NovelToon NovelToon
Ibu Kos Ku

Ibu Kos Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Lari Saat Hamil / Dikelilingi wanita cantik / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta
Popularitas:58.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aak ganz

roni, seorang pemuda tampan dari desa terpencil memutuskan untuk merantau ke kota besar demi melanjutkan pendidikannya.

dengan semangat dan tekat yang kuat iya menjelajahi kota yang sama sekali asing baginya untuk mencari tempat tinggal yang sesuai. setelah berbagai usaha dia menemukan sebuah kos sederhana yang di kelola oleh seorang janda muda.

sang pemilik kos seorang wanita penuh pesona dengan keanggunan yang memancar, dia mulai tertarik terhadap roni dari pesona dan keramahan alaminya, kehidupan di kos itupun lebih dari sekedar rutinitas, ketika hubungan mereka perlahan berkembang di luar batasan antara pemilik dan penyewa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30

"Oya Roni, aku dengar akhir musim kamu akan balik kampung. Apa benar itu?" tanya Miya, teringat akan hari di mana dia diberitahu oleh Bayu waktu itu.

"Dari mana dia tahu? Astaga, kalau dia sampai tahu, aku pasti dilarang pergi," gumam Roni sambil mengerutkan keningnya.

"Tidak kok, siapa yang bilang begitu? Aku akan pulang setelah sukses nanti," jawab Roni berbohong.

"Jangan bohong! Aku tahu kamu akan pergi. Aku ingat kalau kamu punya kekasih di sana. Siapa namanya itu? Aku lupa. Tapi apa benar?" kata Miya. Terlihat di wajahnya kecemburuan.

Merasa mungkin kalau dia memberitahu Miya soal ini, Miya akan sedikit menjaga jarak dengannya, Roni pun akhirnya mengakuinya.

"Ya, memang benar adanya. Namanya Ayu. Dia perempuan baik, sama sepertimu. Kami teman sejak kecil. Maaf kalau aku tidak pernah cerita sama kamu soal dia," jawab Roni dengan jujur.

"Terus kalau begitu, kira-kira siapa yang kamu pilih? Aku atau dia? Kalau misalnya harus memilih?" tanya Miya.

Mendengar pertanyaan seperti itu, Roni sedikit bingung harus memilih siapa. Apalagi keduanya adalah wanita yang baik dan juga perhatian kepadanya.

"Sepertinya aku tidak bisa memilih di antara kalian. Kalian sama-sama cantik dan baik. Kalau misalnya aku memilih salah satu di antara kalian dan membuat pertengkaran terjadi, lebih baik aku tidak memilih," kata Roni sambil berbaring di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar, mengingat masa-masa bersama Ayu.

Membicarakan soal Ayu membuat Roni tersenyum sendiri. Melihat itu, Miya pun sedikit kesal karena menyesal telah bertanya tadi.

"Roni... Aku dan kamu sudah bersama, dan itu sudah terlanjur. Misalnya kamu memilih menikahi dia, aku sanggup menjadi istri kedua. Aku tidak peduli dia marah padamu atau tidak. Intinya, aku juga ingin bersamamu. Aku tahu kau sangat mencintainya sampai kau tidak bisa melupakannya, padahal kau tidak tahu apakah sekarang dia sudah menikah atau belum. Apalagi waktu itu ada kabar soal perjodohannya dari orang lain," kata Miya terus terang.

"Miya, kamu wanita cantik, baik hati, dan juga jujur. Kenapa kamu tidak mencari pria yang lebih cocok untukmu? Lebih kaya dan juga tidak memiliki wanita lain yang dia cintai?" tanya Roni.

Miya memanggilnya sekali lagi.

"Roni..."

"Ya?"

"Kamu tahu tidak, apa itu kenyamanan?" tanya Miya.

"Iya, aku tahu..."

"Bagaimana pendapatmu soal kenyamanan itu? Karena kenyamanan seseorang bisa berbeda sudut pandang," tanya Miya lagi.

