NovelToon NovelToon
Alena: My Beloved Vampire

Alena: My Beloved Vampire

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa Fantasi / Vampir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Syafar JJY

Alena: My Beloved Vampire

Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.

Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6: Kekuatan Yang Misterius

Chapter 20: Rencana Rahasia

Dipagi yang cerah, Alberd memacu mobilnya menuju rumah untuk menjemput adiknya, Nina.

Angin pagi bertiup lembut, membawa aroma dedaunan basah dan jalanan yang baru saja dibasuh embun. Di dalam mobil, Alberd teringat pada sarapan roti selai cokelat dan segelas susu yang disiapkan Alena pagi tadi.

"Dia memang luar biasa," gumam Alberd sambil tersenyum kecil. Namun, senyuman itu berubah menjadi tawa kecil saat dia melanjutkan pikirannya.

"Dulu aku sering mengejek teman-temanku yang bucin karena cinta. Sekarang lihat, aku menjadi lebih bucin daripada mereka."

Dia menghela napas pendek, matanya tetap fokus ke jalan. "Tapi, aku berbeda. Aku bucin karena cintaku terbalas. Itu jauh lebih baik daripada cintanya yang bertepuk sebelah tangan."

Wajahnya berubah cerah, penuh kebanggaan. "Memiliki kekasih secantik dan sehebat Alena membuatku merasa seperti pria paling beruntung di dunia. Teman-temanku pasti akan cemburu setengah mati jika melihat kami. Mereka mungkin akan.." Alberd tertawa geli membayangkan mereka kejang dan pingsan karena iri.

Mobilnya akhirnya berhenti di depan rumah. Di sana, Nina sudah berdiri menunggunya, mengenakan tas ransel kecil di punggungnya. Di samping Nina, berdiri seorang wanita anggun berambut cokelat, dia adalah ibunya, Stefani Vienna Reinhard.

"Ibu, Nina," sapa Alberd sambil keluar dari mobil dan langsung memeluk ibunya dengan hangat.

"Alberd, pangeranku," balas ibunya dengan lembut, membalas pelukan itu sambil membelai punggung Alberd dengan penuh kasih.

"Kakak!" seru Nina, melihat mereka dengan senyum kecil.

Setelah melepaskan pelukan, Alberd mengelus kepala Nina. "Sudah siap?" tanyanya.

"Ya, Kak," jawab Nina dengan semangat.

Alberd menoleh ke arah ibunya. "Bu, di mana Ayah?"

"Ayahmu sudah berangkat ke kantor 15 menit yang lalu," jawab ibunya sambil tersenyum.

"Ah, begitu," Alberd mengangguk pelan. "Oh ya, Bu, nanti sepulang dari kampus, ada sesuatu yang ingin ku diskusikan dengan Ibu dan Ayah. Ini penting."

Stefani mengerutkan kening sedikit, lalu tersenyum kecil. "Baiklah. Nanti Ibu sampaikan ke Ayah. Jangan lupa, hati-hati di jalan, Alberd."

Saat Alberd dan Nina masuk ke mobil, Nina melambai dengan penuh semangat. "Dah, Ibu! Aku mencintaimu!"

Ibunya membalas lambaian itu, matanya penuh kasih. "Hati-hati, sayang."

Di dalam mobil, perjalanan menuju universitas terasa ringan, namun dipenuhi percakapan hangat.

"Bagaimana, Kak, soal rencana kita semalam? Sudah kepikiran ide?" tanya Nina sambil melirik Alberd sekilas.

Alberd mengangguk. "Aku sudah punya beberapa gambaran. Tapi aku ingin mendengar idemu dulu. Kamu selalu punya cara kreatif untuk hal-hal seperti ini."

Nina tersenyum puas. "Tentu saja! Aku sudah memikirkan ide paling keren. Tapi aku akan menjelaskannya nanti di kampus."

Alberd mengangkat alis. "Kenapa harus nanti?"

"Karena aku mau Kakak traktir aku makan di kantin dulu," jawab Nina sambil terkikik.

"Deal. Tapi kalau idemu sukses, aku bahkan akan memberimu hadiah tambahan," kata Alberd sambil tertawa kecil.

Nina bersorak kecil. "Asik!"

Di taman kampus saat jam istirahat, Alberd duduk menunggu di bangku kayu.

