Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Xander dan Brian
"Sebelum kau ceritakan apa yang sedang kau rencanakan, aku ingin kau menceritakan apa sebenarnya terjadi padamu dulu? Kenapa kau menghilang tanpa jejak," pinta Brian.
Xander tidak langsung merespon perkataan Brian, dia masih fokus dengan rokoknya. Laki-laki itu menghisap batang bernikotin dalam-dalam setelah itu mengepulkan asap. Tubuhnya membungkuk mengambil sisa rokok lantas mematikan dan membuangnya ke dalam asbak kaca yang ada di hadapannya.
Xander mengubah posisi duduknya, kedua sikunya bertumpu pada lutut, menyatukan kedua telapak tangannya menjadi kepalan, menaruhnya di bawah dagu. Xander lantas membawa ingatannya kembali ke masalalu, juga menceritakan apa yang terjadi lima tahu yang lalu pada Brian.
Xander merasa sangat senang ketika mendapatkan kabar dari Alea jika kekasihnya itu hamil. Tanpa berpikir panjang, Xander langsung pergi untuk menemui Alea. Namun di tengah perjalanan sesuatu terjadi. Ada sebuah mobil yang melaju mengikutinya. Awalnya Xander tidak mencurigai mobil itu, tetapi setelah Xander mencoba menghindar beberapa kali, mobil itu masih mengikuti. Itu artinya benar mobil itu memang sengaja mengikuti. Akhirnya mereka melaju saling kejar- kejaran. Sialnya saat tiba di perempatan lampu merah, rem mobil Xander tidak berfungsi. Alhasil mobil Xander bertabrakan dengan mobil yang melintas dari arah yang berlawanan.
Dari situ Xander menduga mobil yang mengikutinya sengaja ingin mencelakai dirinya. Mobil itu sengaja membuat laju mobilnya cepat, hingga tidak bisa lagi dihentikan.
Xander tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu. Saat bangun dirinya dalam kondisi kehilangan semua ingatannya juga lumpuh. Dokter yang menangani waktu itu mengatakan jika dirinya koma selama lima bulan. Xander juga baru mengetahui, dirinya bangun dari koma bertepatan dengan lahirnya Axelio.
Lalu kenapa tidak ada informasi sedikitpun tentang kecelakaan juga keberasaannya, jelas itu tindakkan David.
Satu tahun kemudian, kondisinya mulai membaik, meskipun aktifitasnya masih bergantung pada kursi roda, juga tongkat. Tidak lama setelah itu Xander dipertemukan dengan Dania, itupun ibu tirinya yang membawa perempuan itu ke hadapannya. Dia mengatakan jika Dania adalah kekasihnya. Yunita mengatakan hubungannya dengan Dania sempat tidak mendapatkan restu dari David. Bukan hanya hal itu Yunita mengatakan jika David sudah merestui hubungan mereka, kedua keluarga juga sudah sepakat untuk menikahkan mereka. Xander sempat ragu, tetapi pada akhirnya menyetujui pernikahan itu lantaran Dania sangat baik. Perempuan itu yang menemani saat dirinya sedang terpuruk, juga karena memikirkan bagaimana jika ingatannya kembali untuk selamanya.
Hingga setelah beberapa bulan setelah pernikahan mereka, Xander mengetahui sesuatu, ternyata obat yang Dania berikan selama ini bukan obat untuk membuatnya sembuh, tetapi justru semakin membuatnya lupa segalanya. Maka dari itu tanpa sepengetahuan Dania, Xander tidak pernah lagi meminum obat itu, juga bersandiwara, membiarkan mereka berpikir masih bisa mengendalikan dirinya dengan obat sialan itu.
"Apa ada orang yang tahu tentang hal ini?" tanya Brian setelah Xander selesai bercerita.
"Sampai saat ini hanya kau yang tahu," jawab Xander. Laki-laki itu kembali mengambil rokok dari bungkusnya, menyelipkan di sela jari lantas membakar ujungnya.
Brian mengangguk-anggukan kepala lantas membungkuk mengambil minuman yang ada di meja.
"Lalu apa yang sebenarnya kau rencanakan dengan sandiwaramu ini?" Brian meminum minuman yang ada di tangannya, tatapannya masih mengarah pada Xander. "Kau biasanya tidak suka bersandiwara."
"Harta Bagaskara." Xander menjawab seraya menekan rokok ke dalam asbak untik mematikannya, kemudian tangannya terulur untuk mengambil botol lantas menuang isinya ke dalam gelas, menenggak minuman itu sampai habis. "Separuh harta itu ada di tangan wanita sialan itu," ungkap Xander.
"Wanita sialan?" tanya Brian dengan kening yang mengerut.
"Jalangnya pria tua bangka itu," jawab Xander. "Entah apa yang ada di dalam pikiran pria tua itu hingga memberikan lima puluh persen dari hartnya untuk wanita murahan itu," imbuhnya.