"Kenyamanan adalah perasaan tenang, aman, dan bebas dari gangguan, baik secara fisik maupun emosional. Itu bisa datang dari lingkungan yang mendukung, hubungan yang harmonis, atau bahkan dari dalam diri sendiri ketika merasa damai dan puas.

Kenyamanan juga bisa bersifat subjektif. Bagi sebagian orang, kenyamanan adalah berada di rumah dengan suasana yang akrab. Sementara bagi yang lain, itu bisa berarti berada di alam, mendengarkan musik, atau berbicara dengan seseorang yang memahami mereka," kata Roni sambil memikirkan soal itu.

"Aku setuju dengan kenyamanan yang kamu maksud. Aku juga seperti itu, hanya saja aku tidak bisa lepas dari zona nyaman itu. Sekali aku masuk, aku tidak bisa melepaskannya. Jika itu terpaksa lepas dariku tanpa kendaliku, aku akan seperti orang yang tidak punya impian lagi.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa aku nyaman bersamamu. Jika kamu meninggalkanku, maka aku tidak yakin bagaimana aku menjalankan hidup lagi. Kita bertemu di saat aku merasa tidak ada gairah hidup. Saat bertemu denganmu, gairah hidupku kembali.

Apabila aku dikecewakan lagi oleh kenyamanan yang aku dapatkan, maka aku mungkin memilih lebih baik mati daripada menjalani hidup. Itulah aku, Roni," ungkap Miya sambil menatap wajah Roni.

"Kenapa harus seperti itu, Miya? Kamu seharusnya lebih siap dengan segala hal yang terjadi dalam hidupmu. Kamu harus memikirkan apakah kamu akan sanggup melewatinya setelah kau memilih jalan itu.

Karena tidak semua yang kita inginkan berjalan sesuai keinginan kita. Jika kamu berpikir dan terus seperti apa yang kamu katakan tadi, maka kamu akan lebih terluka lagi," ujar Roni.

"Inilah hidupku, Roni. Inilah aku. Aku sejak kecil sudah dimanjakan oleh orang tuaku. Aku tidak pernah merasakan susah ataupun kesengsaraan, kecuali kehilangan kenyamananku. Kemanjaan itulah yang membuatku seperti ini.

Andaikan kamu belum hadir di saat ibuku meninggal, aku tidak yakin aku masih hidup sekarang. Kamu harus tahu, saat ini tujuan hidupku hanya karena kenyamanan darimu. Apabila kenyamanan darimu sudah hilang, maka aku pastikan aku tidak akan bisa bertahan," kata Miya.

"Miya, haruskah seperti itu? Pasti ada jalan lain..."

"Tidak, Roni. Semua sudah terlanjur. Ibarat kamu sudah diberikan oleh seseorang untuk menjadi milikku, dan aku sudah terlanjur denganmu. Aku tidak bisa kehilanganmu.

Aku lebih baik melihatmu bersama dengan yang lain, asalkan kamu masih punya hubungan denganku, daripada kau pergi meninggalkanku demi orang lain," kata Miya.

Mendengar itu, Roni merasa bahwa dia sudah terjebak dalam hidup Miya. Dia jadi bingung bagaimana dia akan menjalani semuanya ke depannya. Sedangkan janjinya untuk menikahi Ayu tidak bisa dia lupakan.

Roni menggaruk kepalanya yang terasa tidak gatal. Dia benar-benar pusing.

"Miya... Apa kamu mau menikah tanpa ada balasan cinta?" tanya Roni.

"Aku tahu kau juga mencintaiku, Roni. Hanya saja kau tidak menyadari itu. Buktinya, kamu tidak meninggalkanku. Kau juga masih nafsu dengan tubuhku," kata Miya.

Roni semakin pusing dengan jawaban Miya.

Miya membaringkan tubuhnya di samping Roni dan langsung memeluknya sambil berkata, "Aku harap kamu mengerti semua yang aku katakan tadi. Aku hanya minta satu hal, jangan pernah meninggalkanku. Aku tidak bisa hidup tanpamu," kata Miya lalu tertidur.

Roni hanya diam di dalam pelukan Miya tanpa menyadari bahwa Miya justru telah tertidur lebih dulu.

