"Lupakan tentang kejadian di Paris. Anggap saja tidak terjadi apa-apa. Tubuhmu sama sekali tidak menarik. Aku tidak akan pernah sudi menyentuhmu lagi! Apalagi aku sudah punya kekasih."
Itulah yang diucapkan oleh Devano kepada Evelyn.
Devano sangat membenci Evelyn karena Evelyn adalah anak dari ibu tirinya.
"Kamu pikir aku mau melakukannya lagi? Aku juga tidak sudi disentuh lagi olehmu!"
Evelyn tak mau kalah, dia tidak ingin ditindas oleh kakak tirinya yang sangat arogan itu.
Tapi bagaimana kalau ternyata setelah kejadian malam itu, Devano malah terus terbayang-bayang bagaimana indahnya tubuh Evelyn? Membuatnya tidak bisa melupakan kejadian malam yang indah itu di kota Paris
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Apa yang Evelyn bayangkan telah menjadi kenyataan. Di hari pertama dia masuk kerja, dia telah kewalahan menghadapi Devano. Devano sama sekali tidak memberikan waktu padanya untuk bernafas sedikit saja.
"Evelyn, cepat kamu salin file-file ini!"
"Evelyn, aku lapar. Belikan aku makanan di restoran blackwhite!"
"Evelyn, aku haus. Belikan aku jus!"
"Evelyn, cepat fotokopi semua berkas-berkas ini!"
"Evelyn..."
"Evelyn..."
"Evelyn..."
Dalam satu hari entah berapa kali Devano memanggil nama adik tirinya itu, membuat Evelyn yang hampir mau duduk pun segera bangkit kembali dan berlari ke ruangan Devano.
"Apakah pekerjaan seorang asisten harus seperti ini?" protes Evelyn dengan nada kesal. Dengan memperlihatkan wajahnya yang kusut.
Devano menjawab pertanyaan dari Evelyn dengan sikapnya yang angkuh. "Memang seperti ini. Apa kamu tidak sanggup melakukannya? Kalau kamu tidak sanggup, kamu boleh berhenti menjadi asistenku."
Evelyn pun menghela nafas. Sejujurnya dia ingin sekali berhenti menjadi asistennya Devano. Tapi dia tidak mungkin melakukannya, ibunya pasti akan marah besar kepadanya.
Evelyn harus membuktikan bahwa dia bisa melakukan semua pekerjaannya dengan baik.
Evelyn pun terpaksa harus tersenyum kepada Devano semanis mungkin. Dia harus terlihat ceria. "Siapa bilang aku tidak sanggup melakukannya? Tentu saja aku sanggup. Jadi pekerjaan apa yang harus aku lakukan sekarang, hm?"
Melihat Evelyn yang sedang tersenyum semanis itu, membuat Devano menjadi salah tingkah. Dia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Bu-buatkan aku kopi! Kopi hitam, gulanya harus sedikit. Aku tidak ingin sembarangan orang membuatkan kopi untukku. Harus benar-benar higinies."
Evelyn masih menunjukkan sikapnya yang ceria. Walaupun di dalam hatinya dia sedang mengeluarkan banyak kata umpatan kepada kakak tirinya itu.
Evelyn memang harus menunjukkan kepada Devano bahwa dia sama sekali tidak takut kepadanya, "Oke, Pak Devano."
Di kantor, walaupun status mereka saudara tiri, tapi mereka harus bersikap profesional. Evelyn harus memanggil pak kepada Devano.
Evelyn pun bergegas pergi dari ruangan tersebut.
Devano pun terdiam sambil menyilangkan tangan di dada. Seharusnya dia senang, karena dia telah mengerjai Evelyn berkali-kali di hari ini. Tapi entah mengapa dia sangat merasa kesal melihat tingkah Evelyn yang terlihat ceria seperti itu.
Sepertinya Evelyn benar-benar sudah melupakan kejadian yang pernah mereka lakukan di Paris.
Kenapa Evelyn bisa secepatnya melupakan kejadian itu? Sedangkan dirinya...
Devano tidak meneruskan perkataannya. Dia sangat yakin dia secepatnya akan melupakan kejadian pada malam hari itu.
"Oke, aku ingin lihat, apakah dibelakang aku dia akan terus bersikap ceria? Siapa tahu dia hanya pura-pura ceria di depan aku." Devano sangat ingin melihat Evelyn kesal kepadanya. Itu artinya usaha dia mengerjai Evelyn selama seharian telah sukses.
Sehingga Devano segera mengecek rekaman CCTV yang ada di ruang pantry dan di ruangan mana pun yang Evelyn singgahi.
...****************...
Di ruang pantry, terlihat Evelyn yang sedang menyeduh kopi hitam untuk Devano.
"Valak sialan! Valak menyebalkan! Aaahhh... rasanya aku ingin menjambak rambutnya sampai botak!"
Rupanya Evelyn memilih untuk mengeluarkan unek-uneknya di dalam hati. Dia tidak mungkin berani mengeluarkan banyak kata umpatan kepada seorang CEO di kantor. Bagaimana jika ada yang mendengarnya?
Meskipun sebenarnya dia sangat ingin sekali menjambak rambut kakak tirinya itu sampai dia merasa puas.
Evelyn tercekat begitu mengingat schedule hari ini, perusahaan akan kedatangan seorang tamu spesial.
Mengapa dikatakan spesial? Karena untuk bekerjasama dengan orang tersebut sangat sulit.
"Ya ampun, bukannya hari ini akan kedatangan seorang tamu?"
Evelyn lupa tidak memberitahu Devano. Dia pun bergegas keluar dari ruangan pantry. Dengan berjalan sedikit berlari, lalu masuk ke dalam lift. Tak lupa membawa kopi hitam di atas nampan.
Rupanya di dalam lift tersebut terdapat seorang pria yang memiliki perawakan tinggi dan cukup tampan.
Pria itu pun tersenyum sambil memandangi Evelyn dengan lekat.
"Evelyn? Sudah lama kita tidak bertemu."
"Hm?" Evelyn nampak mengerutkan keningnya, memandangi seorang pria yang menurutnya sangat asing.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sedang memperhatikan mereka dibalik kamera CCTV yang bertengger di dalam lift. Siapa lagi kalau bukan Devano.