Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Selesai mandi Nero membuka ponselnya lagi, ada panggilan tak terjawab dari Nadia, namun ia mengabaikannya.
Nero mengetikkan kata Taekwondo, kemudian ia melihat banyak gambar gambar contoh gerakan di layar ponselnya. Bermacam-macam gerakan tendangan, ia mengingat gerakan itu satu persatu, lalu mencobanya didepan cermin.
Setelah beberapa lama mencoba-coba akhirnya ia memiliki sebuah pemikiran, mungkin akan lebih bagus kalau ia berlatih di ruangan itu.
Nero menekan tombol berwarna perak dan mengarahkan ke dinding di kamar lotengnya, suara berdengung halus terdengar dan portal spasial muncul, semakin lama semakin melebar, setelah agak besar Nero melompat kedalamnya.
Tubuhnya kembali merasa berat, namun tidak seperti pertama kali ia masuk, sepertinya tubuhnya sendiri telah mulai sedikit beradaptasi.
Mengingat gerakan gerakan yang dilatihnya tadi ia mengulanginya lagi. Namun alangkah sulitnya, bahkan untuk mengangkat satu kaki saja terasa sangat berat, apalagi melakukan sebuah tendangan.
Namun Nero tidak putus asa, ia terus mencoba dan mencobanya lagi, akhirnya ia bisa melakukan satu sepakan kecil. Ia tidak merasa sulit untuk melakukan pukulan, meskipun ada rasa berat, namun tidak sesulit seperti melakukan tendangan.
Keringat lagi-lagi membanjiri seluruh tubuhnya, namun anak muda itu dengan semangat terus berlatih.
Melakukan sepakan dan tendangan berulang-ulang, jika dilihat ia hanya melakukan tendangan acak tanpa seni apapun, namun untuk melakukan bahkan satu sepakan biasa itu, ia mengerahkan tenaga dan usaha yang luar biasa.
Rasa marah dan kesakitannya di perlakukan buruk oleh orang-orang itu telah membuat tekadnya berlipat ganda. Nero ingin menjadi kuat dan bisa melwan saat ia ditindas. Dengan tekad itu ia melupakan berapa lama waktu dan terus berupaya dengan gigih.
Hampir enam jam sudah ia berlatih, mungkin karena terlalu bersemangat, ia lupa rasa lelah, dibatas kekuatan tubuhnya sendiri, akhirnya ia tidak sanggup lagi. Nero terkapar di lantai marmer itu sambil menatap langit oranye tinggi di atasnya.
Terbangun Nero merasakan tubuhnya serasa remuk, tulang-tulangnya sakit, namun kegembiraan bersinar di matanya.
Nero mendekati tempat Eona tidur, ia melihat wajah cantik itu masih tenang dan damai, kelopak matanya menutup dan bulu matanya yang lentik, Nero tak henti-hentinya mengagumi kecantikan itu setiap kali ia melihatnya.
Ia menempelkan kedua telapak tangan di selubung inkubator Eona, rasa kesemutan kembali menjalari tubuhnya, lalu berubah menjadi hangat dan terasa menyebar ke setiap inci daging dan tulangnya. Nero merasa tubuh dan kekuatannya dipulihkan dengan cepat, rasa sakit efek latihan di seluruh badannya segera menghilang.
Jam 9 malam ketika Nero kembali ke kamarnya, sebelum masuk ia menandai di jam 7, berarti hanya selama dua jam di luar sini, dan didalam ruangan dimensi selama 6 atau 7 jam, tiga kali lipat waktu di luar.
Keesokan hari Nero berangkat ke sekolah naik bis angkot, berdesak-desakan dengan banyak penumpang, karena terlalu sibuk diruangan itu ia jadi lupa memperbaiki sepedanya.
Di gerbang seperti biasa Nadia menunggunya, wajahnya masam dan memandang kesal ke arah Nero.
Aih ... Nero cengengesan, ia bahkan tidak membalas pesan Nadia, atau mencoba menghubunginya kembali. Pagi harinya ia tau kalau Nadia memenangkan pertandingan kemarin dan lolos babak berikutnya, namun karena terburu-buru ia tidak sempat membalasnya.
"Selamat kamu menang kemarin Nadia," ucap Nero dengan rasa bersalah.
"Apa-an, kamu bahkan tidak membalas pesan-pesanku," Nadia memberengut.
"Aku sibuk cari cuan, Nona," jawab Nero sambil terus berjalan memasuki gerbang sekolah. Nadia mengikuti dan berjalan disebelah Nero.