Keesokan harinya, Roni bangun pagi-pagi sekali. Dia berniat untuk lari pagi demi membugarkan tubuhnya. Setelah bersiap, ia berlari menuju taman kota.

Di sana, banyak wanita cantik yang menyapanya, bahkan beberapa di antaranya mengajaknya berkenalan. Namun, Roni hanya cuek dan tidak menggubris mereka. Pikirannya masih dipenuhi dengan apa yang dikatakan Miya semalam.

Dia benar-benar bingung sekarang. Di satu sisi, dia memiliki Ayu, yang sudah lama dia niatkan untuk dinikahi. Tapi di sisi lain, dia juga tidak bisa begitu saja meninggalkan Miya setelah semua yang dikatakan Miya semalam.

Namun, jika dia menikahi Miya, apakah Ayu akan setuju?

"Astaga! Kenapa di otakku selalu muncul pikiran itu terus? Aku harus lebih fokus dengan tujuan awalku," gumam Roni dalam hati.

Dreettt... dreettt...

Suara ponsel di kantong celananya berdering. Roni langsung mengangkatnya.

"Ya, halo..."

"Roni, kamu di mana?" tanya seseorang dari panggilan telepon. Itu adalah suara Miya.

"Aku lagi jogging," jawab Roni.

"Pantas saja tidak ada. Gawat, Roni! Tadi Papa menelpon aku. Katanya sedang terjadi keributan di gudang. Kamu diminta untuk segera ke sana. Sebenarnya, awalnya Papa tidak ingin melibatkanmu karena kamu baru saja sakit, tapi sekarang Papa tidak tahu harus berbuat apa," kata Miya dengan cemas.

"Aku sudah merasa baikan. Baiklah, aku akan ke sana nanti. Apa kamu masih di kosku?"

"Ya, aku baru bangun. Cepat pulang, aku tunggu. Kita ke sana nanti."

"Baiklah," jawab Roni lalu mematikan telepon.

Sudah lama dia tidak pergi ke gudang, dan kini dia tidak tahu bagaimana keadaan di sana.

Setelah sampai di kosnya, Roni dan Miya langsung bergegas menuju gudang.

Sesampainya di sana, Roni melihat gudang dalam keadaan berantakan, sepertinya baru saja terjadi keributan besar.

"Apa yang terjadi di sini? Kenapa semuanya begitu berantakan?" tanya Roni kepada salah satu pekerja yang ada di sana.

"Begini, Roni. Beberapa hari ini, karena gudang tidak ada yang mengontrol, banyak pekerja yang bekerja semau mereka sendiri. Akibatnya, banyak hasil panen yang jadi tidak terurus. Selain itu, banyak di antara mereka yang malas bekerja karena gaji mereka belum juga keluar," kata pekerja itu.

"Memangnya kemarin Tuan Bram menunjuk siapa untuk menggantikan saya?" tanya Roni ingin tahu siapa yang ditunjuk Tuan Bram untuk mengelola gudang saat dia sakit.

"Pak Reno, Roni. Tapi beberapa minggu ini, beliau tidak pernah datang. Banyak yang beranggapan kalau beliau kabur dengan hasil panen. Itulah sebabnya Tuan Bram marah besar. Ditambah lagi, para pekerja yang marah karena gaji mereka belum dibayarkan bulan ini," jelas pekerja itu.

Roni merasa ada yang janggal.

"Kenapa mereka marah-marah kepada Tuan Bram dan merusak gudang? Padahal mereka tahu kalau Reno yang mengendalikan gudang sekarang," pikirnya.

"Sebentar... Reno? Bukankah dia anggota kelompok mafia? Kenapa Tuan Bram bisa mempercayainya?" tanya Roni dengan curiga.

"Tentu saja Tuan besar percaya, karena banyak pekerja yang merekomendasikan dia untuk menangani gudang. Tuan besar kan jarang sekali datang ke sini dan tidak tahu siapa yang lebih berpengaruh untuk menggantikanmu sementara.

Semua ini juga baru terjadi setelah mereka mengetahui kalau kamu sudah pulang dari rumah sakit. Itu sih yang saya tahu, Roni."

