NovelToon NovelToon
CINTA DALAM ENAM DIGIT

CINTA DALAM ENAM DIGIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Mafia / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: reni

Aurelia Nayla, tumbuh sebagai gadis lugu yang patuh pada satu-satunya keluarga yang ia miliki: Dario Estrallo. Pria yang dingin dan penuh perhitungan itu memintanya melakukan misi berbahaya—mendekati seorang dosen muda di universitas elit demi mencari sebuah harta rahasia.

Leonardo Venturi. Dosen baru, jenius, dingin, dan tak tersentuh. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, kecuali Dario—musuh lama keluarganya.
Yang tak diketahui Dario, kode untuk membuka brankas warisan sang raja mafia justru tersembunyi di tubuh Leo sendiri, dalam bentuk yang bahkan Leo belum ketahui.

Sementara Aurelia menjalankan misinya, Leo juga bergerak diam-diam. Ia tengah menyelidiki kematian misterius ayahnya, Alessandro Venturi, sang raja mafia besar. Dan satu-satunya jejak yang ia temukan, perlahan menuntunnya ke gadis itu.

Dalam labirin rahasia, warisan berdarah, dan kebohongan, keduanya terseret dalam permainan berbahaya.
Cinta mungkin tumbuh di antara mereka,
tapi tidak semua cinta bisa menyelamatka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Percikan hasrat dibalik kedok

Bangunan kampus yang menjulang dengan arsitektur modern bergaya Eropa tampak megah saat diterpa sinar matahari pagi. Dinding kaca berkilau, dan ukiran di sisi pilar memberikan kesan mewah namun kokoh.

Lorong-lorongnya dipenuhi mahasiswa baru yang masih sibuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang asing. Beberapa di antaranya berjalan cepat sambil membaca jadwal kelas, ada yang tertawa lepas dengan teman barunya, tapi sebagian besar justru sibuk menebak-nebak siapa dosen paling tampan yang katanya baru pindah dari luar negeri. Nama Leo Venturi makin lama makin sering terdengar dari bibir ke bibir, terutama di antara para mahasiswi yang berdiri di dekat tangga atau pura-pura mencari ruangan padahal hanya ingin melihat sekilas sosok yang sedang jadi perbincangan itu.

Namun, bagi Leo, semua itu tak berarti apa-apa.

Ia berjalan melewati koridor dengan langkah tenang dan penuh percaya diri. Jas hitamnya jatuh sempurna di tubuh tingginya yang tegap, membuatnya tampak seperti model dalam iklan parfum mahal. Rambutnya yang sedikit berantakan tetap tampak rapi, seolah tertata alami oleh angin. Sorot mata coklat gelapnya tetap dingin, nyaris membekukan udara di sekitarnya, meski banyak pasang mata terpaku padanya—beberapa bahkan menahan napas. Leo seakan tidak tersentuh—dan memang tidak ingin disentuh.

“Aku dengar dia jago banget di bidang Kriminologi... Tapi katanya galak parah,” bisik seorang mahasiswi pada temannya sambil menyikut lengan temannya antusias.

“Galak dan dingin, tapi... menawan. Parah sih,” timpal temannya, matanya mengikuti gerakan tubuh Leo yang baru saja masuk ke ruang dosen, seperti menonton tokoh utama dalam drama Korea.

Di sisi lain kampus, Aurelie tampak duduk di bangku taman. Hembusan angin menggoyangkan rambut panjangnya yang tergerai. Jemarinya menggenggam ponsel, tapi matanya kosong, menatap layar yang menampilkan satu pesan:

> "Jangan gegabah. Ingat, kamu belum tahu siapa dia sebenarnya."

Aurelie menghela napas panjang. Bahunya sedikit merosot, dan matanya mengerjap pelan, seolah berusaha mengusir rasa cemas yang tiba-tiba menyergap. Pesan itu membuat pikirannya semakin kacau. Dario memang belum pernah menceritakan secara rinci siapa Leo sebenarnya, tapi kalimat yang ia ucapkan beberapa hari lalu terus menghantui pikirannya:

> “Ayahmu terbunuh... dan pria itu ada hubungannya.”

“Kenapa malah aku yang disuruh mengawasi orang yang bahkan gak aku kenal?” gumamnya pelan, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri. Matanya berkedip lambat, dan tangan kirinya memijit pelipis.

“Hei, kamu ngelamun lagi,” suara Nadine memecah lamunannya. Nadine datang dari arah kantin, menggenggam dua cup kopi instan.

Aurelie tersenyum kecut, senyum yang lebih banyak lelah daripada bahagia. “Cuma kepikiran kelas Kriminologi nanti.”

Nadine tertawa kecil sambil menyerahkan kopi ke tangannya. “Kelas bareng Mr. Leo ya? Semua cewek ngarep dia ngelirik mereka. Tapi kamu? Kamu tuh malah kelihatan kayak nggak tertarik sama sekali.”

