NovelToon NovelToon
Bayangan Terakhir

Bayangan Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Identitas Tersembunyi / Dunia Lain / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Azka Maftuhah

Genre : Misteri, Thriller, Psikologis, Supranatural
Sinopsis :
Setelah suaminya meninggal didalam kecelakaan yang tragis. Elysia berusaha menjalani kehidupan nya kembali. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melihat bayangannya bertingkah aneh dan bergerak sendiri, berbisik saat ia sendiri, bahkan menulis pesan di cermin kamar mandinya.
Awalnya Elysia hanya mengira bahwa itu halusinasi nya saja akibat trauma yang mendalam. Tapi ketika bayangan itu mulai mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui oleh suaminya, dia mulai mempertanyakan semuanya. Apakah dia kehilangan akal sehatnya ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang sedang berusaha kuat untuk berkomunikasi dengannya.
Saat Elysia menggali hal tersebut lebih dalam dia menunjukkan catatan rahasia yang ditinghalkan oleh mendiang suaminya. Sebuah pesan samar yang mengarah pada sebuah rumah tua dipinggiran kota. Disanalah ia menemukan bahwa suaminya tidak mati dalam kecelakaan biasa. Akan kah Alena mendekati jawabnya???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azka Maftuhah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27 - BAYANGAN YANG KEMBALI BERBISIK

Sudah dua minggu berlalu sejak Elysia kembali dari titik terendahnya. Ia mulai menata ulang hidupnya : terapi rutin, kembali bekerja secara perlahan, dan sesekali menulis jurnal untuk merangkum semua pikirannya.

Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.

Suatu malam, saat ia pulang dari terapi, sebuah amplop cokelat tanpa nama ditemukan tergelatak di bawah pintu apartemennya. Tidak ada pengirim. Tidak ada cap pos.

Dengan hati-hati, Elysia membukanya.

Isinya : satu foto lama—foto dirinya bersama Edric, diambil lima tahun lalu, saat mereka pertama kali pergi ke vila di pegunungan. Tapi yang membuat darahnya membeku adalah lingkaran merah yang ditandai di sudut foto : sosok kecil, samar, yang berdiri di balik pohon.

Rambut panjang. Tatapan tajam. Dan… terlalu mirip dengan sosok Resa.

Tapi itu tidak mungkin. Foto ini diambil sebelum semua kekacauan terjadi. Sebelum Resa… berubah.

Di balik foto, tertulis satu kalimat dengan tulisan tangan miring:

> “Bayangan tak pernah benar-benar pergi.”

Elysia segera menghubungi Satrio, yang kini sering bertugas mengamankan dirinya dan Edric setelah peristiwa cermin.

“Ada yang ingin kau lihat,” katanya, begitu pria itu tiba.

Satrio memandangi foto itu lama, lalu mengangkat alis. “Ini diambil… sebelum semua kejadian itu?”

Elysia mengangguk.

“Dan itu benar-benar mirip Resa,” gumam Satrio.

Edric, yang duduk di dekat jendela, menambahkan, “Kalau benar ada seseorang yang tahu lebih banyak, bisa jadi… Resa bukan satu-satunya yang terhubung dengan dimensi bayangan itu.”

Keheningan mengisi ruangan itu . Tak ada yang tahu harus berkata apa. Semakin Elysia mencoba menjauh dari masa lalunya, semakin kuat bayangan itu menariknya kembali.

Keesokan harinya, saat menjalani sesi terapi, psikolognya—Dr. Anindya—memberinya sebuah catatan kecil.

“Seseorang meninggalkan ini di meja resepsionis. Mengatasnamakan Anda.”

Elysia membuka lipatan kertas itu.

Di dalamnya, hanya ada tiga kata.

> “Jangan percaya mereka.”

Darahnya kembali dingin.

“Apa maksudnya?” tanya Dr. Anindya dengan lembut.