"Baiklah, terima kasih informasinya. Sekarang, kamu dan pekerja lainnya tolong rapikan semuanya. Saya akan pergi mengurus sisanya. Hubungi saya jika terjadi sesuatu lagi," kata Roni, lalu naik ke atas motornya diikuti oleh Miya.

Mereka menuju rumah Tuan Bram untuk memberitahukan semua yang terjadi di gudang.

Sesampainya di rumah Miya, Tuan Bram sudah menunggu di sana. Begitu mereka tiba, dia langsung bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Roni pun menjelaskan semuanya sesuai dengan informasi yang dia dapatkan dari pekerja tadi.

"Pantas saja si Reno itu selalu menunda memberikan hasil panen beberapa bulan ini. Dia selalu beralasan ingin mengembangkan gudang dan membuka cabang lain. Bodohnya aku malah percaya," kata Tuan Bram dengan nada kesal.

"Tenang, Om. Semua ini bukan salah Om. Om juga punya banyak urusan lain dan tidak punya banyak waktu untuk mengurus gudang. Aku ada rencana untuk menemukan Reno. Om hanya perlu membantuku mencari informasi tentang dia dari orang-orang Om," kata Roni.

"Aku sudah punya informasi soal Reno. Dia tidak kabur. Dia masih berada di Jakarta. Waktu itu aku pernah meminta orangku untuk menyelidikinya. Ternyata benar, dia anggota mafia. Awalnya aku lega karena kelompok mereka tidak pernah berbuat masalah. Tidak kusangka, malah berencana seperti ini kepadaku," ujar Tuan Bram.

"Om tahu di mana lokasi mereka?" tanya Roni.

"Roni, ini sangat berbahaya. Kamu tidak perlu mengurusnya. Aku juga tidak keberatan rugi berapa pun sekarang, asalkan kamu jangan pergi. Mereka sangat berbahaya," kata Tuan Bram, berusaha mencegahnya.

"Benar, Roni. Apa yang dikatakan Papa itu benar. Kamu baru saja sembuh, tidak mungkin kamu ke sana. Mereka tidak mungkin menyerah tanpa perlawanan," kata Miya, ikut melarang.

"Kalian tidak usah khawatir. Semua ini tanggung jawabku. Aku hanya butuh beberapa orang untuk bersamaku ke sana," ucap Roni, sedikit pun tidak menunjukkan rasa takut.

"Tapi Roni, itu berbahaya! Mereka kelompok mafia. Mereka tidak punya aturan selain membunuh. Mereka juga tidak takut polisi!" ucap Miya khawatir.

"Aku tidak peduli apakah mereka mafia atau bukan. Kalau dibiarkan terus, ini akan semakin parah. Lagi pula, mereka juga makan nasi sama seperti kita," kata Roni dengan penuh tekad.

Di sebuah markas mafia yang mewah, Reno duduk santai di atas sofa empuk, ditemani oleh dua wanita seksi. Ia tampak menikmati kebersamaannya dengan mereka saat salah satu bawahannya datang menghampirinya atas permintaannya.

"Bagaimana dengan gudang itu? Apa kalian sudah memporak-porandakannya seperti yang aku minta?" tanya Reno dengan nada santai.

"Sudah, Tuan, seperti yang Anda perintahkan," jawab bawahannya.

"Bagus... Aku rasa setelah ini, Tuan Bram tidak akan mengira bahwa akulah dalangnya," ujar Reno sambil tersenyum licik.

"Tapi, Tuan, bagaimana dengan dana hasil panen? Tuan Bram pasti akan memintanya dari Anda," tanya bawahannya dengan ragu.

"Tenang saja. Aku masih punya dana. Kita akan memberikan sebagian saja. Jika dia meminta sisanya, kita tinggal bilang bahwa semuanya sudah aku pakai untuk memperbaiki gudang," kata Reno penuh percaya diri.

"Wah, ide Anda bagus juga, Tuan. Tapi bagaimana kalau Tuan Muda sampai tahu perbuatan kita? Selama ini, saya mengikuti Tuan Muda. Beliau tidak pernah melakukan hal seperti ini, apalagi sampai berurusan dengan polisi," ujar bawahannya dengan cemas.

