpa cela dalam catatan kariernya, baru saja pulang dari tugas berat. Wajahnya tampak penat, seragamnya basah keringat, dan dasinya longgar menggantung di leher.

Namun malam ini berbeda. Begitu ia membuka pintu rumah dan masuk ke ruang tamu, matanya langsung tertumbuk pada sosok wanita yang ia kenal lebih dari siapa pun.

Qansha Hernandes, istrinya, duduk gelisah di sofa. Rambutnya terikat tergesa, wajahnya cemas, dan jemari tangannya mencengkeram ponsel erat-erat seperti menggenggam asa terakhir.

“Kau belum tidur?” tanya Jay dengan nada heran, melepas sepatunya dan menggantungkan jaket di gantungan.

Qansha berdiri cepat. “Jay...” suaranya parau, hampir tak keluar dari tenggorokannya. “Kau lihat Billu?”

Pertanyaan itu seperti palu godam yang menghantam dada Jay.

“Apa maksudmu?” tanyanya, jantungnya langsung berdetak lebih cepat.

“Dia belum pulang... Sejak pagi,” kata Qansha, matanya mulai berair. “Dia bilang mau ke mall, lalu lanjut nonton dengan temannya. Katanya akan pulang sebelum matahari terbenam.”

Jay menelan ludah. “Dan kau belum bisa menghubunginya?”

“Tidak... HP-nya mati.” Wajah Qansha kini mulai gemetar. “Aku mencoba menelepon teman-temannya, tapi mereka juga tidak tahu. Aku ingin mencarinya, tapi Zhandra sedang demam tinggi. Aku tak bisa tinggalkan dia sendirian."

Jay menghela napas, kemudian mencium kening Qansha. “Kau tunggu sini. Aku akan cari dia sekarang juga. Jangan khawatir. Aku akan temukan Billu.”

Mobil dinas Jay melaju cepat membelah jalan-jalan malam Dubai. Satu per satu mall ia datangi. Satu per satu pintu keamanan ia lewati. Foto Billu ia perlihatkan ke setiap satpam, setiap resepsionis, setiap pengunjung yang masih berada di lokasi.

Sampai akhirnya, di salah satu mall mewah di pusat kota, ia menemukan mobil Billu. Masih terparkir rapi di area parkir lantai bawah tanah. Sunyi. Tak tersentuh. Ia segera menghampiri petugas keamanan.

“Pak, saya dari kepolisian. Mobil itu... Kemana pemiliknya?” tanya Jay sambil menunjukkan lencananya.

Satpam, pria paruh baya dengan seragam sedikit kusut, menatapnya kaget. “Saya tidak tahu, Pak. Sejak tadi mobil itu berada di situ. Saya pikir pemiliknya lupa, "

“Apakah kau melihat anak ini?” Jay mengeluarkan ponsel, memperlihatkan foto Billu.

Wajah satpam itu berubah. “Ya, saya ingat dia. Dia sempat ribut di area toilet wanita.”

“Ribut dengan siapa?”

“Ada pria yang mengintipnya. Dia marah, lalu membawa pria itu keluar dan membentaknya di depan umum.”

“Bisa tunjukkan saya rekamannya?”

“Silakan ikut saya ke ruang monitor, Pak.”

Di dalam ruang pengawas CCTV, beberapa layar menampilkan berbagai sudut mall. Satpam memainkan rekaman sesuai jam yang dimaksud.

Jay memperhatikan dengan tajam. Di layar, terlihat Billu menarik lengan seorang pria dari depan toilet wanita. Wajahnya marah, tubuhnya kaku. Ia berteriak. Pria itu terlihat panik. Beberapa pengunjung mulai memperhatikan dan mengerumuni mereka.

Setelah insiden itu, Billu tampak menunduk. Dia berjalan cepat, menghindar dari kerumunan. Ada sesuatu dalam cara berjalannya yang membuat Jay curiga. Langkahnya terburu-buru... tapi terlalu tenang. Seolah ia sedang menyembunyikan sesuatu.

“Kamera berikutnya?”

"Maaf, Pak. Nampaknya percuma. Kamera itu terhalang banner, dan baru tadi kami memindahkan banner tersebut."

Jay mengerutkan dahi. “Periksa parkiran.”

Satpam membuka rekaman kamera parkiran.

Billu terlihat berdiri di dekat mobilnya, berbicara dengan seseorang—anak kecil yang tak terlihat wajahnya karena terhalang bodi mobil besar di sebelahnya. Beberapa detik kemudian, datang sebuah mobil SUV hitam. Turunlah tiga pria asing, salah satunya berambut putih mencolok.

Salah satu pria menyemprotkan sesuatu ke wajah Billu. Billu limbung. Jatuh. Lalu dibopong masuk ke mobil.

“Perbesar gambar itu,” perintah Jay tegas.

Satpam memperbesar gambar. Wajah pria tua tidak begitu jelas. Tapi detail tubuhnya terlihat—berotot, mengenakan setelan gelap, dan rambut putih hampir penuh. Salah satu anak buahnya terlihat sedikit lebih jelas.

“Sudut seberangnya?”

“Kamera dari sisi berlawanan sedang dalam perbaikan, Pak. Sudah dua minggu.” Jay mendesah pelan. Ada rasa kecewa, tapi ia tidak menyalahkan petugas itu. “Terima kasih. Kau sudah banyak membantu.” Jay keluar dari mall, dan lanjut mencari Billu.

Ia menyusuri kota. Menyusuri gang sempit, tempat-tempat penampungan, ruko tua, gudang di pinggir pelabuhan. Ia mencocokkan wajah anak buah pria itu dengan database kriminal.

Namun hasilnya nihil.

Hanya satu suara yang terus berputar dalam kepalanya. Suara Billu lewat telpon pagi tadi meminta izin kepada Jay.

"Ayah tidak perlu khawatir... Billu akan pulang lebih dulu sebelum ayah pulang."

Tapi sekarang sudah tengah malam. Dan matahari berikutnya belum tentu membawa pulang anak perempuannya.

"Kau dimana, Nak?"

1
sknrts
heh??? daddy??😭🙏🏻
angradarma
Dek. lu masih ingat gua gak?
angradarma
KEJUTAN ANJAY
Yeonjun’s wife
HERNANDES IS BACK
Yeonjun’s wife
WHAT— ini serius atau borongan?!??
Yeonjun’s wife
Langsung ingat karakter Arjun Sarkar😭🙏
Yeonjun’s wife
Ceritanya seru, aku suka banget terutama untuk karakter Varsha😍👍keren abizzzzz, btw semangat buat author udh buat karya sekeren ini. Tetap jaga kesehatan tor, wi lop yu 😘🔥
angradarma
Sejauh ini ceritanya seru banget. Penulisan rapi, dan mudah di mengerti. Tinggal typonya aja yang di perbaiki lagi ya tor😁btw suka juga sama alur ceritanya yang menceritakan tentang wanita2 hebat♥️semangat terus tor.
angradarma
makin seru aja nih. lanjut dong tor🙏
angradarma
LANJUT PLEASE. MANA BOLEH LAGI SALTING GINI DI POTONG!🙄
satya
Good job👍🔥
Doni Nanang
keren lanjutkan..
jangan lupa mampir ya kak...
Yeonjun’s wife
LANJUT PLEASE
Yeonjun’s wife
KETEN BANGET🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!