Novel ini merupakan karya pertama dari author. Harap dimaklumi jika ada beberapa chapter yang harus di "Revisi"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mas teguh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Tahun Seratus ribu Satu Kalender Federasi Manusia.
Di kedalaman Galaksi Bima Sakti terdapat suatu sistem bintang dengan lima planet yang setia mengorbit pada satu bintang, yang mana kemudian bintang tersebut disebut matahari.
Pada sistem bintang ini hanya ada satu planet yang ditempati oleh manusia, sedangkan planet yang tersisa tidak memenuhi syarat untuk layak dihuni. Ketiadaan oksigen dan padatnya unsur-unsur kimia yang berbahaya menjadi salah satu penyebabnya.
Planet tersebut berukuran cukup besar, berdiameter dua puluh lima ribu kilometer, dan permukaannya didominasi oleh warna kebiru-biruan. Terlihat sebagian planet diselimuti oleh kegelapan, menandakan bahwa sisi tersebut berada dalam suasana malam hari, sedangkan disisi lain permukaan planet tampak disinari cahaya matahari. Planet tersebut bernama Xypherion.
*****
Planet Xypherion, pusat ibukota Xypherion.
Di sebuah kamar, cahaya lampu menerpa disetiap sudut-sudut dindingnya. Dinding kamar tersebut terkesan futuristik, dengan perpaduan warna hitam dan putih yang membuatnya tampak elegan.
Meja dan kursi yang berada di sisi ruangan terlihat tertata dengan rapi, diatasnya dapat dijumpai sebuah komputer yang sangat canggih. Dikamar tersebut terlihat sebuah tempat tidur yang cukup mewah, dengan tema teknologi yang bergaris-garis, memberikan kesan pemiliknya seorang yang menyukai sains.
Namun, hal yang paling istimewa, di kasur tersebut ada seseorang yang sedang tidur diatasnya, memakai baju tidur berwarna putih yang diselimuti oleh sedikit garis-garis berwarna hitam.
Wajah sosok ini sangat tampan, dengan rambut putih sedikit panjang yang menambah daya tariknya. Dari dekat, umurnya sekitar lima belas tahun, nampak dari raut wajahnya yang masih muda seperti seorang remaja. Remaja tersebut bernama Luciel. Ya, seorang Luciel Xypherion.
Alarm!
Alarm!
Alarm berbunyi memenuhi kamar itu, menandakan bahwa pemiliknya harus bangun dari alam mimpinya.
Membuka matanya, Luciel kemudian bangkit lalu duduk di tempat tidurnya. Setelah itu, ia kemudian berjalan kearah meja untuk mematikan alarm, terlihat di alarm tersebut sudah menunjukkan pukul tujuh.
Berjalan dengan langkah yang malas, Luciel kembali kearah tempat tidur untuk merapikannya, kemudian ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, ia kemudian membuka pintu kamarnya, menuruni tangga Luciel berjalan kearah ruang makan.
Di ruang makan, ia melihat ayahnya yang sepertinya sedang sibuk.
Memegang tabnya, ayah Luciel terlihat fokus dan cermat, matanya yang tajam seolah-olah melihat setiap kekurangan dari laporan, meninggalkan ekspresi dingin yang menyeramkan.
Tetapi meskipun begitu, ekspresinya yang dingin tidak menutupi kenyataan bahwa wajahnya sangat tampan. Setiap wanita yang melihatnya, kemungkinan mereka akan berteriak histeris, terlebih lagi rambut putihnya yang pendek meninggalkan kesan yang mempesona.
Tidak seperti Luciel dengan wajah tampannya yang khas remaja, wajah ayahnya terkesan lebih dewasa. Mengeluarkan aura seorang pria dewasa yang maskulin.
Menarik kursi, Luciel duduk disamping ayahnya. Setelah itu ia berkata,
"Selamat pagi, ayah."
Mendengar kata dari Luciel, ayahnya hanya berdehem.
Namun Luciel yang mendengarnya tidak ambil hati, ia sudah biasa mendapatkan respon seperti itu dari ayahnya. Bukan berarti ayahnya tidak menyayanginya, hanya saja ungkapan sayang ayahnya sedikit berbeda dari orang tua pada umumnya. Terkesan sedikit Keras.
Tak lama kemudian, makanan siap untuk disajikan. Ada beberapa menu makanan yang tersedia diatas meja, baunya yang harum terlihat menggugah selera.
Luciel yang melihatnya, matanya sedikit berbinar, kemudian ia berkata,
"Menu baru lagi? Aku menyukainya!"
Para maid yang mendengarnya terlihat tersenyum, syukurlah tuan muda menyukainya.
Melihat mata Luciel berbinar, Lucian mengangkat alisnya, Anak ini..
Ya, nama ayah Luciel adalah Lucian. Lucian Xypherion merupakan kepala Clan dari Clan Xypherion, usianya baru saja menginjak tiga ribu tahun.
Tak lama kemudian munculah seorang wanita yang cantik, mengenakan pakaian berwarna hitam dan juga membawa makanan ditangannya. Rambutnya yang hitam panjang menonjolkan keanggunannya.
Elina Xypherion melihat suami dan anaknya, ia tersenyum. kemudian ia meletakkan makanan tersebut ke atas meja makan.
"Ciel sayang, ini menu baru dari para maid. Silahkan makan!"
Luciel yang mendengarnya mulutnya cemberut. Dahinya sedikit berkerut, kemudian ia berkata dengan nada suara ingin protes,
"Bu, aku sudah dewasa. Umurku sudah lima belas tahun, jangan panggil aku dengan cara yang memalukan seperti itu!"
