Dunia ini bernama Loka Pralaya, satu dunia di antara banyak dunia lain di alam semesta ini, sebuah tempat penuh misteri. Di tempat ini, desiran anginnya adalah nafas yang memberi kehidupan bagi penghuninya. Energinya berasal dari beragam emosi dan perasaan segenap makhluk yang ada di dalamnya. Keharmonisan yang mengikat alam ini, mengabadikan keberadaanya di antara banyak dunia lain di alam semesta. Senyum ramah adalah energi yang membangun, menumbuhkan benih-benih yang di tanam di tanahnya, kebaikan kecil yang dilakukan akan memberi dampak besar bagi kelangsungan dunia ini. Pepohonannya adalah mata dan telinga bagi segala peristiwa yang berlangsung di dalamnya. Batu-batu yang berserakan di pantai, menjadi penyimpan memori abadi bagi kejadian-kejadian penting yang terjadi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah Bajareng Naso
Nyi Lirah memberikan buku yang dipegangnya itu kepada Reida.
“Terimakasih Nyi Lirah.” Kata Reida setelah menerima buku itu, dipandanginya buku itu agak lama, ia terdiam sejenak, menarik napasnya agak dalam.
“Wulan, Prita,” kata Reida kepada dua gadis itu,
“di dalam buku ini, Antaboga menulis bahwa dirinya pernah satu kali bertemu dengan seseorang yang pernah bertemu langsung dengan Bajareng Naso.”
“Namun, dia tidak menuliskan nama ataupun sosoknya, menurutnya hal itu hanya akan menimbulkan kecaman dari orang yang tidak mempercayainya.” Reida melanjutkan.
Dan untuk lebih jelasnya, ada baiknya aku bacakan saja buku ini, supaya kamu berdua dapat mendengarnya sendiri, siapa tahu ada petunjuk yang mungkin aku lewatkan.
“Baik Reida,” kata Wulan dan Prita serempak.
“Baiklah, mari kita mulai dari bab pertama.” Kata Reida. Kemudian ia membuka buku itu dan mulai membacanya. Prita dan Wulan mendengarnya dengan cermat.
Dengan gayanya yang pakem, Reida membacakan isi buku itu, dimulai dari asal usul Bajareng Naso. Diceritakan bahwa, Bajareng Naso awalnya adalah dua orang dari dunia yang berbeda, yaitu Bajareng dan Naso. Tulisan dalam buku itu berupa bait-bait yang tersusun dari empat baris dan berbunyi seperti pantun atau puisi.
Bajareng berasal dari dunia Balinangan dan Naso berasal dari dunia Loka Pralaya, tepatnya di negeri Bako. Kedua orang itu sama sekali tidak saling mengenal, mereka hidup dalam dunianya masing-masing. Hingga akhirnya ada sesuatu yang menyebabkan portal Marsamba terbuka, portal itu terhubung ke semua dunia.
Dan sialnya, saat portal itu terbuka, Bajareng ikut tertarik ke dalamnya, dan terlempar ke dunia Loka Pralaya.
Saat Bajareng terlempar, ia sempat mengalami lupa ingatan, selama satu tahun yang dilaluinya Bajareng berusaha untuk mengingat kembali siapa dirinya. Namun usaha itu gagal dan membuatnya frustasi dan marah.
Orang-orang dari dunia Balinangan terkenal dengan kekuatan fisiknya yang luar biasa, ia kebal terhadap api dan senjata tajam.
Bajareng tak dapat lagi menahan amarahnya, dengan kekuatannya yang demikian besar, ia membuat kekacauan di Loka Pralaya.
Negeri Taruna, menjadi korban pertamanya
Lalu Anggana, Gendhing, Lawe, Lontara dan terakhir Sirani.
Ada satu negeri yang tidak dihancurkannya, bernama Bako
Bajareng masih berbaik hati
Sebab menurutnya Bako tidak membuatnya marah, Sebab Bako tidak memusuhinya
Ia tertidur di sana sangat lama, Satu tahun lamanya
Naso adalah seorang pertapa, Ia belajar sepanjang masa
Baginya, hari-hari diisi dengan membaca, Hampir semua buku telah dilahapnya
Pengetahuan yang sempurna, menuntut tanggung jawab nyata
Bajareng yang tertidur, membuat Naso terpekur
Naso membangunkan Bajareng, Bajareng terbangun
Namun mata Naso tidak takut bertemu Bajareng
Mata Bajareng tidak marah bertemu Naso
Mereka berdua saling menyatu
Kekuatan besar dan luasnya ilmu
Menjadi Bajareng Naso yang Utuh
Menyatu dalam satu tubuh
Reida menghentikan bacaannya, “Bab pertama berakhir di sini.” Katanya
“mungkin ada yang ingin kalian tanyakan?” tanya Reida.
Prita dan Wulan saling bertukar pandang, mata Wulan memberi isyarat kepada Prita agar dirinya yang mengajukan pertanyaan pertama kali.