Brian ingin tertawa mendengar perkataan Xander. "Hei, pria tua yang kau sebut itu ayah kandungmu sendiri."
"So." Xander terkesan tidak peduli dengan perkataan Brian.
"Kau benar pembangkang handal, Xander." ledek Brian dibalas dengkusan oleh Xander.
"Kalau saja pria tua itu tidak gila wanita, tidak berselingkuh, dan membuat ibu kandungku meninggal aku tidak akan seperti ini padanya." Xander kembali menuang muniman ke dalam gelas yang sama lantas meminumnya sampai habis. "Apa salahnya aku ingin memberika pelajaran padanya."
"Baiklah, terserah kau saja. Lakukan apapun yang menurutmu itu benar. Sekarang katakan apa yang bisa aku bantu?" tanya Brian.
"Jauh-jauh dari Alea," jawab Xander. Nada suaranya boleh santai, tetapi tidak dengan tatapannya.
Bria meringis mendengar perkataan juga tatapan wajah Xander. "Kau cemburu rupanya." Brian mengambil posisi duduk bersandar, tatapannya kembali mengarah pada Xander. "Kau tenang saja Alea tidak akan mau menikah denganku. Dia terlalu mencintaimu."
"Aku tahu. Bahkan rasanya aku ingin marah pada diriku sendiri saat dia menangis karena tahu aku menikah dengan wanita lain," sambung Xander. "Aku ingin segera mengakhiri ini dan kembali pada rencana awalku, yaitu menikahi Alea."
"Bagaimana jika dia menolak?" tanya Brian terkesan sedang meledek Xander.
"Akan kubujuk," balas Xander. "Jika dia tetap tidak mau, aku akan memaksanya. Bila perlu kembali membuat benihku kembali tumbuh dirahimnya."
Ekspresi wajah Brian berubah. Keningnya mengerut, bingung dengan perkataan Xander. Ia jelas mendengar rumor jika xander tidak lagi bisa memiliki keturunan, lalu bagaimana bisa kembali membuat Alea hamil.
"Bagaimana bisa kau melakukan itu? Bukan kah impoten?" tanya Brian ragu, takut menyinggung perasaan Xander.
"Menurutmu?" tanya Xander.
"Kau juga berbohong tentang hal ini?" Brian tidak percaya dengan tindakkan Xander. Bahkan sampai kehilangan kata-kata.
"Aku tidak sepenuhnya berbohong. Benar aku impoten saat itu. Aku baru mengetahui saat malam sialan itu," ungkap Xander membuat Brian tergelak.
Xander merasa beruntung malam pertama dengan Dania gagal lantaran juniornya tidak bisa berdiri, jika tidak entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Tetapi ketidaknormalan itu sudah teratasi sejak beberapa bulan yang lalu. Dokter juga sudah melakukan tes, dirinya subur dan ada peluang bisa kembali memiliki anak.
"Baiklah, kau tenang saja aku akan merahasiakan ini dan juga membantumu," ucap Brian. "Apa rencana awalmu?"
"Melanjutkan mencari tahu siapa yang ingin melenyapkan aku," jawab Xander.
"Itu serahkan padaku. Kau fokus pada Dania," ucap Brian. "Segera ceraikan Dania. Kau sudah dapatkan bukti kejahatannya padamu, 'kan. Itu akan membuatmu mudah mendekati Alea."
"Tidak semudah itu. Hartanto masih menjadi investor terbesar Bagaskara. Jika aku sampai menceraikan Dania sekarang, sama saja aku menghancurkan perusahaanku sendiri. Tunggu beberapa minggu lagi aku pasti akan melakukan itu," balas Xander.
Brian mengangguk beberapa kali untuk merespon perkataan Xander. "Lalu tentang orang yang ingin melenyapkanmu, kau mencurigai siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan wanita murahan itu," jawab Xander.
"Maksudmu tante Yunita?" tanya Brian dibalas anggukkan oleh Xander.
"Pria tua sialan itu tidak akan melindungi orang lain seperti itu, kecuali wanita murahan itu," imbuh Xander.
"Baiklah, aku akan mengawasi dia," ucap Brian dibalas anggukkan oleh Xander.
Suasana menjadi hening, mereka fokus pada minuman di tangan mereka masing-masing.
"Setelah ini aku juga ingin menemui seseorang," ucap Xander setelah lama diam.
"Siapa?" tanya Brian tanpa menoleh ke arah Xander.
"Romi Pradipta," jawab Xander.
Brian yang sedang memerhatikan para pengunjung club malam yang sedang menari di lantai dansa menoleh ke arah Xander seketika, ia cukup dibuat terkejut oleh jawaban Xander.
"Kau ingin mengantar nyawa padanya," ledek Brian dibalas dengkusan oleh Xander.
"Pernah dengar pepatah kuno? Musuh dari musuhmu adalah temanmu," jelas Xander.
Brian mengangguk mengerti maksud Xander.