Mendengarnya Elina menyipitkan matanya kearah Luciel, setelah itu ia tersenyum dengan lembut.
Melihat ekspresi ibunya, Luciel mengecilkan lehernya. Wajahnya terlihat kaku, ia merasa takut, nampak dominasi ibunya yang besar. Baiklah-baiklah, aku tidak akan protes lagi.
Lucian yang melihat wajah anaknya yang takut ia merasa lucu. Menarik sudut mulutnya keatas, ia seakan-akan mengejek Luciel.
"Ketika sedang makan, tidak boleh memegang apapun kecuali alat makan. Simpan selain itu!"
Terkejut, Lucian membuang tab di tangannya secara acak, wajahnya dipenuhi keringat dingin. Tetapi setelah itu, ia kemudian makan dengan cara yang khusuk. Tabnya tidak jatuh seperti yang diduga, namun alat tersebut di hisap oleh pusaran dimensi.
Melihat kedua orang itu, Elina mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian ia menarik kursi untuk duduk di atasnya. Ia makan bersama mereka.
Memikirkan kembali, Lucian berkata,
"Luciel, setelah makan datanglah ke arena latihan!"
Mendengar perkataan ayahnya, Luciel menjawab,
"Baik, ayah!"
"Tidak ada boleh berbicara ketika sedang makan!"
Mereka berdua yang mendengarnya langsung berkeringat dingin, ibu benar-benar sosok yang menakutkan.
Para maid yang melihatnya tersenyum lucu, mereka menutup mulutnya agar tidak tertawa.
*****
Arena Latihan di kediaman Clan Xypherion.
Di arena latihan, Luciel dan Lucian saling berhadapan, mata mereka saling menatap dengan tajam. Dilihat dari dekat, wajah Luciel nampak serius. Pada sesi latihan sebelumnya, Luciel dikalahkan dengan telak, ayahnya dengan kejam memukulinya.
Namun tidak seperti tidak mendapat manfaat apapun, Luciel sangat tahu bahwa pukulan yang ia dapatkan bukan karena disengaja, tetapi ada maksud didalamnya.
Ayahnya berkata bahwa jika seseorang ingin menjadi seorang praktisi, maka ketika pertama kali berlatih pondasi mereka harus kuat. Dengan pondasi yang lebih kuat ketika kemampuan sihir dibangkitkan, maka orang tersebut akan dapat memahami tingkat kemampuan sihir yang dimiliki dengan sangat baik.
Biasanya, dalam sejarah pengetahuan manusia, kemampuan sihir seseorang akan bangkit ketika umurnya kurang dan lebih mencapai enam belas tahun. Pada saat itu juga, anak-anak akan mendaftar diri untuk memasuki akademi sihir ketika mereka lulus dari sekolah menengah.
Disamping itu, perekrutan dari akademi sihir bukan hanya untuk mendapatkan murid, tetapi juga menjadi ajang bagi praktisi pemula untuk membangkitkan kemampuan sihirnya.
Memikirkan hal ini Luciel merasa bersemangat, ia merasa apa yang ayahnya ucapkan itu memang benar. Seorang harus memperkokoh pondasi terlebih dahulu baru melangkah untuk membangkitkan kemampuan sihirnya, setelah itu ketika kebangkitan terjadi maka dapat dipastikan bahwa ketika mereka melangkah kejalur beladiri sihir kekuatan mereka aka sangat kuat.
Kembali fokus, Luciel melesat maju kearah ayahnya. Setelah itu ia mengayunkan tangannya untuk meninju dibagian sisi kanan wajah ayahnya.
Lucian yang melihat ini, wajahnya yang dingin tidak memliki ekspresi apapun. Mengangkat tangannya, ia kemudian menangkis tinju Luciel dengan ujung jari telunjuknya.
Melihat tinjunya diblokir, Luciel tidak tinggal diam. Memutar tubuhnya, ia kemudian melakukan tendangan ke belakang. Tetapi tidak seperti yang diharapkan, tendangannya diblokir oleh ayahnya. Terlebih lagi sama seperti sebelumnya, ayahnya memblokir dengan jari telunjuknya.
Merasa gerakannya gagal, Luciel kemudian memilih mundur beberapa meter jauhnya dari ayahnya. Ia merasa ayahnya sangat hebat, apalagi matanya yang tajam seakan-akan dapat memprediksi setiap langkah yang akan ia lakukan. Pengalaman tidak akan membutakan seseorang.
Memikirkan kembali ia mengerutkan kening, kemudian dengan langkah yang pasti ia menyerang kembali. Luciel tampak sangat mantap, terkadang melakukan gerakan meninju, menendang dan juga terkadang melakukan gerakan yang sedikit ekstrim.
Namun lagi-lagi gerakan tersebut dapat di blokir oleh ayahnya, seseorang yang ahli berbeda dengan seseorang yang newbie.
Setelah beberapa menit Luciel duduk dengan terengah-engah, tubuhnya dipenuhi oleh keringat. Ia merasa tubuhnya remuk, ketika sesi latihan berlangsung ayahnya sangat kejam terhadap nya, nampak dari tubuhnya yang memiliki sedikit lebam yang berwarna keunguan.
Mengangkat alisnya, Lucian kemudian mengambil serum penyembuh dari cincin ruangnya. Dengan nada yang terkesan dingin kemudian ia berkata,
"Ini, minumlah!"
Melihat ayahnya melemparkan serum penyembuh kearahnya, Luciel menangkapnya dengan tepat. Dengan terengah-engah ia kemudian berkata,
"Terimakasih, ayah."
(Akan Direvisi)