“Reida,” kata Prita, “dalam bait terakhir di bab ini, dikatakan bahwa : mereka berdua saling menyatu, kekuatan besar dan luasnya ilmu”
“Benar Prita” jawab Reida.
“Menurutku, kalimat inilah kuncinya,” kata Prita mencoba menafsirkan makna kalimat yang ada dari bait itu.
Reida dan Nyi Lirah nampak terkejut, “Apa maksudmu Prita?” tanya Nyi Lirah.
“Maaf Nyi Lirah, saya tidak yakin seratus persen, namun menurut saya dalam kalimat inilah yang menunjukkan bahwa Bajareng Naso bukanlah sekedar cerita legenda.” Kata Prita.
Nyi Lirah mencoba memahami maksud Prita, namun ia ingin memastikannya sendiri dari bibir gadis itu.
“Coba, bagaimana maksud ucapanmu itu Prita, supaya kita semua yang ada di sini bisa mendengarnya.” Kata Nyi Lirah.
“Nyi lirah,” kata Prita, “bukankah kekuatan yang besar itu memang ada?”
“Iya, kamu benar Prita” jawab Nyi Lirah.
“dan luasnya ilmu itu juga sesuatu yang nyata?” tanya Prita kembali.
“Benar.” Jawab Nyi Lirah.
“Saya mengartikan bahwa, kedua unsur itu memang nyata, siapa saja bisa memiliki kekuatan yang besar, dan siapapun bisa memiliki keluasan ilmu pengetahuan.”kata Prita menjelaskan maksudnya.
Prita terdiam sejenak. Ia seperti menginginkan Nyi Lirah untuk memberi tanggapan atas ucapannya itu, namun setelah ditunggu agak lama wanita tua itu hanya terdiam saja, Prita kembali meneruskan kalimatnya.
“Yang jadi pertanyaannya sekarang adalah: seberapa besar kekuatan itu, dan seberapa luas ilmu pengetahuan yang diperlukan” jelas Prita.
“Nyi Lirah dapat menangkap maksud dari ucapan Prita itu.
“Apa yang kamu katakan itu ada benarnya, Prita,” kata Nyi Lirah.
“Baiklah, kesimpulanmu itu akan menjadi kata kunci, saat Reida melanjutkan cerita ke bab berikutnya.”
Prita mengangguk, sedangkan Wulan nampak tersenyum melihat perkembangan besar yang terjadi pada diri Prita, gadis itu semakin percaya diri dan mendalam pengetahuannya.
Reida, kembali membuka lembaran buku itu. Ia membacanya dengan nada yang jelas, supaya Prita dan Wulan dapat mendengar dan mengingatnya dengan baik.
Bab 2
Bajareng Naso leluasa membuka portal dunia
Chakradesa dimasukinya, Balinangan ditempatinya
Loka Pralaya jadi tempat bermainnya
Portal Sialo menjadi pintu masuknya
Portal Marsamba menyambutnya
Dunia Bale seperti tetangga
Dunia Linotau adalah rumahnya
Baginya dunia adalah nyawa
Dan karenanya dunia bersuka cita
Banua Tela merana
Angkara murka sirna
Dengan seseorang yang tak ada namanya
Dia pernah bertemu dengannya
Matanya indah katanya
Pedangnya mampu menebas tanpa menyentuhkannya
Laki-laki rupa wujudnya
Perempuan rupa jiwanya
Keras otot lengannya, lembut di dalam hatinya
Bertemu dengannya adalah satu saat di semua dunia
Aku tak ingin menyebut namanya
Sebab ini hanya cerita
Takut orang ramai mencaci
Mati hamba sia-sia
Cukup hati penuh janji
Cukup jiwa penuh arti
Cukup ilmu cukup pekerti
Cukup harta cukup memberi
Reida berhenti sejenak, ia menatap Prita dan Wulan,
“bab dua selesai di sini” kata Reida,
“ada yang ingin kalian tanyakan?”
Kali ini Prita memberi lirikan kepada Wulan sebagai isyarat agar dirinya yang bertanya.
“Reida, bait-bait ini sulit aku mengerti, bisa dijelaskan satu per satu?” kata Wulan. Prita hanya tersenyum mendengar pertanyaan temannya itu.
Kemudian Reida menjelaskan semua arti dari bait-bait itu, ia menjelaskan bahwa bab dua itu adalah ucapan Antaboga kepada dirinya sendiri, di sana Antaboga menceritakan pertemuannya dengan seseorang yang pernah bertemu dengan Bajareng Naso, namun ia enggan menyebut namanya dalam buku ini.
Antaboga khawatir akan cemoohan orang, namun dalam baitnya ia tetap menyelipkan kalimat yang diyakininya, bahwa Bajareng Naso adalah sosok nyata dan bukan sekedar dongeng atau legenda.
Sementara mereka tengah asik membahas isi buku itu, dari kejauhan terdengar langkah kaki beberapa orang yang semakin mendekat. Reida segera menutup buku itu, ia meminta ijin kepada Nyi Lirah untuk melihat siapa yang datang.
Dengan bergegas, Reida melangkah menuju pintu masuk perpustakaan, menunggu siapa yang datang,....