Nadia dan Nero melangkah masuk ke dalam kelas, beberapa siswa berkumpul berkelompok dengan grupnya masing masing. Di dalam kelas bahkan di seluruh kelas ada budaya circle-circle-an, dan tidak jarang satu kelompok dan kelompok lainnya bermusuhan, saling memamerkan kekayaan dan berlomba lomba menunjukkan barang-barang mahal, padahal yang dipamerkan adalah kekayaan orang tua, bukanlah hasil kerja keras mereka.
Begitulah kalau anak-anak terlalu dimanjakan dengan harta dan kekayaan, mereka kerap terlupa dan merasa besar bahkan sebelum mereka memulai kehidupannya.
Nero melemparkan tas sekolahnya di atas meja, ia tahu ada sekelompok orang memperhatikannya sejak ia masuk, namun Nero tidak mempedulikannya.
Nadia duduk disampingnya, mengeluarkan coklat dan memberikan kepada Nero. Nero mengambil dan mematahkannya, lalu memberikan sisanya kepada Nadia sebagian. Ia memasukan coklat itu ke dalam mulutnya, rasa manis segera memenuhi pikirannya.
"Apa yang terjadi? Kenapa anak itu masih bisa bersekolah hari ini?" Stella tercengang dan berbisik antara teman temannya. Rizka Igor dan yang lainnya juga tidak kalah terkejut, sebenarnya mereka telah was-was dari pagi berpikir Nero mungkin pingsan dan harus dirawat di rumah sakit.
Bagaimanapun mereka masih takut jika ada yang tahu kejadian kemarin dan berita sampai ke telinga guru-guru dan kepala sekolah. Walaupun mereka akan bisa berkelit dengan pengaruh orang tua mereka, namun tetap saja banyak kekhawatiran menghantui.
Tetapi melihat Nero baik-baik saja dan bahkan kelihatan lebih bugar, yang timbul kembali malah rasa ketidak senangan. Itu artinya apa yang mereka lakukan kemarin tidak berhasil sama sekali.
"Kurasa kamu memukulinya tidak cukup keras kemarin Gor, atau apa pukulanmu memang lembek?" cibir Stella memanas-manasi Igor.
"Apa maksudmu? Kamu sendiri lihat kemaren anak itu babak-belur kami pukuli!" Igor yang tidak senang di katakan lembek didekat Rizka membalas sengit.
"Buktinya anak itu masih baik-baik saja, malah sepertinya lebih baik." Stella menambahkan api.
Rizka yang mendengarnya tidak berkomentar, namun wajah acuh tak acuhnya seperti reaksi kekecewaan terhadap Igor.
Muka Igor merah padam, bagaimana mungkin bocah sialan itu masih baik-baik saja? Keinginan untuk menghajarnya kembali menyeruak di benaknya.
Dengan pikiran gelap Igor melompati meja di depannya, lalu berjalan cepat kearah Nero. Para siswa yang terkejut melihatnya langsung berhenti dengan obrolan mereka dan semua melihat ke arah Igor yang setengah berlari, jelas sasarannya adalah Nero.
Nero terlihat tenang, namun Nadia yang di sebelahnya terkejut dan waspada. Ia berdiri kemudian menghalangi jalan Igor,
"Apa-apaan, Igor!" pekik Nadia
"Jangan halangi jalanku" teriak Igor dengan wajah ganas.
"Heh apa masalahmu?!" bentak Nadia Ia sama sekali tidak takut kepada Igor.
"Gara-gara bocah itu aku dilecehkan. Aku harus menghajarnya." Igor telah sangat tidak sabar, namun ia terhalang Nadia.
"Dilecehkan?" Nadia mengernyitkan keningnya." Apa yang terjadi, Nero?"
Nero akan membuka mulutnya ketika Igor berteriak.
"Kalau kau memang laki-laki, jangan hanya tahu bersembunyi di belakang perempuan, Nero. Aku menantang mu berkelahi!" teriak Igor keras. Jelas ia telah sangat marah.
Semua orang melihat lucu, tubuh Igor besar berisi dan tentu saja akan dengan mudah mengalahkan Nero yang walaupun tidak kurus sekali tapi tetap tidak seimbang.
"Aku tidak tau apa masalahmu memusuhiku, Igor. Apa mereka yang menyuruhmu?" Nero menunjuk kearah kelompok Rizka dan Stella.
"Jangan bawa-bawa aku" teriak Stella yang langsung berdiri dengan ganas.