Elysia hanya menggeleng. Dalam kepalanya, pertanyaan demi pertanyaan kembali bermunculan.

Siapa “mereka” yang dimaksud?

Edric? Satrio? Atau pihak lain yang sejak awal telah memanipulasi semuanya?

Malam itu, Elysia benar benar tidak bisa tidur. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap cermin kecil di mejanya.

Bayangannya menatap balik. Tenang. Tidak berubah.

Namun tiba-tiba, hanya sekelebat—bayangan itu tersenyum… padahal wajah Elysia tidak.

Ia menjatuhkan cermin itu.

Retaknya menyebar seperti jaring laba-laba.

Dan dari dalam bayangan itu… sebuah bisikan terdengar di benaknya:

> “Kau pikir ini sudah berakhir?”

Jantung Elysia berdegup lebih kencang. Ia mencoba bersikap seperti biasa.

Ia menyiapkan teh hangat, memutar lagu-lagu lama yang biasa ia dengarkan bersama Resa, dan membuka buku jurnalnya.

Namun, pikirannya tetap berkecamuk.

Tulisan dalam catatan itu—“Jangan percaya mereka”—terngiang berulang kali di kepalanya. Ia mulai memikirkan kemungkinan yang paling menakutkan : bagaimana jika memang selama ini ia telah dimanipulasi? Bukan oleh sosok supernatural, tetapi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya?

Ia mengambil ponsel, membuka rekaman-rekaman sesi terapi, pesan-pesan lama dari Satrio dan Edric, lalu membandingkannya. Sesuatu terasa tidak sinkron. Nada bicara Satrio di beberapa rekaman berbeda… terlalu hati-hati. Terlalu dikontrol.

Sebuah pola mulai muncul.

Keesokan harinya, elysia diam-diam mengikuti Satrio saat pria itu mengakhiri kunjungan singkatnya ke rumah. Satrio naik ke mobil, namun ia tidak pulang. Ia justru berhenti di sebuah bangunan tua—gedung arsip milik pemerintah yang sudah lama tidak aktif.

Elysia menunggu beberapa saat, lalu memutuskan untuk masuk diam-diam.

Dari balik jendela berdebu, ia melihat Satrio sedang berbicara dengan seseorang. Seorang wanita dengan rambut pendek dan jas abu-abu. Suaranya tidak terdengar jelas, namun satu hal yang Elysia tangkap membuat jantungnya berhenti berdetak.

Wanita itu menyerahkan sesuatu kepada Satrio—sebuah file bertuliskan “Proyek Cermin – Subjek: Resa M.”

Elysia mundur, napasnya tercekat.

Ini bukan sekadar kebetulan. Ada eksperimen. Ada sesuatu yang jauh lebih gelap dari yang ia pikirkan.

Malamnya, Elysia terdiam di depan laptopnya. Ia mulai menelusuri istilah "Proyek Cermin", menggali forum-forum lama, arsip akademik, hingga dark web.

Dan ia menemukannya.

Sebuah jurnal eksperimen rahasia dari dua dekade lalu, dilakukan oleh lembaga yang telah dibubarkan. Eksperimen itu meneliti interaksi antara trauma manusia dan ruang dimensi alternatif, yang disebut sebagai zona liminal kesadaran.

Subjek utama mereka?

Seorang remaja perempuan dengan trauma masa kecil akibat pengabaian—teridentifikasi sebagai “RM.”

Resa Mentari.

Adiknya.

Tubuh Elysia gemetar. Ia menatap layar laptop, tangannya kaku, matanya berkaca-kaca.

Jadi semua ini bukan hanya tentang kehilangan. Bukan hanya tentang hantu masa lalu.

Ini tentang eksperimen. Tentang orang-orang yang tahu lebih banyak, dan tidak pernah memberi tahu.

Dan yang paling menyakitkan—

Adiknya telah dijadikan subjek.

Dan seseorang yang ia percayai… tahu hal itu.

