NovelToon NovelToon
Cinta 1 Atap Bareng Senior

Cinta 1 Atap Bareng Senior

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.

Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.

Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 5 Menata Jarak, Menyimpan Rindu

Sejak malam Saras mengatakan bahwa mereka perlu menjaga jarak, suasana di rumah kos mereka berubah total. Bukan hanya canggung, tapi juga terasa asing. Seperti dua orang yang tinggal di bawah atap yang sama, namun seolah-olah dipisahkan oleh tembok transparan. Mereka saling melihat, tapi tak bisa benar-benar menjangkau.

Galuh bangun pagi-pagi sekali hari itu. Bukan karena ia punya kelas pagi, melainkan karena sudah beberapa hari ini ia sulit tidur nyenyak. Pikirannya penuh oleh kata-kata Saras. Ia mencoba memahaminya, menyadari bahwa Saras tidak bermaksud menyakitinya, namun tetap saja perasaan itu menoreh dalam.

Ia membuka kulkas, hanya ada sebotol air dan sisa roti tawar. Biasanya, Saras selalu memastikan kulkas tidak kosong. Galuh meraih roti itu dan menatapnya kosong.

“Pagi.”

Suara itu membuat Galuh sedikit tersentak. Saras berdiri di ambang pintu dapur, mengenakan hoodie abu-abu dan celana panjang hitam. Wajahnya terlihat lelah, matanya sedikit bengkak.

“Pagi, Kak,” balas Galuh pelan.

Tak ada percakapan lanjutan. Saras berjalan ke arah kulkas, mengambil air minum, lalu kembali ke kamarnya tanpa menoleh.

Dan itu menyakitkan.

---

Di kampus, Galuh mencoba mengalihkan perhatian. Ia ikut rapat organisasi, sibuk menyusun proposal kegiatan, dan bahkan mulai mengerjakan tugas-tugas kelompok dengan lebih cepat. Tapi semua itu tidak benar-benar menghapus Saras dari pikirannya.

Salah satu teman sekelasnya, Hana, menyadari perubahan itu.

“Kamu kenapa, Gal? Akhir-akhir ini kamu keliatan kayak robot. Kerja, diam, pulang.”

Galuh tersenyum seadanya. “Nggak apa-apa, Han. Lagi banyak pikiran aja.”

“Kosnya aman?”

Galuh mengangguk. Tapi senyumnya tidak meyakinkan.

Hana menatapnya sebentar, lalu menepuk pundaknya. “Kalau butuh teman cerita, gue ada.”

“Thanks.”

---

Malam itu, Galuh memutuskan untuk keluar sebentar. Ia butuh udara. Ia butuh jeda dari tatapan kosong Saras yang menghantui rumah kos mereka. Ia berjalan ke taman kecil dekat kampus. Tempat itu biasanya sepi malam-malam, dan itulah yang ia butuhkan.

Ia duduk di bangku kayu tua, menatap langit gelap tanpa bintang. Tangannya merogoh saku jaket dan mengeluarkan ponselnya. Ia membuka galeri melihat foto-foto Saras yang diam-diam pernah ia ambil. Saras sedang memasak, Saras yang tertidur di sofa, Saras yang tertawa saat menonton film horor dan berpura-pura tidak takut.

Galuh tertawa kecil, lalu mendesah panjang. Ia menulis catatan di ponselnya:

> "Mencintaimu adalah seperti menulis surat yang tak pernah kukirim. Aku tahu kau tak akan membacanya, tapi aku terus menulis."

---

Sementara itu, di rumah kos, Saras duduk sendirian di dalam kamarnya. Laptopnya terbuka, file tugas masih kosong. Pikirannya terus melayang ke Galuh. Ia merasa bersalah, tapi juga takut. Perasaan ini terlalu baru, terlalu asing. Ia tak tahu bagaimana cara menghadapinya.

Saras membuka laci kecil di samping tempat tidur dan mengeluarkan sebuah buku catatan tua. Ia membuka halaman-halaman awal. Tulisan tangan remaja yang dulu begitu polos dan ceria kini tampak asing. Ia membaca ulang beberapa paragraf yang ia tulis saat SMA. Tentang ketakutannya jatuh cinta. Tentang trauma dari seseorang yang dulu pergi begitu saja, meninggalkannya dengan pertanyaan tanpa jawaban.

Saras menutup buku itu dan menatap langit-langit kamar.

“Kenapa kamu datang saat aku sudah belajar untuk tidak butuh siapa-siapa, Galuh?”

---

Hari-hari berlalu, dan mereka tetap menjaga jarak. Namun perlahan, jarak itu tak lagi terasa dingin. Saras mulai menyapa Galuh saat pagi. Galuh mulai meninggalkan camilan kecil di depan pintu kamar Saras. Tak ada kata-kata, tak ada percakapan panjang. Tapi ada usaha kecil untuk saling tetap hadir meski tak bersentuhan.

Suatu sore, saat Galuh pulang lebih awal dari kampus karena dosennya tidak hadir, ia mendapati pintu kamar Saras terbuka sedikit. Terdengar suara musik klasik dari dalam.

“Eh, Kak Saras tidur, ya?” gumamnya pelan.

Namun saat hendak masuk ke kamarnya sendiri, ia mendengar suara isak.

Perlahan, ia mendekati pintu Saras dan mengetuk pelan. “Kak?”

Tak ada jawaban.

Galuh membuka pintu itu perlahan. Saras duduk di pojok tempat tidurnya, memeluk lutut, wajahnya basah oleh air mata.

Tanpa pikir panjang, Galuh masuk dan duduk di sebelahnya. “Kenapa, Kak?”

Saras menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis. “Aku... capek, Gal. Aku capek jadi kuat terus. Aku capek pura-pura nggak butuh orang lain.”

Galuh menatapnya, lalu menggenggam tangannya perlahan.

“Kamu nggak sendirian sekarang.”

Saras menatap Galuh dengan mata merah, lalu memeluknya. Pelukan yang awalnya ragu, tapi berubah menjadi erat. Seolah tubuhnya menyimpan semua rasa sakit yang selama ini ia tahan, dan akhirnya menemukan tempat untuk melepasnya.

Galuh memejamkan mata. Ia tahu, malam ini mungkin bukan awal dari sebuah hubungan yang indah, tapi setidaknya ini adalah titik di mana mereka mulai jujur pada luka masing-masing.

Dan mungkin, dari sanalah cinta tumbuh dengan perlahan.

1
Esti Purwanti Sajidin
waaahhhhhhhh keren galuh nya,laki bgt
kalea rizuky
bagus lo ceritanya
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 1 replies
kalea rizuky
Galuh witing tresno soko kulino yeee
ⁱˡˢ ᵈʸᵈᶻᵘ💻💐
ceritanya bagus👌🏻
Irhamul Fikri: terimakasih kak🙏
total 1 replies
lontongletoi
awal cerita yang bagus 💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!