— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.
Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?
Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 07 :
"Terimakasih," ucap lana, mulutnya komat-kamit kepada Xavier seraya kedua tangannya membalas pelukan wanita yang kini menjadi ibunya.
Xavier tidak membalas perkataan komat-kamit Lanna, lelaki itu mengalihkan pandangannya kepada ayahnya Serena. Mereka saling melemparkan senyuman kemudian mengajak Xavier untuk masuk lebih dulu.
"Apakah ini benar kau Serena Lyra, anakku?"
Ibunya Serena tiba-tiba melepas pelukannya. Menatap Serena—Lanna dengan seksama, terperangah seperti seseorang yang sedang tidak memercayai sesuatu.
"I-iya, ibu, ini aku. Kenapa?" Tanya balik Lanna, gadis itu juga jadi gugup.
Senyum ibu mengembang menatap Lanna, matanya berkaca-kaca sedang kedua tangannya terulur membelai pipi gadis di hadapannya itu.
"Biasanya kalau kau pulang, kau tidak pernah mau di peluk dan kau tidak pernah membalas pelukan ibu. Kau juga tidak pernah sesopan ini," kata ibu.
Deg.
Satu hal lagi yang membuat Lanna teringat akan sesuatu.
"Tidak perlu. Kau bersikap seperti dirimu saja. Tetap jadi dirimu sendiri, bawaan dari jiwa mu, Lanna. Aku lebih suka itu dan sepertinya itu akan lebih baik,"
Dan kini Lanna mengerti maksud dari perkataan Xavier itu apa.
"Arghhh..."
Pendengaran Lanna menangkap erangan kecil dan ketika dia menoleh kepala ke belakang untuk melihatnya, snomster berkepala manusia dengan tubuh laba-laba ternyata masih mengikutinya. Menempel di pagar tembok rumahnya yang terdapat semak-semak hijau. Jantungnya serasa ingin copot, gadis itu merasa takut memalingkan wajahnya kembali dengan cepat.
"Ibu, ayo kita masuk, aku agak lelah," ajak Lanna memasang senyum palsu berusaha menutupi rasa takutnya.
Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam rumah.
Di ruang makan dengan meja makan yang sudah di penuhi berbagai macam masakan rumahan, di sana juga sudah ada Xavier yang sudah duduk di meja makan mengobrol bersama ayah. Lanna melewati keduanya langsung menuju ke lantai atas di antar oleh ibu.
"Kau bilang tadi merasa lelah, kan? Kamarmu selalu ibu bereskan walau kau tidak ada," kata ibu.
Mereka kini sudah berada di depan pintu kayu berwarna cat putih, yang Lanna yakini itu adalah kamarnya Serena.
"Kalau kau butuh sesuatu, bilang pada ibu. Nanti ibu bawakan kemari, ya," kata ibu lagi.
Lanna mengangguk. "Iya, baiklah. Terimakasih ya, bu,"
Sekali lagi, ibu Serena tersenyum melihat sikap anaknya yang sudah jauh berbeda daripada sebelumnya. Merasa bangga dengan perubahan anaknya. Sebelum pergi meninggalkan Lanna, ibu Serena mengecup kening Lanna penuh kasih sayang.
"Ucapan terimakasih yang pertama kali ibu dengar dari Serena, anak ibu dan ayah," Ibu kemudian berjalan pergi meninggalkan Lanna.
Lanna tersenyum memandang kepergian ibu barunya, merasa beruntung.
Langsung saja Lanna membuka kenop pintu kamar Serena yang kini menjadi miliknya. Di bukanya pintu dengan isi kamar yang bernuansa putih abu-abu, luas dan terlihat nyaman. Menutup pintu kamar, Lanna mulai memasuki kamar sembari melihat-lihat isi dari kamar tersebut. Lalu mendaratkan bokongnya di atas ranjang selanjutnya Lanna juga ingin merebahkan tubuhnya bermaksud melepas kepenatannya. Namun ketika Lanna baru saja mendaratkan setengah tubuhnya itu ke atas kasur, matanya di kejutkan dengan penampakan snomster tadi. Makhluk itu menempel di jendela kaca kamarnya tidak lupa dengan gigi taringnya yang menganga seperti sudah siap ingin memangsa. Gigi taring yang jelek dan menumpuk.
Lanna melonjak kaget, dia segera berlari menuju pintu dan membukanya. Meninggalkan area kamar berjalan menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa.
"Ada apa Serena? Kau seperti orang yang sedang ketakutan?" Tanya ibu khawatir.
Ibu menghampiri Lanna yang di lihatnya pucat sekaligus panik bahkan keringat dingin membasahi dahi serta kedua telapak tangannya yang nampak gemetaran.
"Aku tidak apa-apa, bu. Aku hanya lapar, hehe! Sepertinya makanan di meja enak," jawab Lanna cengengesan.