Suasana ramai dengan mahasiswa yang berlalu lalang, tapi pikirannya hanya tertuju pada rencana kejutan itu. Tak lama, Nina muncul dengan senyum riang dan langsung duduk di sampingnya.

"Kak, siap-siap takjub, ya!" kata Nina, matanya berbinar.

Alberd tersenyum. "Ayo, jelaskan. Aku penasaran."

Nina mengangguk percaya diri. "Jadi begini, aku tahu Kakak ingin membuat ini spesial. Aku sudah memikirkan setiap detailnya. Dari tempat, dekorasi, suasana, sampai momen klimaksnya. Aku yakin kak Alena akan sangat terkesan. Nah, begini idenya... "

Nina mulai menjelaskan idenya dengan penuh semangat. Alberd mendengarkan dengan saksama, sesekali mengangguk dan tersenyum puas. Saat Nina selesai, Alberd bertepuk tangan kecil.

"Luar biasa, Nina. Ide ini benar-benar brilian. Aku yakin 100% ini akan berhasil!" katanya dengan penuh antusias.

Nina membusungkan dada. "Tentu saja! Aku kan sang jenius."

"Sekarang penuhi janjimu, Kak. Mana traktirannya?" Nina mengulurkan tangannya dengan senyum penuh kemenangan.

Alberd tertawa, mengeluarkan dompet, dan memberikan uang pada Nina. "Ini 50 dolar untukmu. Dan kalau rencana ini sukses, aku akan memberimu hadiah spesial."

Nina melompat kegirangan. "Wah, terima kasih, Kak! Semoga berhasil, ya!"

Setelah Nina pergi, Alberd tersenyum kecil, mengepalkan tangannya. "Ini pasti berhasil. Aku tidak sabar melihat reaksinya."

Chapter 21: Kekuatan Apa Ini?

Jam istirahat kampus tersisa 20 menit lagi. Alberd melangkah cepat di trotoar, sedikit tergesa-gesa. Ia baru saja meminta izin keluar kampus untuk membeli alat tulis di toko serba ada dekat kampus.

Setelah selesai berbelanja, ia keluar dari toko dengan buku dan alat tulis yang baru dibelinya dalam pelukan. Langkahnya melambat sejenak ketika matanya menangkap seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahun yang sedang bermain di trotoar. Bocah itu tampak riang, tertawa kecil sambil berlari ke sana kemari.

Alberd tersenyum samar melihatnya, lalu kembali berjalan. Namun, senyumnya memudar seketika saat anak itu tiba-tiba berlari ke tengah jalan raya.

"Hei, tunggu!" serunya refleks, namun suara klakson nyaring dari minibus yang melaju kencang memotong panggilannya.

"Piiimmp! Piiimmmp!"

Semua terjadi begitu cepat. Alberd menjatuhkan buku dan alat tulis dari pelukannya, lalu berlari sekuat tenaga ke arah anak itu. Jantungnya berpacu.

Dalam sepersekian detik, ia berhasil meraih tubuh kecil bocah itu dan mengangkatnya ke pelukannya. Namun, laju minibus itu sudah terlalu dekat.

Tanpa berpikir panjang, tangan kanan Alberd terangkat secara spontan, telapak tangannya menghantam bagian depan mobil.

"BRAAAKK!"

Mobil itu berhenti mendadak. Tubuh minibus terhuyung ke belakang, kaca depannya retak hingga pecah, dan kap mesinnya remuk dengan jejak telapak tangan yang terlihat jelas. Menunjukan betapa kerasnya benturan yang terjadi.

Alberd terpaku. Napasnya memburu. Ia memandang tangannya, lalu mobil itu, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kerumunan orang mulai berdatangan, tapi suara mereka terdengar seperti dengungan samar di telinganya.

"Apa... apa ini?" gumam Alberd dalam hati.

Suara kecil memecah lamunannya.

"Kakak... aku nggak apa-apa. Terima kasih," ucap anak itu dengan mata berbinar.

Alberd menatap bocah itu, lalu tersenyum lemah. "Syukurlah."

Seorang wanita paruh baya berlari panik mendekat, wajahnya penuh kecemasan. Ia langsung meraih bocah itu dan memeluknya erat.

"Anakku! Ya Tuhan, kamu tidak apa-apa?!" Wanita itu menangis, menggenggam tangan kecil anaknya. Kemudian, ia menoleh pada Alberd dengan air mata mengalir. "Terima kasih... terima kasih sudah menyelamatkan anak saya!"