Tuan Muda yang ia maksud adalah Ricky, pemimpin besar kelompok mafia mereka.

"Tenang saja, cukup ikuti perintahku. Semuanya tidak akan diketahui. Lagipula, aku lebih suka bisnis seperti ini, keuntungannya jauh lebih besar. Tuan Muda sekarang sedang di Surabaya, dan aku yang ditunjuk untuk menangani kelompok ini. Jadi, semuanya aman... Asalkan kamu tidak membocorkan hal ini," kata Reno dengan penuh keyakinan.

Reno memang benar-benar memanfaatkan posisinya sebagai anggota mafia untuk melakukan berbagai bisnis ilegal. Selain menipu dan mengambil hak orang lain, ia juga menjalankan bisnis narkoba serta perdagangan wanita tanpa sepengetahuan Ricky. Ia memanfaatkan kelompok yang dibangun oleh Ricky dan keluarganya demi keuntungan pribadinya.

"Baik, Tuan. Saya berjanji akan tetap tutup mulut," kata bawahannya patuh.

"Bagus! Malam ini kita pesta. Pilih wanita yang kamu inginkan sebelum mereka dikirim ke luar negeri," ujar Reno sambil kembali bermain dengan dua wanita di sampingnya.

Namun, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari luar.

"Hei! Siapa kamu? Berani sekali datang ke sini tanpa izin?" suara seorang penjaga menghentikan langkah seseorang yang mencoba menerobos masuk.

"Di mana Reno? Aku ada urusan dengannya. Bisa kau panggilkan dia?" tanya orang itu dengan suara tegas.

Orang itu adalah Roni. Ia datang sendirian, sementara orang-orang yang dikirim oleh Tuan Bram ia suruh tetap di luar dan hanya masuk jika terjadi keributan.

"Hei, bodoh! Apa kau tahu tempat ini apa? Ini bukan tempat sembarang orang. Hanya yang punya janji yang boleh datang ke sini! Cepat pergi! Tuan Reno tidak mungkin punya urusan dengan orang sepertimu!" bentak penjaga itu, menolak membiarkan Roni masuk.

"Kalau kau tidak mau memanggilkannya, maka aku akan membuat keributan," kata Roni dengan nada tenang.

Para penjaga tertawa mendengarnya. Namun, seketika itu juga, BUGH! Roni melayangkan pukulan ke wajah mereka, membuat beberapa penjaga langsung jatuh pingsan.

Sejak kejadian yang menimpanya, Roni kini menjadi lebih tegas dan tidak banyak bicara. Apalagi sekarang dia berhadapan dengan mafia, jadi dia harus lebih serius.

Salah satu penjaga yang tidak terkena pukulan langsung berlari masuk untuk melapor kepada Reno.

"Tuan! Sesuatu terjadi di luar! Ada seseorang yang berani mencari masalah dan berkata bahwa dia mencarimu!" lapor penjaga itu dengan panik.

Reno yang sedang menikmati wanita di atasnya tampak kesal.

"Siapa dia? Berani sekali!" gumamnya kesal.

"Jangan ganggu aku! Aku sedang bersenang-senang! Panggil beberapa orang untuk menghentikannya!" perintah Reno dengan malas.

"Baik, Tuan!"

Sementara itu, Roni semakin masuk ke dalam markas mafia tersebut. Ia melihat sekeliling dan mendapati lingkungan itu cukup besar, dengan sebuah gedung mewah berdiri megah di hadapannya.

"Oh, jadi ini markas mafia? Mewah juga," gumamnya.

Tiba-tiba, sekelompok pria bersenjata datang menyerangnya.

"Itu dia! Cepat habisi dia!" seru seseorang sambil berlari ke arah Roni.

Namun, Roni dengan sigap melawan mereka. Meskipun mereka adalah anggota mafia, mereka bukanlah lawan yang sepadan bagi Roni.

Beberapa saat kemudian, tempat itu penuh dengan orang-orang yang tergeletak di tanah akibat pukulan Roni dan beberapa orang suruhan Tuan Bram.