Lanna berjalan mendekati meja makan memilih tempat duduk di sebelah Xavier. Tidak lupa gadis itu menyunggingkan senyum pura-pura berusaha agar rasa takutnya tidak ketahuan. Masalahnya adalah Lanna sebelumnya tidak pernah melihat makhluk semacam itu di kehidupan sebelumnya. Kemudian mereka semua akhirnya makan bersama sambil mengobrol dengan seru, Xavier juga tipikal orang yang enak untuk di ajak bicara walaupun dingin dan lelaki itu seperti sudah sangat kenal dekat dengan orang tua Serena. Malahan Lanna yang lebih banyak diam, mendengarkan serta menikmati makanan di meja. Makanan yang di masak oleh ibunya Serena bersama ayahnya.
Sampai pada akhirnya waktu kunjungan ke rumah orang tua Serena pun berakhir. Xavier beserta Lanna mengakhiri pertemuan tersebut, mereka melakukan salam perpisahan di depan pagar tembok rumah. Tepat setelah itu pak robert pun datang menjemput mereka kembali. Seperti biasa, Xavier menyuruh Lanna untuk masuk lebih dulu setelah itu dirinya dan perjalanan menuju sekolah pun di mulai.
"Kita tidak ke rumah orang tuamu dulu?" Tanya Lanna. Gadis itu berusaha memecahkan keheningan setelah selama setengah perjalanan dirinya merasa kikuk.
"Aku tidak punya orang tua," jawab Xavier tanpa memandang Lanna, Dia kembali memejamkan matanya seperti tadi.
Deg.
Lanna terdiam kaku mendengar jawaban Xavier dan dengan tenangnya lelaki itu menjawab.
Lanna berdehem kecil. "Maaf, " katanya, merasa tidak enak hati.
Sepertinya Xavier tertidur kembali, lelaki itu tidak merespon sama sekali. Lanna juga memilih untuk diam, memperhatikan pemandangan di luar kaca mobil. Pikirannya pun terhanyut tentang lelaki di sampingnya, Xavier Walters. Dirinya hanya tidak menyangka bahwa Xavier bernasib yang sama dengannya sekaligus merasa kagum karena Xavier terlihat memiliki pembawaan yang dewasa dan penyabar daripada dirinya sendiri. Sejauh ini Lanna juga merasa nyaman-nyaman saja ketika bersamanya. Bukan, bukan nyaman seseorang yang jatuh cinta seperti yang kalian pikirkan. Tetapi memang ya, merasa nyaman saja.
Akhirnya pun tiba, mereka turun di depan sebuah hutan yang langsung di sambut jalanan tanah setapak yang jika di lalui oleh dua mobil akan sempit. Namun Sempat Lanna terheran kebingungan menatap pemandangan di hadapannya yang begitu di penuhi pepohonan lebat.
Di mana letak sekolahnya? Pikirnya.
"Tidak apa-apa mengantar sampai sini saja sudah cukup.Terimakasih pak Robert, Hati-hati di jalan," ucap Xavier pada pak Robert yang tidak turun dari kursi pengemudi. Sebab Xavier yang menyuruhnya.
"Baiklah, terimakasih kembali Xavier. Saya berangkat," sahut pak Robert yang memang sebenarnya urusannya belum tuntas kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
Di mulai dari Xavier yang mendahului, memandu perjalanan kaki mereka dengan Lanna yang mengikuti langkah lelaki itu dari belakang kemudian mensejajarkan langkahnya.
"Ini betulan mau ke sekolah, kan?" Tanya Lanna memandang ke sekeliling.
"Iya," jawab Xavier datar.
Pasalnya Lanna baru tahu jika di perkotaan begini masih ada sebuah hutan yang luas sudah begitu di tumbuhi pepohonan yang begitu lebat pula.
"Xa-xavier?" Panggil Lanna, dia lebih mendekat pada Xavier yang terus berjalan seperti biasa.
"Ada apa?"
"Ti-tidak,"
Lanna masih melihat makhluk snomster itu mengikutinya. Sesekali dia melirik Xavier yang benar-benar tenang tidak merasakan kehadiran mahluk jelek yang sedang sejak tadi mengikuti mereka. Lanna merasa takut. Tetapi snomster itu semakin mendekat ke arah mereka dan Lanna merasa jijik dengan bentukan makhluk tersebut. Bahkan dirinya juga masih bingung bagaimana mengendalikan sihir milik Serena. Apakah sihirnya tetap berjalan meski jiwanya sudah berbeda? Lanna merasa ragu menatap kedua tangannya sendiri.
Tetapi suara erangan dari si makhluk snomster itu begitu mengganggu pendengarannya. Lanna juga dapat merasakan snomster itu semakin dekat, benar-benar hampir dekat. Pikiran Lanna berkecamuk. Dia ragu akan sihir milik Serena yang takut tidak bekerja dengan baik karena jiwanya bukanlah Serena, Lanna takut tidak sinkron. Kemudian tentang Xavier, lelaki itu begitu santai. Sementara perjalanan ke sekolah sepertinya masih lama, belum juga menemukan tanda-tanda seperti puing bangunan dari kejauhan. Pikiran kotor pun menghampiri, bagaimana kalau ternyata Xavier sedang menculiknya? Maksudnya untuk sebuah kejahatannya pribadi.
