NovelToon NovelToon
Andai

Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mamah Mput

Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.

Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.

Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.

Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

identitas

Setelah puas berjalan-jalan menyusuri perkebunan teh, aku memutuskan untuk kembali ke resto.

Langkah kakiku mulai pelan saat melihat Alan sudah tidak sendiri. Iya, tau, dia bilang akan ada teman-temannya yang datang tapi aku pikir mereka yang di studio kemarin.

"Kak." Aku memanggil Alan.

Dia memberikan isyarat agar aku duduk di kursi yang ada di sampingnya.

Wah, siapa wanita-wanita ini? Apakah mereka beneran manusia? Kenapa sangat cantik?

Aku mengagumi para teman-teman Alan yang ternyata wanita. Ada beberapa pria juga, hanya saja fokus ku tetap pada teman wanitanya.

"Ini teman kakak yang lain? Aku pikir yang datang ke sini kak Yoon dan yang lainnya."

"Kamu kenal, Yoon?"

Aku mengangguk sambil menyedot jus avocado.

Eh, kok avocado? Huweeeek.

Aku tidak suka buah alpukat dan segala yang berhubungan dengannya.

"Kak, kok beliin aku ini? Aku gak suka alpukat."

"Ini punya kamu, itu milikku."

Alan mengambil gelas yang ada di tanganku, lalu menggeser gelas milkshake strawberry yang ada di meja.

"Opsss, sorry."

"Kamu kenal di mana sama Yoon? Ah, benar. Tidak mungkin adiknya Alan tidak kenal dengan temen kerjanya."

"Kenapa kakak sangat penasaran? Kakak nge-crushin kak Yoon, ya?"

Mereka saling pandang saat mendengar pertanyaanku, lalu detik kemudian mereka tertawa.

Why? Apakah lucu? receh sekali mereka.

"Kalau ketemu lagi, sampaikan salam dari kak iren ya, sayang. Hahaha. Lan, adik Lo lucu banget sih. Mukanya kecil, matanya bulat, pipinya merah. Gemessss tau ih!"

Idihhhhh apa pula gemes.

Bingung mau bilang apa, takut salah dan takut ditertawakan lagi. Akhirnya aku memilih untuk makan. Abaikan obrolan mereka yang aku sendiri tidak tahu apa yang mereka bahas.

"Kayaknya main itu seru deh," ujar teman Alan yang cowok. Aku menoleh ke belakang, melihat apa yang orang itu lihat.

"Oke, aku naik itu sebentar. Kalian anteng aja lah ya ngobrol di sini."

Orang itu beranjak dari tempat duduknya.

"Kak, ikut boleh?" tanyaku pada orang yang sama sekali namanya pun aku tidak tahu.

Dia melirik Alan.

"Jangan deh, kamu di sini aja makan yang banyak biar tambah tinggi."

Aku memasang wajah sedih dan penuh harap.

Pria itu memberikan isyarat agar aku minta ijin pada Alan.

Oh, tidak. Terimakasih. Lebih baik makan saja yang banyak. Aman!

"ahhh, ayolah. Kita naik itu sama kak Iren. Mau?" tanyanya sambil menarik tanganku. Antara ingin dan takut pada Alan. Aku melirik Alan berharap dia memberi isyarat agar aku boleh menaiki wahana tersebut.

Dia sama sekali tidak menoleh dan sibuk pada layar ponselnya.

"Udah, kalau dia marah, biar kakak yang tanggung jawab."

"Tapi, Kak."

"Udah, ayo!"

Karena keinginan untuk menaiki wahana itu lebih besar, akupun lebih mengikuti langkah kaki Iren ketimbang rasa takut pada Alan.

Kami berjalan menyusuri jalanan terjal berbatu di antara pohon teh yang tidak terlalu tinggi. Semakin lama semakin jauh. Bahkan jauh dari titik wahana yang seharunya kami naiki.

Ada apa? Apakah wanita ini pikun atau ....

"Nama kamu siapa?" tiba-tiba dia bertanya sambil menghentikan langkah. Kami pun saling berhadapan.

"Ara, Kak."

"Oh," ujarnya sambil mengangguk.

"Entah kenapa tapi aku tidak suka mengetahui kamu adiknya Alan."

"Maaf? Apa maksudnya, Kak?"

"Kita semu tahu Alan hanya punya kakak satu orang. Rasanya aneh saat dia mengatakan bahwa dia punya adik perempuan, lagi pula kamu dan Alan kalian tidak mirip sama sekali."

"Kami tidak kembar kok, Kak."

Dia tertawa sinis.

"Sudahlah, jujur saja padaku. Kamu siapa?"

"Kenapa gak tanya sama kak Alan sendiri?"

Dia menarik nafas dalam-dalam seolah menahan emosi yang entah apa itu dan karena apa dia sampai seperti ini.

"Aku mendengar selentingan yang kurang enak. Sorry to say tapi kamu itu bukan adik Alan kan?"

"Gimana ya jelasinnya. Lagi pula kalau aku jelasin ke kakak pun, kok gak penting banget ya. urusannya apa sampai aku harus ngasih penjelasan tentang hubungan ku sama kak Alan. Kaka cemburu? Kakak suka sama kak Alan? Ditolak ya?"