"Kamu sendiri yang mencari masalah dengan mempermalukan Rizka dan sekarang bertanya apa masalahnya?!" bentaknya keras, seisi ruangan terdiam.
"Masih tentang itu? Rizka, kenapa kamu tidak berbicara padaku langsung daripada menyuruh orang-orang ini menggangguku" Nero memandang ke arah Rizka.
Rizka terdiam, ia menjadi sedikit salah tingkah
setelah Nero melemparkan kalau ini bersumber darinya.
"Aku tidak ada urusan, kalau mereka tidak senang denganmu yang telah melecehkan ku bagaimana aku bisa menghalanginya?" Dengan enteng Rizka melepas tanggung jawab.
"Melecehkan mu? Apa yang rusak dengan otakmu, Rizka. Selama ini Nero membantumu dan kamu bilang melecehkan?" Nadia yang sejak tadi diam membalas sengit
"Kamu tidak perlu ikut campur Nadia!" Rizka membentak.
"Owh, selama cecunguk-cecungukmu ini ikut campur, apa hakmu melarang aku terlibat?" Nadia tidak kalah garang.
Namun saat itu Igor langsung melompat ke arah Nero. Nadia yang sama sekali tidak siap sangat terkejut memandangi Igor melompat sambil melayangkan pukulan ke arah Nero. Nero menatap Igor yang datang beringas ke arahnya dengan tenang. Sebentar lagi bogem mentah itu akan mendarat tepat dikepalanya.
Semua mata memandang tak berkedip,
"Oh tidak!" pekik Nadia,
Namun sesuatu yang tidak disangkanya terjadi, Nero hanya menggeser duduknya sedikit ketika pukulan Igor meleset di samping telinganya. Pukulan itu mengenai kekosongan dan Igor menjadi hilang keseimbangan, terdorong maju dan menabrak meja di depannya.
Gubraakkk!!
Suara keras terdengar, tubuh besar Igor jatuh sedemikian rupa hingga meja dan kursi yang ditabraknya bergelimpangan, wajahnya mendarat dilantai terlebih dahulu.
Nadia ternganga, anak-anak lainnya pun terperangah dan berdiri agar dapat melihat lebih jelas.
Dengan amarah yang meledak Igor melemparkan kursi yang menimpa tubuhnya. Bangkit dengan marah bercampur malu yang sangat hebat Igor membalikkan badannya dan menerjang ke arah Nero, namun sebuah tendangan tekhnik deol chagi menghantam dadanya, tubuhnya dengan buruk kembali terlempar kebelakang menabrak dinding, Igor terbatuk dan memegangi dadanya yang terasa sangat sakit. Ia tidak dapat bernapas sesaat.
Hening...
Semua orang terdiam, hanya terdengar suara Igor yang terbatuk dan napasnya tersengal, para siswa tercengang melihat Nero yang masih berdiri dengan posisi kaki menendang, gayanya benar benar seperti seorang petarung sejati.
Tidak seorangpun yang mengerti bagaimana cara Nero begitu saja melompat dari duduknya dan tiba-tiba melayangkan tendangan.
Rizka dan Stella yang melihat dari jauh menutup mulutnya, bagaimana mungkin anak yang kemaren terlihat lemah dan mudah dipukuli itu bisa menjadi seperti ini? Bahkan kemaren bocah itu hanya menyerah ketika dipukul dan ditendang seperti sebuah samsak, mereka benar-benar tidak mengerti.
"Kamu baik-baik saja?" suara Nadia dibelakang membangunkan Nero,
"Tidak apa-apa, "jawab Nero dan tersenyum pada Nadia yang masih menatapnya tidak percaya.
Nero berjalan kedepan mendekati Igor yang tersandar ke dinding, wajahnya menunjukkan ia kesakitan. Nero menginjak dada Igor dan menekannya kuat. Igor pucat pasi.
"Kalau kamu mau melawanku satu lawan satu, aku akan menunggumu, kapan pun kau siap," kata Nero mengembalikkan tantangan Igor.
Dengan susah payah Igor mencoba menyingkirkan kaki Nero, namun itu bahkan tidak bergerak sedikitpun.
"Dan hutangmu belum ku anggap lunas", tambah Nero setengah berbisik, namun Igor mendengarnya jelas.
Igor yang kesakitan bercampur malu hanya terdiam, tendangan Nero benar-benar menyakitkannya.
"Le... lepaskan...aku," ucapnya dengan napas sesak. Ia tidak mampu menanggungnya lagi.
...