Dan pada akhirnya gadis itu sudah tidak tahan lagi.
"AKH!" Lanna memekik memutar tubuhnya ke belakang, matanya terpejam.
Kedua tangannya terulur ke atas, mengarahkannya kepada snomster yang sudah melompat ke arahnya dari atas pohon. Sebuah kristal es mengitari sekeliling Lanna seperti perisai, membuat gadis itu memiliki perlindungan dan snomster itu tidak bisa memiliki celah untuk masuk dan menyerangnya. Lanna membuka matanya dan terkejut dengan sihir Serena yang bekerja dengan baik juga tepat, gadis itu merasa lega. Untuk sementara.
Tapi di mana Xavier Walters? Lelaki itu tiba-tiba saja sudah tidak berada di sampingnya lagi. Menghilang entah kemana.
"Xavier? Xavier? Kau di mana?" Panggil Lanna dan tidak ada jawaban.
Kretek. Duar!!!
Lanna terlempar dan terpental jauh, tubuhnya menggelinding ketika snomster itu berhasil menghancurkan perisai es perlindungannya menggunakan gigi-giginya yang tajam.
Sebenarnya makhluk apa ini? Kenapa kuat sekali? Di mana Xavier? Pikirnya.
Lanna merintih kesakitan memegangi kepalanya yang terasa agak sakit akibat benturan keras tadi. Gadis itu berusaha bangkit saat snomster itu berjalan mendekatinya dengan cepat dan melarikan diri.
Lanna berlari dan terus berlari menghindari tembakan air liur dengan gumpalan darah merah yang berasal dari mulut si snomster, Lanna juga tidak tahu itu apa sekiranya begitu. Dan hampir saja Lanna terkena, mata gadis itu melihat salah satu binatang kecil di salah satu pohon yakni seekor kera yang sedang bergelantung menjadi berlendir kemudian lendir itu mengubahnya menjadi tengkorak yang gosong seperti sehabis di bakar. Dia merasa ngeri dengan pemandangan itu sedangkan pikirannya sudah begitu kalang kabut. Apa yang harus di lakukannya, gadis itu merasa bingung.
Gabruk.
Lanna tersandung sebuah dahan yang ukurannya cukup besar. Saking kalang kabutnya sampai-sampai tidak bisa melihat apa yang di bawahnya. Lututnya kembali terluka dan berdarah. Merasa dejavu, gadis itu teringat kejadian yang serupa ketika dirinya masih hidup di bumi, tersandung sebongkah batu karena berlari hendak menolong seorang anak kecil yang tidak lain ialah Xavier yang menyamar.
Tapi bukan itu yang jadi masalahnya sekarang dan bukan waktunya untuk Lanna merasa dejavu, snomster itu sudah semakin mendekat tinggal beberapa langkah lagi darinya. Dia mengulurkan satu tangannya ke depan berharap sihir apapun keluar dari sana untuk menghalangi snomster yang seperti sudah sangat kelaparan terhadapnya. Tapi sialnya, sihir itu tidak ada, kosong. Sudah beberapa kali Lanna mendorong tangannya ke depan agar sihirnya bekerja tetapi nyatanya tidak juga. Kedua lututnya terasa sangat sakit. Lanna tidak tahu lagi, gadis itu memejamkan matanya. Pasrah dengan keadaannya sendiri.
Apakah aku akan mati, benar-benar mati? Batinnya.
Lalu tiba-tiba...
Lanna merasakan semilir angin menyapu wajah serta menyibakkan rambut panjangnya, tubuhnya seperti di bawa terbang dan di bopong. Membukakan kedua matanya perlahan, Lanna melihat Xavier di tengah menggendongnya membawanya pergi dari sana. Xavier berlari dari satu dahan pohon ke dahan pohon yang lainnya bak ninja di gabungkan dengan teleportasi. Xavier lalu terbang tinggi ke udara, Lanna mengalungkan kedua tangannya pada leher xavier erat takut terjatuh. Menengok pemandangan ke bawah, Lanna juga bisa melihat ribuan burung gagak yang menyerbu snomster itu sehingga membuatnya berteriak kesakitan.
Bersamaan dengan itu, saat Xavier terbang tinggi ke udara naga hitam yang Xavier panggil Drago itu pun datang kepada mereka berdua. Lanna tentu saja, gadis itu lagi-lagi merasa takjub.
"Bagaimana dengan snomsternya?" Tanya Lanna.
" Sudah di atasi," jawab Xavier tanpa memandang Lanna sama sekali.
Kini mereka berdua melakukan perjalanan ke sekolah dengan menaiki punggung Drago, naga hitam, hewan pendamping milik Xavier.
...****************...