"Jangan kurang ajar kamu!" geramnya sambil mengepalkan tangan.

"Oh jadi kakak suka sama kak Alan? Aku pikir kakak suka sama kak Yoon."

"Kapan kamu dikenalkan sama Yoon?"

"Apa harus tau semuanya kak?"

"Katakan saja!" bentaknya.

Jujur aku ketakutan saat ini. Menghadapi wanita yang entah karena alasan apa dia sampai kesal dan marah padaku.

"Maaf, Kak. Aku mau balik ke resto."

Saat aku berbalik, dia menarik tanganku dan mencengkeram pergelangan tangan dengan kuat.

"Awww, sakit kak. Lepasin."

"Kamu pacarnya Alan kan? Katakan, sebenarnya siapa kamu? Lama kami berteman dengan Alan tapi tidak pernah tahu jika dia punya adik perempuan. Tolong, katakan siapa kamu sebenarnya."

"Gak mau jawab. Lepasin tangan aku, sakit."

"Tolong, katakan kalau kamu bukan pacar Alan kan?"

"Iya, bukan. Aku adiknya. Aku adik kak Alan. Kalau gak percaya tanya Abang Bryan."

Aku masih berusaha melepaskan cengkeraman tangan wanita aneh itu, tapi tidak berhasil.

Beruntung saat itu ada rombongan ibu-ibu melintas. Sepertinya mereka pemetik teh.

Tanpa basa-basi, aku segera berlari menjauhkan wanita gila itu dan kembali ke resto.

Alan masih duduk di sana dan berbincang bersama teman-temannya.

"Udah?" tanya teman Alan.

Aku mengangguk kecil. Dengan memakai pakaian pendek, sulit sekali menyembunyikan bekas cengkeraman perempuan tadi. Jika Alan bertanya, apa yang harus aku jawab?

Alan masih berbincang tanpa sadar pada lenganku yang memerah.

Ah, sudahlah. Dia tidak akan peduli.

"Kak, aku mau pulang."

"Aku belum selesai di sini."

"Oh, oke. Aku ke depan sebentar ya."

"Hmmm."

Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan wanita tadi tentang siapa aku bagi Alan. Aku sendiri tidak tahu apa arti aku di hidupnya.

Adik? Yang benar saja.

[Abang, Abang ada di mana?]

Lama menunggu balasan hingga ponselku berbunyi.

[Di luar. Kenapa, Ra?]

[Bisa jemput Ara gak, Bang?]

[Kamu di mana?]

[Gak tau di mana. Nanti Ara sharelok aja ya.]

[Oke. Abang langsung ke sana, kebetulan urusan Abang udah selesai. Kamu sama siapa?]

[Kakak. Tapi kakak masih lama katanya, Ara udah gak betah pengen pulang.]

[Abang meluncur ya, Ra.]

[Hati-hati, Abang.]

Langit mulai sedikit berwarna orange. Burung-burung kecil berterbangan di atas sana. Angin berhembus sedikit lebih dingin dari semula. kabut tipis mulai turun perlahan menyelimuti beberapa area dikebun teh yang ada di hadapanku.

Duduk sendirian seperti orang hilang, rasanya aneh sekali. Aku memutuskan untuk kembali ke resto di mana Alan dan teman-temannya sedang berada.

Mereka masih saja ngobrol saat aku datang. Bahkan mungkin tidak menyadari kedatanganku. Entahlah.

Tidak lama kemudian, Bryan datang.

"Hallo semua."

Kedatangan Bryan disambut oleh teman-teman Alan, mereka terlihat sudah akrab satu sama lain, termasuk Iren si perempuan aneh.

"Ayo, Bang. Ara udah lelah."

"Oke. Baiklah, saya permisi pulang dulu karena sepertinya nona kecil ini ngantuk."

"Lo ke sini sengaja jemput dia?" tanya Alan.

"Iya, terus mau ngapain? jemput Lo? Ya kali. Oh, iya. Kalian pasti belum kenal kan sama adik kesayanganku ini. Namanya Ara, dia adik bungsu kami."

"Kok, adik udah Segede itu kami baru tahu sih, Bang?" tanya Iren. Sepertinya dia masih sangat penasaran.

"Loh, kenapa memangnya? Kan tidak semua urusan keluarga kami harus kami umbar bukan? Kebetulan adik yang satu ini memang spesial."

"Karena dia bukan adik kandung kami," ujar Alan yang membuat suasana langsung hening.

1
Sahriani Nasution
wuih cool
Mamah Mput: iya dia cool banget, suami aku sebenarnya dia tuh 🤧😂😂
total 1 replies
mly
plot twist nya alan Sma ara suami istri wokwok
Mamah Mput: mau kondangan gak? hahaha
total 1 replies
nowitsrain
Ini visualnya Alan?
Mamah Mput: iya kak itu Alan.
total 1 replies
nowitsrain
Ayuhhh, yang dikerjain guru baru 🤣
nowitsrain
Yah, usil banget bocah
Timio
belum apa apa udah nyakitin aja kalimatnya tor 😭
Mary_maki
Bagus banget ceritanya, aku udah nggak sabar nunggu bab selanjutnya!
Mamah Mput: terimakasih kak. tiap hari aku up ya 💜💜
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
Mamah Mput: terimakasih 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!