"Jangan habiskan tenaga kalian percuma! Lebih baik sekarang panggilkan Reno! Cepat!" pinta Roni.

Salah satu dari mereka yang ketakutan langsung menurut dan pergi memanggil Reno.

Sementara itu, di dalam, Reno tampak masih bersantai.

"Kenapa? Apa sudah dibereskan?" tanyanya santai saat melihat bawahannya datang dengan keadaan terluka.

"Tuan, dia dan orang-orangnya sangat kuat! Kami tidak bisa melawan mereka! Apa kita meminta bantuan dari kelompok lain?" kata bawahannya dengan napas tersengal.

Mendengar itu, Reno langsung murka.

"Dasar bodoh! Begini saja kalian tidak becus! Taruh di mana wajahku jika kalian malah kalah dan melapor ke anggota lain!" bentaknya.

Reno segera bangkit dari sofa, lalu melempar wanita yang ada di atasnya tadi ke samping dengan kasar.

"Maaf, Tuan, tapi mereka benar-benar kuat!" kata bawahannya lagi.

Reno yang kesal langsung memukul bawahannya itu, lalu berjalan keluar untuk melihat apa yang terjadi.

Saat keluar, Reno sedikit terkejut melihat bawahannya sudah terkapar di tanah.

Dia bertepuk tangan sambil tersenyum.

"Wah... Hebat sekali! Siapa yang datang siang-siang begini ingin bermain-main denganku?" kata Reno sambil menatap ke arah Roni.

"Siapa kamu? Apa maksudmu membuat kekacauan di tempatku?" tanyanya.

Roni hanya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan berkata, "Aku hanya mengambil dana yang telah kau bawa kabur. Tapi mereka menghalangiku, jadi terpaksa aku harus membuat mereka merasakan akibatnya."

"Begitu ya? Astaga, baiklah. Maaf, mungkin mereka tidak tahu maksudmu," ujar Reno.

"Cepat ambilkan koper di dalam!" perintahnya pada salah satu bawahannya.

Tak lama, koper itu dibawa keluar dan Reno langsung melemparkannya ke tanah.

Roni mengambil koper itu, membukanya, dan melihat isinya.

"Ini masih kurang! Aku tahu nilai semuanya! Ini jauh dari cukup, Reno! Cepat berikan semuanya!" kata Roni dengan nada tegas.

"Apa yang kau tahu, bodoh? Uangnya memang hanya segitu! Jadi tolong pergilah kalau kamu tidak mau mendapat masalah! Aku tidak punya waktu untuk meladenimu," ujar Reno berbohong.

"Selama kamu tidak memberikan semuanya, aku tidak akan pergi! Jika perlu, aku akan memaksamu!" ucap Roni, memperingatkan Reno.

Reno mulai panik. Ia berpikir untuk mencari cara agar bisa kabur.

"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengambilkan sisanya," katanya, berpura-pura.

Namun, saat berbalik, ia diam-diam mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi kelompok lain untuk meminta bantuan.

Tanpa ia sadari, Roni mengikutinya.

Dengan cepat, Roni merebut ponsel dari tangan Reno dan membantingnya ke dinding hingga hancur.

"Kau kira aku bodoh? Cepat berikan sisanya!" bentaknya.

"Tunggu dulu! Kita bisa bicara baik-baik!" kata Reno mulai ketakutan.

1
Randu Ceria
cinta sejati tetapi mengorbankan orang lain
Zurita Fanani
Luar biasa
Halik M
hancur harga diri mafia sama bumil🤣
M 3
dibuka rahasianya maya thor biar menyatu kmbali sama roni kasian masak yang lain ngumpul dia sendiri
Halik M
bahh...enak kali hidup kau Rony,
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
bagus sekali 👍👍👍👍👍👍❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Oeuiabee
Miya j*lang
Mardelis
hal bisa, pasti putuss ditengah, jejejejje
Mardelis
roni roni, baik tapi mental kurang baik, heheheeh
Godoy Angie
Asik banget!
Aak Gaming: terus ikutin ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!