Alberd hanya mengangguk singkat, tak tahu harus berkata apa. "Hati-hati lain kali, ya," ucapnya, suaranya pelan.

Wanita itu terus membungkuk berulang kali sambil mengucapkan rasa terima kasihnya, tapi Alberd hanya tersenyum kecil. Ia berbalik dan perlahan berjalan pergi.

Ketika kembali memungut buku dan alat tulisnya yang berserakan di trotoar, Alberd mencuri pandang pada tangannya sendiri. Ia bisa merasakan sesuatu mengalir dari dalam tubuhnya energi yang hangat dan kuat, seperti dulu saat ia cahaya relik menyelimuti tubuhnya.

"Energi ini... sama persis seperti waktu itu," gumamnya, memandangi telapak tangannya yang sempat menghentikan mobil. Matanya menyipit, penuh kebingungan sekaligus rasa takjub.

"Apa sebenarnya yang terjadi padaku?"

Ia mengepalkan tangannya perlahan, lalu melanjutkan langkahnya menuju kampus. Namun, rasa penasaran itu terus membayang di benaknya.

Disuatu tempat disudut kampus,

Alberd berdiri menghadap tembok batu. Sorot matanya serius dan penuh percaya diri, seperti seseorang yang sedang memikirkan sesuatu dengan mendalam.

Tanpa banyak basa-basi, dia mengepalkan tangan kanannya dan menghantamkan tinjunya ke dinding.

"Bukkk!!" suara tulang menghantam dinding.

"Aduhhh!!" teriak Alberd, suaranya nyaring memecah suasana, sambil langsung memegangi tangannya yang terasa ngilu.

Ekspresi kesakitan terpancar jelas di wajahnya. Teman dekatnya, yang kebetulan mendengar teriakannya, buru-buru menghampiri.

"Alberd, ada apa? Kok kamu teriak-teriak begitu? Jangan-jangan... kamu habis ditolak cewek?" goda temannya, mencoba menebak situasi.

Alberd mendengus sambil memutar bola matanya. "Hah?, yang benar saja! Memangnya aku ini kamu?" jawabnya sambil berusaha tetap terlihat tenang, meski tangannya masih terasa nyeri.

"Lalu kenapa mukamu seperti orang habis ketimpa genteng? Apa tanganmu kejepit jendela?" Temannya makin penasaran, menatapnya dari kepala hingga ujung kaki.

"Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Aku tak apa-apa," ujar Alberd dengan nada ketus sambil berlalu begitu saja.

Namun, langkahnya melambat ketika temannya sudah tak lagi memperhatikan. Pikirannya mulai dipenuhi berbagai pertanyaan.

"Kenapa seperti ini? Kemana kekuatan tadi? Apakah kekuatan itu cuma muncul saat aku dalam bahaya? Atau aku yang belum bisa mengendalikannya?"

1
Wulan Sari
critanya sangat menarik lho jadi kebayang bayang terus seandainya kenyataan giman
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
John Smith-Kun: Terima kasih, kebetulan ini novel pertama yang saya tulis, syukurlah klo ceritanya menarik
total 1 replies
Siti Masrifah
cerita nya bagus
John Smith-Kun: Thank u👍
total 1 replies
Author Risa Jey
Sebenarnya ceritanya bagus, ringan dan cocok untuk dibaca di waktu santai. Cuma aku bacanya capek, karena terlalu panjang. Satu bab cukup 1000 kata lebih saja, agar pas. Paling panjang 1500 kata. Kamu menulis di bab yang isinya memuat dua atau tiga chapter? ini terlalu panjang. Satu chapter, kamu buat saja jadi satu bab, jadi pas.

Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.

Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.

Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
John Smith-Kun: Untuk sifat asli Alena ada di bab 15 dan terima kasih atas sarannya
Author Risa Jey: 5.

Pengen lanjut baca tapi capek, gimana dong penulis 😭😭😭
total 5 replies
Dear_Dream
Jujur aja, cerita ini salah satu yang paling seru yang pernah gue baca!
Siti Masrifah: mampir di cerita ku kak
John Smith-Kun: Terima kasih🙏
total 2 replies
John Smith-Kun
Catatan Penulis:
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.

Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!