Malam semakin larut, namun kepala Elysia masih terus dipenuhi potongan-potongan masa lalu. Ingatan tentang Resa tak hanya tentang kasih sayang—ada juga rasa bersalah yang selama ini ia kubur dalam.

Ia ingat saat mereka masih kecil, Resa selalu mencoba meniru dirinya. Memakai baju yang sama, bergaya bicara yang sama, bahkan diam-diam membaca buku harian Elysia.

Dulu Elysia menganggap itu menyebalkan. Tapi sekarang, ia sadar—itu adalah satu-satunya cara Resa ingin merasa terhubung.

Namun, ketika Elysia mulai dikenal di kampus, menjadi sorotan karena prestasi dan kehidupan cintanya dengan Edric, Resa mulai menarik diri. Ia tidak lagi meniru. Ia mulai menciptakan dunianya sendiri—dunia yang sepi, gelap, dan diam-diam menganga menanti jatuhnya jiwa yang rapuh.

Elysia merasa hancur.

“Aku terlalu sibuk bersinar, sampai lupa dia bisa silau,” gumamnya, air mata menetes tanpa suara.

Keesokan harinya, Elysia mengundang Satrio datang ke rumah. Ia menyiapkan dua cangkir teh, dan menyembunyikan rekaman suara kecil di bawah meja.

Satrio datang dengan tenang, seperti biasa. Tapi elysia kini menatapnya dengan mata yang berbeda—penuh pertanyaan, penuh luka.

“Aku menemukan sesuatu,” katanya sambil menatap pria itu.

Satrio hanya tersenyum kecil. “Tentang apa?”

“Proyek Cermin,” jawab Elysia datar. “Dan subjek eksperimen bernama Resa Mentari.”

Wajah Satrio tak berubah. Tapi jari-jarinya mengepal pelan. “Darimana kau tahu itu?”

“Jadi benar?” bisik Elysia, matanya memerah. “Kau tahu selama ini? Dan tidak pernah bilang apa pun padaku?”

Satrio terdiam lama. Lalu, pelan ia berkata, “Aku tak pernah ingin kau tahu. Itu bukan keputusan mudah, Elysia. Aku mencoba melindungimu.”

“Melindungiku… atau menutup mulutku?” Suara Elysia meninggi. “Adikku dijadikan bahan eksperimen, dan aku, aku hanya dianggap terlalu rapuh untuk tahu?”

Satrio menunduk. “Resa terlibat secara tidak langsung. Dia bagian dari program lama yang sekarang sudah dihentikan. Tapi… ada yang melanjutkannya diam-diam.”

Elysia berdiri, napasnya berat. “Kau bagian dari itu?”

Satrio menggeleng. “Tidak. Tapi aku tahu siapa yang masih mengoperasikannya. Dan mereka tidak akan senang kau tahu sejauh ini.”

“Siapa?”

Satrio menatapnya. Dalam sorot matanya, ada campuran rasa bersalah dan ketakutan.

“Orang yang paling kau percaya setelah aku… Edric.”

Elysia terduduk. Dunia runtuh dalam sekejap.

Tidak. Tidak mungkin.

Tapi di dalam hatinya, sesuatu bergeser. Ada momen-momen—pembicaraan aneh, tatapan yang menghindar, keputusan-keputusan Edric yang terasa tidak wajar—semuanya mulai menyatu dalam satu benang merah.

Bukan hanya pengkhianatan.

Ini lebih dari itu.

Ini adalah konspirasi yang telah membentuk hidup mereka. Dan adiknya, Resa, hanya permulaan dari sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap.

Elysia menatap wajahnya sendiri di cermin.

Bukan untuk melihat bayangan lain.

Tapi untuk bertanya:

“Siapa aku… setelah semua ini?”

1
Isa Mardika Makanoneng
baru awal udah tegang aja kk
Lalula09
Gokil!
Koichi Zenigata
Seru abiss
Graziela Lima
Ngebayangin jadi karakternya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!