“Emang iya,” jawab Aurelie datar, mengangkat bahu ringan. Tapi matanya... menyiratkan sesuatu yang lain.

Padahal, dalam hati, Aurelie tahu—Leo bukan tipe siapa-siapa. Ia berbeda. Dingin, tak bisa dibaca, dan justru itulah yang membuatnya terasa berbahaya.

---

Sementara itu, di ruangan dosen yang remang dan beraroma kayu tua bercampur kopi hitam, Leo duduk sendirian. Ia menyandarkan tubuh ke kursi kulit, dan matanya tertuju pada sebuah bingkai foto kecil di meja kerjanya—foto dirinya dan sang mama, Isabella.

Wajahnya melembut sesaat. Tangan kanannya menyentuh bingkai itu perlahan, jempolnya menyapu debu tipis yang menempel. Meski hanya satu foto sederhana, ada kehangatan yang selalu terasa saat memandangnya. Tapi sekaligus juga... luka.

Wajah Isabella beberapa tahun terakhir bukan lagi wajah yang dikenalnya dulu. Mama yang dulu anggun, tenang, dan penuh cinta... kini hidup dalam bayang-bayang kecemasan.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Mam?” Leo bergumam lirih, suara seraknya nyaris tenggelam dalam hening.

Ia membuka laptop, dan jemarinya bergerak cepat membuka folder khusus. Ratusan file laporan, rekaman, artikel—semuanya tentang kecelakaan ayahnya. Sudah dibaca puluhan, bahkan ratusan kali. Tapi tetap saja... sesuatu terasa janggal. Terlalu rapi. Terlalu sempurna.

Dan sekarang, ia punya misi baru: mengorek lebih dalam.

---

Malam itu, di balkon rumahnya yang menghadap taman belakang, Leo duduk bersama mamanya. Isabella mengenakan cardigan tebal, tangannya menggenggam cangkir teh hangat. Angin malam membelai rambut peraknya yang dulu hitam legam. Tatapannya kosong, mengarah ke langit—namun tak benar-benar melihat.

“Mam, kamu udah minum obatnya?” tanya Leo pelan, suaranya mengandung kekhawatiran yang ditahan.

Isabella menoleh perlahan, tersenyum kecil. “Sudah, Sayang. Kamu terlalu sering khawatir.” Nadanya lembut, tapi suaranya lemah, seperti tubuhnya yang semakin kurus.

Leo duduk di sampingnya, menyandarkan tubuh di sandaran bangku. “Mama gak pernah cerita... tentang hari itu.”

Isabella terdiam cukup lama. Udara menjadi dingin. Lalu dengan suara yang nyaris seperti bisikan, ia berkata, “Beberapa luka, tidak bisa dibagi. Bukan karena ingin menyembunyikan, tapi karena terlalu menyakitkan untuk diulang.”

Leo menunduk pelan, menggenggam tangan mamanya. Tak ada lagi kata. Hanya hening—dan luka yang belum sembuh.

---

Di sisi lain, Lia—nama samaran Aurelie—kembali ke asrama malam itu. Pintu dibuka pelan, dan ia langsung melepaskan napas panjang, seolah beban yang ia pikul hari ini terlalu berat.

Nadine sedang membaca buku, duduk bersila di tempat tidur. Begitu melihat Aurelie masuk, ia meletakkan buku dan tersenyum lebar.

“Hari ini kelihatan capek banget, Li.”

“Lumayan,” jawab Aurelie sambil melepas cardigan dan menggantungnya di balik pintu. Ia mengusap tengkuknya yang pegal. “Kamu sendiri gimana? Lancar kelasnya?”

“Minggu pertama masih santai. Tapi... kamu sendiri, kamu kayak punya beban, tapi gak pernah cerita,” ucap Nadine sambil mengamati gerak tubuh Aurelie yang seolah ingin cepat-cepat masuk ke balik selimut.

Aurelie terdiam sejenak. Ia menatap Nadine, lalu tersenyum tipis—senyum yang lebih banyak menyembunyikan daripada menunjukkan. “Nggak semua beban bisa dibagi, Din.”

Nadine mengangguk, walau dalam hati merasa khawatir. Ia sudah terbiasa dengan sikap Aurelie yang selalu jadi tempat cerita, tapi tak pernah meminta didengarkan balik. Lia adalah misteri yang membungkus dirinya rapat-rapat.

Namun malam itu, setelah Nadine tertidur, lampu asrama sudah dipadamkan, hanya cahaya dari layar ponsel yang menerangi wajah Aurelie. Dengan mata yang sayu dan jemari gemetar, ia mengetik sesuatu di catatan:

> "Leo Venturi. Sorot mata elangnya seperti menyimpan luka yang belum selesai. Tapi apakah dia benar-benar sejahat itu? Atau... hanya topeng?"

1
Gingin Ginanjar
bagus banget/Drool//Drool//Drool/
Langit biru: Terimakasih/Kiss/ Baca terus ya🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!